Mohon tunggu...
Rusman
Rusman Mohon Tunggu... Guru - Libang Pepadi Kab. Tuban - Pemerhati budaya - Praktisi SambangPramitra
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

"Hidupmu terasa LEBIH INDAH jika kau hiasi dengan BUAH KARYA untuk sesama". Penulis juga aktif sebagai litbang Pepadi Kab. Tuban dan aktivis SambangPramitra.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Rusman: Wayang, Monolog Dewi Gendari

3 Oktober 2018   23:02 Diperbarui: 31 Maret 2019   00:34 645
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku hanyalah seorang ibu seperti halnya ibu yang lain

Tidak banyak keinginanku, seperti halnya cita-cita ibu lainnya

Ialah agar anak-anakku kelak bisa hidup mukti wibawa

Salahkah itu? Mana yang tidak benar dari keinginanku itu?

Nah, kalian tidak mampu menunjukkan bukan?

Dulu aku hidup bahagia bersama orang tua dan saudaraku

Meski ayahku bukanlah seorang raja besar

Tapi kami adalah keluarga berkecukupan di Negeri Gandaradesa

Kami empat saudara: aku, sangkuni, Surabasata, dan Gajaksa

Cukup bahagia bersama rama Prabu Gandara dan Ibu Dewi Gandini

Lalu, datanglah kau dalam kehidupan kami wahai Pandudewanata

Datang pada kami dengan segala kegagahanmu, kesaktianmu

Semua kemegahan yang kau miliki sebagai putra mahkota

Telah kau pamerkan secara sempurna pada kami sekeluarga

Dan nyatanya, kaupun bersedia memboyongku ke Negeri Astina

Namun, sedikitpun kami tak pernah menyangka

Ternyata kau adalah pria paling biadap yang pernah ada di dunia

Kau lempar begitu saja aku ke pelukan kakakmu yang buta

Kau hempaskan angan-angan dan harapanku menjadi istri raja

Kejam sekali kau Pandu, oh aku telah terperosok ke dalam jurang yang dalam

Tak tahulah, tiba-tiba saja wajahku tampil bagaikan singa betina

Senandungku bagaikan raungan dendam yang tak pernah padam

Tunggulah saatnya Pandu, kau akan menyesali kelakuan kejimu itu

Dan ternyata Yang Maha Kuasa telah mengijinkan rencanaku

Dari darahku telah terbentuk seratus pasang tangan perkasa

Lalu, salahkah aku jika dendam kesumat itu kulewatkan anak-anakku?

Bukankah rasa dendam, iri dan dengki itu adalah manusiawi? Bukan salahku kan?

Bapaknya Pandawa itulah yang telah membuatku gila sempurna

Dan lewat pengaruh suamiku, yang juga uwaknya para Pandawa

Aku dan adikku Sengkuni telah bersumpah

Akan membuat istri dan anak-anak Pandu 

Lebih gila secara sempurna pula, huahaha....!

"Ha.... ha.....ha..... ha ...oh Oooouuww..!"

"Oouuuww..!" Entah setan mana yang merasuki jiwa ibunya kurawa

Tiba-tiba saja singa betina itu tertawa dan meraung-raung

Tapi tak kuasa pula membendung air mata yang bercucuran di kedua pipinya.***

Tasikmadu, 04102018

Bacaan berikutnya:

https://www.kompasiana.com/rusrusman522/5b97096212ae9439743fd3c6/wayang-sekilas-tentang-bale-sigolo-golo

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun