Setidaknya per September lalu, misalnya, pihak BCA pun sempat merangkul Dewan Kesenian Semarang untuk mengadakan Wayang for Student sekitar lima hari dan melibatkan hingga 3 ribuan pelajar. Sebuah terobosan yang layak diapresiasi, tentunya.
Terlebih lagi saat melihat keseriusan diperlihatkan para pelajar yang hadir di acara tersebut, memberikan kesan tersendiri, bahwa ada kerinduan mereka rasakan pada hiburan yang mendidik dan beraroma kental budaya negerinya sendiri.
"Senang melihat para pelajar ini bisa merasakan dan melihat langsung seperti apa pagelaran wayang. Bukan hanya sebagai seni, tapi juga sebagai sarana pendidikan, dan terpenting lagi mereka tak merasa asing dengan tradisi dalam budaya sendiri," ucap orang nomor satu di BCA itu. "Dulu, apalagi masa kanak-kanak saya, wayang ini memang sangat menyatu dengan masyarakat. Acara-acara rakyat hingga pernikahan terasa kurang jika tidak nanggap wayang."
Itu juga, diakui Suwignyo, pihaknya pun tak merasa terbeban untuk berperan mengenalkan kebudayaan itu kepada para pelajar yang notabene sedang memasuki masa mengenal berbagai hal yang akrab dengan identitas mereka sebagai anak-anak Indonesia.
Suwignyo sendiri pun, terlepas berstatus sebagai petinggi BCA, saat berada di lokasi acara tersebut lebih memperlihatkan sikap seorang bapak terhadap anak-anaknya. Tampaknya hal itu sehingga para pelajar pun terlihat serius menyimak kata per kata diucapkan pejabat bank tersebut.
Ada ekspektasi pihaknya, agar dengan acara tersebut, para pelajar lebih memiliki rasa ke-Indonesia-an. "Itu yang terkadang tergerus oleh hal-hal yang modern, maka kenapa harus diimbangi dengan suguhan-suguhan seperti ini. Sekali lagi, agar kelak mereka pun tak merasa asing dengan kekayaan budaya mereka sendiri," tandas Suwignjo.
Sementara dalang I Made Sidia, sebelum tampil juga sempat menerangkan terlebih dulu kenapa dia kerap menjadi cerita Ramayana dan cerita cintanya. "Cerita ini abadi. Di dalamnya terkandung banyak pesan yang berbeda dari cerita cinta kebanyakan," kata Made di depan para pelajar.Â
"Terpenting," kata Made lagi,"bahwa lewat cerita ini dan wayang yang kita saksikan, kita bisa lebih dapat merasakan bahwa ini mewakili realita, bahwa kebenaran harus selalu mampu unggul dibandingkan kejahatan. Dan, agar kebenaran tak hancur dibutuhkan perjuangan keras."*Â