Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Pohon adalah Penanda Kehidupan dan Perekam Sejarah yang Setia

21 November 2020   23:23 Diperbarui: 25 November 2020   12:32 805
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu sisi pemandangan bantaran sungai Lau Dah, 2010 (Dokpri)

Tidak sedikit kami temukan bibit pohon yang mati, hingga harus disisip (diganti), sebab bibit pohon yang masih kecil kalah bersaing dengan gulma yang tumbuh subur. Bahkan ada juga bibit pohon yang hilang. Apalagi tanaman itu ditanam di tempat umum, seperti di pinggir jalan dan bantaran sungai.

Menyiram bibit pohon mahoni bersama kepala lingkungan (Dokpri)
Menyiram bibit pohon mahoni bersama kepala lingkungan (Dokpri)
Membuat pagar pelindung bibit mahoni, 11/06/2010 (Dokpri)
Membuat pagar pelindung bibit mahoni, 11/06/2010 (Dokpri)
Menanam pohon bersama kepling, 11/06/2010 (Dokpri)
Menanam pohon bersama kepling, 11/06/2010 (Dokpri)
Selang waktu berganti, singkat cerita saya pun pindah tugas ke Dinas Kebersihan Kabupaten Karo pada tanggal 9 Januari 2012. Saya jadi hampir tidak pernah lagi melihat dan merawat bibit-bibit pohon itu. Kalau datang mengajak para kepala lingkungan untuk menyiraminya, tentu saja saya sungkan, takut dianggap post power syndrome. Hehe.  

Namun, sekali waktu pada 1 September 2014, saya melewati jalan lingkar Karo Indah itu, saat hendak pergi ke ladang. Senang rasanya, beberapa bibit pohon mahoni yang kami tanam dulu telah tumbuh setinggi tiang telefon.

Menyaksikan belasan batang pohon mahoni yang tumbuh di sepanjang jalan itu, segala rekaman kenangan yang pernah saya jalani selama mengabdi di kelurahan ini bersama para kepala lingkungan kembali muncul dalam kilasan memori. Memang saya belum sempat lagi menjelajahi sepanjang bantaran sungai yang dulu kami tanami.

Pohon mahoni setelah 4 tahun, 01/09/2014 (Dokpri)
Pohon mahoni setelah 4 tahun, 01/09/2014 (Dokpri)
Di samping itu, sedih juga saya mengingatnya. Beberapa rekan saya dulu, kepala lingkungan, bahkan ada yang sudah lebih dahulu pergi meninggalkan dunia. Tidak sempat melihat pohon-pohon yang dulu kami tanam bersama.

Seiring perkembangan waktu, pohon-pohon itu mungkin ada yang perlu dipangkas atau bahkan ditebang bila sudah terasa mengganggu perkembangan pembangunan dan kebutuhan masyarakat yang berkembang sesuai zamannya.

Lewat tulisan sederhana ini juga, pasti saya menyelipkan sedikit pesan, seandainya dibaca oleh pihak yang berkepentingan, atau ada kasus yang serupa di tempat lain, seandainya pun harus ditebang pada suatu saat tolonglah tanam penggantinya di tempat lain yang lebih sesuai dengan kondisi saat ini. 

Sebab, jarang sekali, bahkan belum pernah saya mendengar, ada pohon yang dipindahkan karena dianggap mengganggu pembangunan. Biasanya ditebang saja.

Saya teringat juga ceramah guru Cai Li Xu selama 5 hari di kota Hang Zhou, yang dituliskan di buku Di Zi Gui. Katanya, "Membina cinta kasih antar sesama manusia dimulai dari setiap rumah tangga. Lebih kecil lagi dimulai dari hubungan kakak-adik yang rukun dan harmonis. Sebab kakak adik lahir dari ayah dan ibu yang sama, maka sangat mungkin mereka akan menemani kita paling lama dalam menjalani hidup kita".

Maka, penting juga menjadikan rasa cinta akan pohon dan semangat menanam pohon ditanamkan sejak anak-anak. Barangkali, bisa dijadikan tema peringatan hari anak nasional pada masa-masa mendatang, atau menjadi kegiatan tahunan bagi anak-anak di segala tempat dan zaman setiap kali memperingati hari anak nasional.

Dalam prinsip yang sama, bagi saya pohon adalah sesama kita dalam kehidupan, sangat mungkin bahwa pohon-pohonlah yang akan memberikan kita kehidupan. Bila pernyataan ini dianggap terlalu berlebihan, setidaknya pohon-pohon sangat mungkin akan menemani kita paling lama dalam menjalani hidup kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun