Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bagaimana Cara Mensejahterakan Petani?

22 April 2019   14:35 Diperbarui: 27 April 2019   15:30 1202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar ilustrasi diambil dari id.techinasia.com/ Petani sedang mengakut padi hasil panen

Dengan sikap saya yang rajin meneliti dan berpikir akan nasib diri sendiri maupun keluarga, bisa saya simpulkan bapak saya adalah petani yang terbilang "cerdas". Bukan saya memuji karena beliau bapak saya, tetapi yang saya puji adalah cara beliau bertani. Bapak saya tergolong petani yang kreatif, dari mulai tanam hingga panen beliau kerjakan sendiri. Jika itu dikerjakan orang lain, antara hasil panen dan biaya oprasional tidak akan sinkron, malah dapat merugi.

"Semenjak saya mulai bekerja sebagai kariyawan di salah satu perusahaan swasta Telekomunikasi, karena saya tahu cara beliau bertani, dengan kesadaran saya, rela uang tabungan saya dibuat untuk usaha dalam bidang pertanian".

Bukan apa, karena ekonomi keluarga tumbuh ketika bapak saya menekuni menjadi petani. Sebagai anak, sumbangsi untuk sehatnya ekonomi keluarga sangatlah dibutuhkan, ditambah saya masih lajang, belum butuh begitu banyak biaya untuk hidup.  Mungkin bapak saya berbakat menjadi petani, ada grafik meningkat secara ekonomi meskipun tumpuan ekonomi dari hasil bertani.

Sering dijumpai ketika tetangga banyak gagal panen, setidaknya bapak saya dapat balik modal. Tentu ini tidak lepas dari uletnya bapak saya menekuni profesi petani itu sendiri, mungkin bertani sudah menjadi bagian jiwanya dan misi hidupnya. Hampir setiap hari bapak saya ke sawah atau kebonnya mengurusi lahan, mungkin ia menganggap bahwa kebon dan sawah merupakan kantor kerjanya, sama seperti para pegawai menganggap kantor kerjanya sendiri.

Sisi kreatif "bapak" bukan hanya dibuktikan pada bakatnya saja sebagai petani, namun cara beliau bersiasat bagaimana mempertahankan gabah sampai harganya naik pun patut di acungi jempol. Masalah ekonomi petani adalah dihadapkan pada kebutuhan sehari-hari, listrik, kondangan dan air PDAM. Dalam hal ini saya memang tidak lepas terhadap bagaimana lajunya ekonomi keluarga, tetapi suntikan investasi saya hanya sebatas untuk membeli pupuk, jasa traktor dan kebutuhan besar sawah lainnya.

Untuk hidup sehari-hari cara kreatif bapak saja sebagai petani adalah menanam sayuran seperti Genjer di selah-selah tanaman padi, di pinggir bahkan mengembil berapa meter dari bagian lahan sawah. Tujuannya ketika tanaman itu siap untuk dikonsumsi, bapak saya jual, dan hasilnya dapat menambal kebutuhan ekonomi sehari-hari. Dalam saya berinvestasi untuk kebutuhan sawah, tentu ada hitung-hitungannya, bapak saya adalah penghitung yang baik, diluar kepala berapa jumlah uang saya yang di edapkan dalam oprasional usahanya.

Sebagai bagian dari keluarga, saya memang tidak peduli berapa keuntungan dari saya berinvestasi dalam bisnis pertanian bapak saya. Selayaknya ide sosialisme dalam keluarga yang kami bangun, uang saya bisa utuh, bapak saya tetap produktif, itu saja sudah menjadi aset yang berharga dalam upaya mensejahterakan keluarga kami. Saya percaya bapak saya, jika ada laba pun tetap dinikmati bersama, seperti untuk memperbaiki rumah, membeli barang kebutuhan rumah tangga, tetap semua dinikmati untuk kemaslahatan hidup bersama dalam keluarga.

Meskipun keluarga petani," kita tidak membatasi semesta berpikir kami". Semboyan keluarga kami "ekonomi harus maju bersama" untuk itu mensiasati dalam jalannya ekonomi keluarga menjadi penting bagi kami. Hidup saling bahu-membahu untuk mengisi postnya dan menjalankan funginya masing-masing dalam keluarga.

Saya menilai sistem solislisme kolektif masyarakat umum maupun kalangan petani sebagai tandingan sistem kapitalisme yang dijalakan Indonesia sebagai sistem ekonomi negara saat ini memang sulit diwujudkan. Tetapi dalam realitanya masih memungkinkan jika sistem ini dibangun dari ranah ekonomi keluarga. Terbukti dengan sebegitu banyak problematika yang di jalani petani oleh gagapnya sistem kapitalis yang tidak mampu maupun belum mampu mensejahterakan petani. Dengan berbagai bantuan subsidi dari ranah keluarga sendiri dapat menjawab berbagai tantangan tersebut "bertarung dengan sistem kapitalisme".

Saya yakin jika sistem sosialis dari ranah keluarga sukses dijalankan, saya mengira bukan hanya petani yang dapat sejahtera. Semua profesi dapat sejahtera dengan berbagai tantangan ekonominya. Dalam hal ini memang yang sedang saya jalankan bersama keluarga saya adalah "membahas dalam konteks menjadi petani".

Singkatnya, "jika sistem sosialisme kuat dari dalam keluarga petani, dimana saling bahu-membahu mensubsidi kebutuhan ekonomi antar anggota keluarga guna mempertahankan hasil produksi sampai harga gabah tinggi dipasar, saya kira keluarga petani dapat sejahtera". Memperkuat ekonomi keluarga petani bukan hanya dapat mengakomodasi setiap biaya ketika masa tanam tiba.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun