Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

I Made Sidia Datang, Pelajar Tersihir Wayang

24 November 2016   17:11 Diperbarui: 24 November 2016   17:13 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sajian wayang dari I Made Sidia yang sedang menceritakan tentang Rahwana ( Gbr: Zulfikar Akbar)

Berada di Museum Nasional atau yang juga akrab dikenal dengan sebutan Museum Gajah, Kamis (24/11) hari ini menjadi cerita tersendiri. Pasalnya di sini saya dapat menikmati hiburan kesenian bersama ratusan pelajar yang memadati gedung yang telah berdiri sejak 1862 tersebut. Istimewanya, lantaran para pelajar yang sehari-hari akrab dengan hal-hal modern disuguhi hiburan tradisional; wayang!

I Made Sidia yang berasal dari Bali, seorang dalang yang terkenal dengan kepiawaiannya mengawinkan wayang klasik dengan modern, tampil di depan para penonton yang memadati Gedung B Museum Nasional.

Seniman wayang itu sendiri selama ini memang tak asing sebagai dalang yang menarik perhatian hingga ke mancanegara  karena gagasannya yang dinilai beda. Ia mengawinkan unsur klasik dengan modern. Maka itu penyajian kesenian itu di tangannya tak lagi terasa sebagai kebudayaan yang hanya identik dengan etnik tertentu, namun lebih memiliki citarasa nasional.

Dalang Made sendiri masih tampil dengan gaya khasnya dalam menampilkan pagelaran wayang. Ia menggunakan lampu proyektor berikut berbagai macam gambar sehingga tampilan di layar terasa lebih bervariasi, beda jauh dengan wayang klasik.

Tampaknya latar belakang Made Sidia sebagai pengajar di Institut Seni Indonesia Denpasar (dulu, Akademi Seni Tari Indonesia), turut membawa dampak sehingga pagelaran wayang di tangannya mampu menjanjikan hiburan yang tidak membosankan, sekaligus menyenangkan. 

Ekspresi para penonton pertunjukannya yang notabene kalangan remaja yang tampak sangat serius menikmati cerita demi ceritanya bersama gambar ditampilkannya di layar, cukup menjadi bukti, pertunjukan Made mampu membius penontonnya.

wayang-5836b83a8d7a61d70629cc58.jpg
wayang-5836b83a8d7a61d70629cc58.jpg
Wayang for Student ini terasa sebagai gagasan menarik, yang ternyata diusung salah satu perbankan swasta, PT Bank Central Asia (BCA). Menariknya, pihak penyelenggara acara menggagas pengenalan wayang kepada para pelajar, ketika tren yang menonjol adalah ada kecenderungan sebagian remaja merasa asing dengan budaya sendiri.

Tampaknya BCA yang melibatkan unsur corporate social social yang mereka miliki menyimpan harapan agar aktivitas sosial perusahaannya lebih membawa dampak jangka panjang kepada para pelajar. Dan, itu memang diakui oleh Inge Setiawati, yang juga hadir dan membaur bersama para pelajar di Gedung B Museum Nasional. 

Menurut Inge, upaya pengenalan wayang ini memang sudah menjadi komitmen pihaknya; agar pelajar akrab dengan budaya sendiri, juga untuk menunjukkan wayang itu bukanlah sesuatu yang kuno dan ketinggalan zaman.

"Para pelajar itu adalah generasi muda yang kelak akan sangat menentukan keberadaan kesenian wayang, sebuah kesenian yang juga menjadi kekayaan budaya negerinya sendiri, Indonesia," ucap Inge, yang merupakan General Manager CSR BCA.

Maka itu, tajuk kegiatan itu sendiri identik dengan pelajar, sehingga dilabeli "Wayang for Student" yang menurut Inge tak hanya dilakukan di Jakarta, melainkan juga pernah diadakan di beberapa daerah lainnya.

Setidaknya per September lalu, misalnya, pihak BCA pun sempat merangkul Dewan Kesenian Semarang untuk mengadakan Wayang for Student sekitar lima hari dan melibatkan hingga 3 ribuan pelajar. Sebuah terobosan yang layak diapresiasi, tentunya.

Terlebih lagi saat melihat keseriusan diperlihatkan para pelajar yang hadir di acara tersebut, memberikan kesan tersendiri, bahwa ada kerinduan mereka rasakan pada hiburan yang mendidik dan beraroma kental budaya negerinya sendiri.

Suwignyo Budiman, petinggi BCA bercerita kenapa mengusung wayang dalam acara tersebut - Gbr: Zulfikar Akbar
Suwignyo Budiman, petinggi BCA bercerita kenapa mengusung wayang dalam acara tersebut - Gbr: Zulfikar Akbar
Itu juga yang membuat salah satu pejabat BCA lainnya yang juga hadir di lokasi acara, Suwignyo Budiman, Direktur PT Bank Central Asia, yang menunjukkan ekspresi keharuannya saat bersitatap dengan ratusan pelajar di depannya.

"Senang melihat para pelajar ini bisa merasakan dan melihat langsung seperti apa pagelaran wayang. Bukan hanya sebagai seni, tapi juga sebagai sarana pendidikan, dan terpenting lagi mereka tak merasa asing dengan tradisi dalam budaya sendiri," ucap orang nomor satu di BCA itu. "Dulu, apalagi masa kanak-kanak saya, wayang ini memang sangat menyatu dengan masyarakat. Acara-acara rakyat hingga pernikahan terasa kurang jika tidak nanggap wayang."

Itu juga, diakui Suwignyo, pihaknya pun tak merasa terbeban untuk berperan mengenalkan kebudayaan itu kepada para pelajar yang notabene sedang memasuki masa mengenal berbagai hal yang akrab dengan identitas mereka sebagai anak-anak Indonesia.

Suwignyo sendiri pun, terlepas berstatus sebagai petinggi BCA, saat berada di lokasi acara tersebut lebih memperlihatkan sikap seorang bapak terhadap anak-anaknya. Tampaknya hal itu sehingga para pelajar pun terlihat serius menyimak kata per kata diucapkan pejabat bank tersebut.

Ada ekspektasi pihaknya, agar dengan acara tersebut, para pelajar lebih memiliki rasa ke-Indonesia-an. "Itu yang terkadang tergerus oleh hal-hal yang modern, maka kenapa harus diimbangi dengan suguhan-suguhan seperti ini. Sekali lagi, agar kelak mereka pun tak merasa asing dengan kekayaan budaya mereka sendiri," tandas Suwignjo.

Sementara dalang I Made Sidia, sebelum tampil juga sempat menerangkan terlebih dulu kenapa dia kerap menjadi cerita Ramayana dan cerita cintanya. "Cerita ini abadi. Di dalamnya terkandung banyak pesan yang berbeda dari cerita cinta kebanyakan," kata Made di depan para pelajar. 

"Terpenting," kata Made lagi,"bahwa lewat cerita ini dan wayang yang kita saksikan, kita bisa lebih dapat merasakan bahwa ini mewakili realita, bahwa kebenaran harus selalu mampu unggul dibandingkan kejahatan. Dan, agar kebenaran tak hancur dibutuhkan perjuangan keras."* 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun