Mohon tunggu...
Dokter Andri Psikiater
Dokter Andri Psikiater Mohon Tunggu... Dokter - Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa

Psikiater dengan kekhususan di bidang Psikosomatik Medis. Lulus Dokter&Psikiater dari FKUI. Mendapatkan pelatihan di bidang Psikosomatik dan Biopsikososial dari American Psychosomatic Society dan Academy of Psychosomatic Medicine sejak tahun 2010. Anggota dari American Psychosomatic Society dan satu-satunya psikiater Indonesia yang mendapatkan pengakuan Fellow of Academy of Psychosomatic Medicine dari Academy of Psychosomatic Medicine di USA. Dosen di FK UKRIDA dan praktek di Klinik Psikosomatik RS Omni, Alam Sutera, Tangerang (Telp.021-29779999) . Twitter : @mbahndi

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Apakah Kita Harus Tetap Santai Menghadapi Wabah Covid-19?

18 Maret 2020   08:25 Diperbarui: 18 Maret 2020   17:44 4088
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pemeriksaan suhu badan di stasiun MRT Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Rabu (4/3/2020) (Foto: KOMPAS.COM/WALDA MARISON)

Sampai saat tulisan ini diturunkan, sudah ada 172 kasus positif COVID-19 yang disampaikan pemerintah Indonesia. 

Media pun dipenuhi oleh berbagai macam berita terkait dengan COVID-19 ini termasuk media sosial seperti Whatsapp yang tiada hentinya dipenuhi oleh postingan teman-teman baik secara pribadi maupun di group Whatsapp. Berbagai informasi ini tentunya sedikit banyak berpengaruh terhadap bagaimana kita merespon masalah terkait COVID-19 ini. 

Menariknya tidak semua masyarakat percaya adanya wabah COVID-19 ini. Saat saya memposting di Twitter saya (@mbahndi) bahwa ada pasien saya yang tidak percaya bahwa Covid-19 ini sudah ada di Indonesia.

Dia mengatakan, tidak usah khawatir karena dengan doa kita akan terhindar dari COVID-19, ada banyak RT dan balasan tweet di status ini yang menyatakan hal yang sama. 

Masih banyak orang Indonesia yang tidak teredukasi baik dengan adanya COVID-19 ini dan malah tetap santai melakukan kegiatan berkumpul di luar rumah walaupun sudah ada saran dari presiden Jokowi sendiri untuk melakukan kerja, belajar dan ibadah dari rumah. 

Beberapa kali saya melihat postingan gambar orang antri di stasiun MRT atau berdesakan di halte busway yang memperlihatkan himbauan untuk menjaga jarak lebih dari 1 meter dengan orang lain tidak terlalu dihiraukan. 

ilustrasi santai (dok pribadi)
ilustrasi santai (dok pribadi)
Saya pun melihat sendiri di depan rumah sakit saya, sekurangnya 10 orang driver ojek daring berkumpul setiap jam makan siang menunggu pesanan yang masuk. 

Imbauan untuk berada di rumah selama dua minggu ke depan untuk mencegah penularan wabah COVID-19 yang lebih besar bukan tanpa alasan. 

Rata-rata negara yang terinfeksi COVID-19 dalam jumlah banyak telah melakukannya lebih dulu. Lihat saja Wuhan, China yang tidak memperbolehkan warganya keluar rumah selama beberapa minggu sampai tidak merayakan tahun baru imlek.

Italia yang kecolongan dan menyesali lambatnya mereka bertindak untuk mengatasi COVID-19 dengan membatasi gerak masyarakatnya akhirnya sekarang juga melakukan lock-down. Masih banyak contoh di negara lain yang kita ketahui melakukan pembatasan gerak masyarakatnya. 

Lalu mengapa masyarakat kita terkesan cukup santai menghadapi ini? 

Kurangnya informasi yang apa adanya mungkin tidak diterima baik oleh masyarakat kita. Beberapa media komunikasi Whatsapp mungkin ramai oleh berita terkait COVID-19 baik yang benar atau yang salah (hoax) tapi ternyata isinya tidak semua sama. 

Contoh saja Whatsapp angkatan saya FKUI 1997 yang isinya data-data terbaru setiap harinya yang memang isinya semua dokter, rata-rata khawatir jika sampai terjadi jumlah kasus yang makin banyak dan kita di Indonesia tidak mampu menanganinya berkaca dari yang terjadi di Italia. 

Kami juga yang masih tetap bekerja di rumah sakit selalu diingatkan untuk tidak menjadi media penularan dan juga tetap menjaga kebersihan dan kesehatan agar tidak mudah terinfeksi virus ini. Semua saran ini didasarkan oleh hasil-hasil penelitian ilmiah dan rekomendasi WHO. 

Di lain group Whatsapp, saya dengar cerita teman lebih banyak berkaitan dengan cerita-cerita hoax atau yang membingungkan tentang COVID-19.

Bahkan ada yang mengatakan tidak usah takut berhadapan dengan COVID-19 karena ini hanya flu biasa dan tidak mematikan. Belum lagi ada beberapa komentar yang tidak usah khawatir dengan COVID-19 kalau percaya dengan Tuhan, kalau sudah ajalnya akan meninggal juga. 

Pemerintah dalam penampilannya di berbagai media televisi juga memang saya lihat berharap bisa membuat masyarakat tenang dan tidak panik. Beberapa kali saya lihat penampilan para menteri juga berupaya menenangkan (salah satunya yang terakhir berita yang saya screenshot di bawah ini). 

Screenshot dari Twitter 
Screenshot dari Twitter 

Saya juga melihat beberapa kali pengumuman dari pemerintah diikuti oleh banyak orang dalam kelompok besar dan juga jarak berdiri mereka saat tampil bersama mengumumkan sangat dekat hanya berjarak satu kepal tangan di televisi. 

Ini menjadikan contoh kepada masyarakat bahwa tidak perlu khawatir ada masalah berkaitan dengan COVID-19 ini karena para pemimpin mereka sendiri tidak khawatir. 

Saya hanya ingin kembali mengingatkan bahwa upaya melakukan pembatasan ruang gerak manusia pada saat wabah COVID-19 ini memang bertujuan baik untuk mencegah penularan. 

Kita mungkin saja yang masih sehat tidak akan terinfeksi namun kita bisa jadi sarana penularan buat orang lain. 

Saya mungkin sehat-sehat saja kelihatannya, namun saya sendiri membatasi bertemu dengan orang tua saya yang usianya sudah 68 tahun dan memiliki masalah diabetes (kencing manis), hipertensi dan rheumatik karena saya bisa saja menularkan kepada mereka tanpa sadar. 

Itulah mengapa ada iimbauan pemerintah untuk membatasi ruang gerak manusia. Tujuannya adalah agar percepatan penyebaran virus COVID-19 ini bisa sedikit melambat. Itulah mengapa sekolah diliburkan karena walaupun kasus ini hampir tidak pernah terjadi pada anak-anak.

Namun anak-anak ini merupakan media paling potensial untuk menularkan dan menjadi media virus ini. 

Saya memahami bahwa tidak semua dari kita bisa bekerja dari rumah. Masyarakat yang harus bekerja di luar rumah sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari tidak mungkin bisa diminta seperti itu. 

Itulah juga mengapa presiden Jokowi tidak meniatkan melakukan lock-down karena kita tahu bersama kalau hal ini sangat sulit dilakukan di Indonesia. 

Saat ini yang bisa kita lakukan adalah membantu usaha untuk mengurangi penyebaran virus ini lebih luas lagi dan mencegah sesedikit mungkin orang yang bisa terinfeksi bahkan sakit sampai meninggal. 

Kalau kita merasa cukup sehat maka pikirkanlah orang tua kita dan orang lain yang rentan yang bisa mengalami sakit akibat infeksi virus ini. 

Semoga kita mau bergotong royong dalam mencegah penyebaran virus ini. Ingat untuk lebih sering mencuci tangan dengan sabun, menghindari kumpul-kumpul dan kerumunan orang serta menjaga jarak dengan orang lain saat di tempat umum. 

Jika memungkinkan untuk kita bekerja dan belajar di rumah, lakukanlah. Semoga kita selalu sehat dan bahagia. Salam sehat jiwa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun