Ada penilaian (asesmen) pada awal, proses, dan akhir pembelajaran untuk memahami kebutuhan belajar dan perkembangan proses belajar yang sudah dijalani siswa
Memahami kebutuhan dan posisi siswa untuk melakukan penyesuaian pembelajaran.
Memprioritaskan terjadinya kemajuan belajar siswa ketimbang cakupan dan ketuntasan muatan kurikulum.
Mengacu pada refleksi atas kemajuan belajar siswa; refleksi dilakukan lewat kolaborasi bersama guru lain.
Dianggap belum layak
Kurikulum Merdeka sah sebagai Kurikulum Nasional. Apakah pemberlakuan Kurikulum Merdeka menjadi Kurikulum Nasional, layak?
Berbagai pihak, para pengamat, praktisi pendidikan, akademisi, hingga menjadi pelaku utama yang harus menjalankan Kurikulum Merdeka, sejatinya sudah "teriak" menyoal Kurikulum ini, yang dilansir di berbagai media dan di ruang-ruang publik.
Maksud "teriak"-nya adalah, banyak hal yang membuat Kurikulum Merdeka belum layak dijadikan Kurikulum yang berlaku secara nasional alias menjadi Kurikulum Nasional.
Satu di antara pihak yang menyebut Kurikulum Merdeka belum layak, saya kutip dari Kompas.com Rabu (27/3/2024) adalah Barisan Pengkaji Pendidikan (Bajik).
Bijak menilai Kurikulum Merdeka belum layak menjadi kurikulum nasional karena harus dievaluasi secara total dan menyeluruh. Direktur Eksekutif Bajik, Dhitta Puti Sarasvati menilai, Kurikulum Merdeka masih compang camping dan banyak kelemahan yang harus diperbaiki.
Puti mengungkapkan bahwa:
"Kurikulum Merdeka belum layak menjadi Kurikulum Resmi Nasional. Hal yang paling esensial yang harusnya ada dalam kurikulum resmi malah belum ada yakni kerangka kurikulumnya," ungkapnya, dikutip dari keterangan tertulis, Selasa (27/2/2024).
Puti menambahkan, kurikulum resmi nasional apapun, harus berdasarkan filosofi pendidikan dan kerangka konseptual yang jelas serta tertuang di dalam naskah akademik.