Mohon tunggu...
Jose Hasibuan
Jose Hasibuan Mohon Tunggu... Guru - Seorang abdi bangsa

Tertarik pada dunia pendidikan, matematika finansial, life style, kehidupan sosial dan budaya. Sesekali menyoroti soal pemerintahan. Penikmat kuliner dan jalan-jalan. Senang nonton badminton dan bola voli.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

6 Literasi Dasar yang Harus Dikuasai Anak di Abad 21 dan Bagaimana Peran Orangtua

6 Oktober 2020   06:30 Diperbarui: 7 Oktober 2020   01:06 3760
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Diolah Pribadi

Abad 21 adalah era dimana informasi tersedia dengan sangat melimpah. Digitalisasi telah merambah hampir di seluruh aspek kehidupan, menyebabkan segala informasi bisa dengan mudah didapat dari mana saja dan kapan saja.

Anak-anak yang lahir di abad 21 adalah mereka yang sering disebut generasi platinum. Sebutan ini dipakai untuk menggambarkan bahwa anak-anak ini terlahir di era kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang sudah serba mewah.

Penyebutan generasi baru ini juga untuk membedakan mereka dari generasi sebelumnya yaitu generasi milenial yang lahir sebelum tahun 2000.

Anak-anak generasi abad 21 terlahir dari para orangtua milenial yang mulai melek teknologi di usia remaja akhir atau malah di usia dewasa. Maka tak jarang, para orangtua milenial terkadang dibuat berdecak kagum pada anak-anak generasi abad 21. Meski masih usia balita, mereka sudah sangat lincah menggunakan gadget dan sejenisnya.

Ilustrasi Diolah Pribadi
Ilustrasi Diolah Pribadi

Ini jugalah yang saya alami sebagai orangtua dari anak generasi abad 21. Rasanya, saya sudah sangat baik beradaptasi di era yang serba digital ini. Paling tidak itulah yang saya dengar dari orang-orang yang lebih tua dari saya menyoal kemampuan penguasaan saya terhadap teknologi.

Namun, ketika mengamati anak saya yang lahir di tahun 2015, dan di usianya sekarang yang baru melewati usia balita, justru saya merasa kagum dengan kecepatan mereka dalam menguasai teknologi informasi dan komunikasi.

Anak saya bukanlah kanak-kanak yang kecanduan gadget. Saya dan istri sepakat untuk membatasinya dalam berinteraksi dengan gadget.

Tetapi kami juga tidak membuatnya anti terhadap gadget. Membuatnya tertutup dari dunia gadget dan internet, sama saja membuatnya tidak hadir dan relevan sebagai generasi yang sesungguhnya. Begitulah paling tidak kesepakatan saya dan istri menyoal anak dan dunia gadget.

Di awal tahun pelajaran Juli lalu, kami sempat gamang memutuskan apakah akan mengirimnya bersekolah tahun ini di tengah pandemi covid-19 yang masih berlangsung.

Namun, dengan berbagai pertimbangan kami pun memutuskannya tetap lanjut sekolah PAUD dengan konsekuensi bahwa kami siap mendampinginya belajar secara full saat mengharuskan belajar daring.

Awalnya kami sempat ragu. Bagaimana mungkin anak yang masih usia dini ini belajar secara online melalui Zoom. Namun ternyata, apa yang kami khawatirkan tidak terjadi. Anak kami terlihat sangat bergairah setiap kali belajar dengan gurunya secara online melalui layar laptop.

Di awal-awal pembelajaran daring dengan menggunakan Zoom, istri saya selalu mendampingi dari jarak dekat, berperan sebagai operator teknis untuk mengoperasikan laptop yang digunakan.

Kini setelah berselang lebih 2 bulan, anak kami terlihat sudah sangat akrab dengan laptop yang dipakainya untuk belajar online. Bahkan setiap kali Zoom Meeting, ia tidak canggung lagi menggerakkan kursor melalui touchpad yang ada di laptop, padahal kami tidak pernah mengajarinya sebelumnya.

Inilah salah satu keunggulan anak-anak generasi abad 21. Cukup dengan mengamati, mereka lantas secara autodidik mempelajari dan mempraktikkannya secara mandiri.

Ia juga mengerti soal password. Karena laptop yang ia gunakan kami setting dengan password untuk bisa diakses, ia pun tahu dan hafal harus mengimpit kata sandi tersebut agar laptop tersebut bisa dioperasikan.

Inilah karakteristik unggul dari generasi platinum yang lahir di abad 21. Jika mereka dapat dibimbing dengan sedemikian rupa, maka bukan tidak mungkin kita akan menuai generasi unggul yang akan banyak berbicara dan berbuat dalam masa 20 tahun ke depan.

Salah satu pertanyaan yang sering terlintas dipikiran saya sebagai orangtua dari anak-anak generasi abad 21 adalah bagaimana seharusnya mendidik mereka di tengah banjirnya arus informasi saat ini?

Kemampuan literasi apakah yang harus anak miliki dan bagaimana seharusnya saya sebagai orangtua memfasilitasi anak untuk menguasainya?

Atas dasar pertanyaan-pertanyaan inilah kemudian saya menuliskan artikel ini. Untuk sekedar berbagi kepada semua orangtua yang saat ini sedang berjuang mendidik dan membesarkan anak-anak generasi abad 21.

Menurut saya, 6 literasi dasar yang digadang-gadang sebagai tuntutan di abad 21 perlu dipahami dengan baik oleh orangtua, dan selanjutnya bagaimana memfasilitasi mereka dalam menguasainya.

Ilustrasi Diolah Pribadi
Ilustrasi Diolah Pribadi

Ada 6 literasi dasar yang harus dikuasai anak di abad 21, yaitu literasi baca tulis, numerik, sains, digital, finansial, serta budaya dan kewargaan. Mari kita diskusikan keenam literasi ini satu per satu.

#1 Literasi Baca Tulis

Kemampuan baca tulis adalah literasi dasar yang wajib dimiliki oleh setiap anak saat ini. Miris rasanya jika ada anak usia sekolah belum melek huruf dan tak punya keterampilan dalam menulis.

Kami sudah mengenalkan pada literasi baca tulis sejak anak kami mulai fasih berbicara di usia 2 tahunan. Saat itu kami memperkenalkannya pada huruf abjad melalui lagu ABCD.

Tak butuh lama bagi anak kami melafalkan lagu ABCD ini. Lagu ini pun menjadi salah satu lagu favoritnya di usia itu. Di usia 3--4 tahun, ia pun sudah kami kenalkan dengan bentuk huruf-huruf yang ia nyanyikan itu.

Kini setelah ia memasuki sekolah PAUD, memori lagu ABC yang terekam di usia sebelumnya, menjadi modal kuat saat ia diperkenalkan pada kegiatan baca tulis di sekolah. Baru 2 bulan sekolah ini, ia mulai bisa membaca kalimat-kalimat pendek tanpa mengeja lebih dulu.

Karena sekolahnya adalah bilingual, gurunya pun mulai mengenalkan ejaan dalam bahasa Inggris. Awalnya saya sempat khawatir kalau-kalau terjadi distraksi pemahaman ejaan bahasa Indonesia karena dikenalkan english sejak dini.

Namun lagi-lagi kekhawatiran saya tidak terjadi. Justru ia bisa menempatkan kapan melafal dengan ejaan bahasa Indonesia dan kapan dengan english. Saya pun sampai pada kesimpulan, memang sebaiknya anak-anak generasi abad 21 ini diperkenalkan dengan bahasa Inggris sejak dini.

#2 Literasi Numerik

Kemampuan numerasi adalah kemampuan yang bisa diberikan sejalan dengan kegiatan literasi baca tulis. Sambil mengenalkan abjad, anak-anak juga bisa dikenalkan angka.

Di usia awal, anak dapat dikenalkan angka dasar 0--9 juga melalui lagu-lagu. Salah satunya melalui lagu "satu ditambah satu" yang akrab saat masa kecil kita dulu.

Saat menyanyikan lagu ini, orangtua bisa sambil memperagakan jumlah jari ketika lirik angka dinyanyikan. Kegiatan ini dapat menjadi literasi dasar numerik untuk mengenalkan konsep jumlah bilangan sambil bernyanyi.

Angka "1" sebenarnya hanyalah lambang bilangan. Namun memberi pemahaman sejak dini "1" itu apa menjadi kemampuan penting yang harus dimiliki oleh anak.

Mengenalkan literasi numerik kepada anak di usia dini tidak bisa bersifat abstrak, daya nalar mereka belum mampu untuk mencernanya. Karena itu mulailah dengan sesuatu yang konkret, misalnya berapa jumlah mata mereka dan dilanjutkan menyebutkan angka 2.

Anggota tubuh dapat dipakai sebagai media belajar untuk mengenalkan konsep abstrak angka melalui hal konkret yang bisa mereka lihat dan raba. Jika konsep matematis ini dapat dipahami, anak-anak tidak akan alergi dengan matematika di usia yang lebih tinggi nanti.

#3 Literasi Sains

Pemikiran saintis juga sangat diperlukan oleh anak-anak sejak usia dini. Mengenalkan mereka dengan ilmu alam (baca: sains), akan membuat kemampuan berpikir kritis mereka terbentuk.

Kemampuan berpikir kritis adalah salah satu dari 4 kecakapan hidup yang dibutuhkan di abad 21. Dan kemampuan ini bisa dilatih dengan kegiatan literasi sains.

Kegiatan literasi sains bukan berarti mengajak anak ke laboratorium. Secara sederhana, kegiatan ini bisa dilakukan dengan mengobservasi tumbuhan dan hewan yang mudah dijumpai sehari-hari di rumah.

Kreativitas orangtua dalam hal ini diperlukan untuk mengemasnya menjadi suatu pembelajaran yang menarik dan menimbulkan rasa ingin tahu dalam diri anak.

Orangtua bisa mengenalkan dunia tumbuhan dengan mengajak anak saat merawat tanaman hias di rumah. Misalnya saat ada tanaman di pot terlihat mulai layu, orangtua bisa menstimulus anak mengapa hal itu bisa terjadi.

Pertanyaan-pertanyaan stimulus ini akan membuat anak bernalar dan mengaitkannya dengan kebutuhan air. Kegiatan ini bisa berlanjut dengan mengamati anatomi tanaman, mengenalkannya dengan daun, batang dan akar, dan bagaimana tanaman bisa tetap segar setelah disiram air.

Atau ketika anak mengeluh soal digigit nyamuk. Orangtua bisa membuat sedikit pengamatan tentang nyamuk, menggali informasi terkait nyamuk hingga apa hal-hal buruk yang dapat disebabkan oleh nyamuk.

Sekali lagi, kreativitas orangtua akan menjadi penentu. Misalkan jika orangtua bisa menemukan fakta soal perbedaan anatomi nyamuk jantan dan betina, ini akan menjadi pembelajaran yang sangat menarik bagi anak. Atau saat mengungkap fakta hanya nyamuk betina yang mengisap darah manusia, juga akan membuat kemampuan bernalar anak makin berkembang.

#4 Literasi Finansial

Haruskah anak-anak dikenalkan dengan literasi keuangan sejak dini? Menurut saya "harus". Mengenalkan dunia keuangan tidak berarti mengajarkan ilmu ekonomi tingkat tinggi. Kita bisa memulainya dengan mengenalkan mata uang.

Kegiatan literasi finansial sebenarnya terkait erat dengan kemampuan numerik. Namun kemampuan ini lebih ke area penerapan numerik dalam aspek kehidupan sehari-hari.

Namun mengenalkannya anak pada literasi finansial tidak sebatas mengenal mata uang, bentuk, dan nilai nominalnya. Tetapi juga terkait perhitungan sederhana soal kegiatan jual beli.

Ketika anak mengetahui es krim favoritnya seharga Rp5.000, maka ia diharapkan dapat bernalar dengan uang Rp20.000, berapa es krim yang bisa dibelinya. Memahami hal ini akan sangat menolong anak bernalar dengan baik.

Selain itu, literasi finansial juga terkait bagaimana mengenalkan anak menabung sejak dini. Kami melatih anak kami punya celengan, dan dengan uang yang dikumpulkan hasil menabung di celengan itulah yang bisa ia gunakan untuk membeli barang yang diinginkannya.

Hal-hal sederhana ini bisa kita latih pada anak, tentunya dengan memberikan pembelajaran kepada mereka, apa dan mengapa hal itu penting dilakukan.

#5 Literasi Digital

Tak bisa dipungkiri, di era kemewahan teknologi saat ini kemampuan anak dalam berinteraksi dengan perangkat digital mutlak diperlukan. Tentu dengan catatan, pendampingan orangtua tak bisa ditawar-tawar.

Peran orangtua tidak hanya sebatas menolong mereka mengenal dan akrab dengan perangkat digital. Tetapi lebih dari itu bagaimana mereka mendapatkan manfaat dari kegiatan berinteraksi dengan teknologi itu sendiri.

Karenanya, saat berselancar di dunia maya, orangtua tidak boleh lengah supaya anak tidak mengakses hal-hal yang dapat merusak mental mereka. Jika kita siap memperkenalkan mereka dengan dunia digital, maka orangtua harus komitmen untuk mendampingi dan mengedukasi.

Orangtua dan anak bisa menggali berbagai informasi melalui literasi digital. Keterbatasan buku dapat diatasi dengan informasi yang tidak terbatas di dunia digital. Karena itu, mengajari mereka dengan dunia ini akan menolong mereka mengembangkan kemampuan dalam berpikir.

Jika perlu, orangtua bisa mengenalkan konsep robotik sederhana pada anak. Tentu saja ini dapat dilakukan jika anak-anak memiliki ketertarikan dalam hal ini.

Masa depan bisa dipastikan akan sangat terkoneksi dengan dunia digital. Keterampilan yang banyak dibutuhkan tidak lagi banyak yang bersifat fisik tetapi keterampilan berpikir tingkat tinggi dengan mengintegrasikan teknologi informasi dan komunikasi.

Tentu kita tidak berharap, anak-anak kita hanya menjadi penonton dan pengguna di masa depan. Tentu kita berharap mereka menjadi pelaku dengan berbagai kreativitas yang dapat mereka ciptakan.

Maka adalah hal wajar jika anak-anak sekarang banyak yang ingin jadi YouTuber atau atlet e-sport. Bagi mereka internet adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan mereka. Berkreasi melalui internet adalah impian yang relevan bagi mereka.

Soal cita-cita ini, tentu kita bisa mengarahkan dengan baik tanpa bersikap antipati. Karena itu, tugas kitalah membimbing mereka untuk mendapatkan manfaat dari internet dan dunia digital bagi masa depan mereka.

#6 Literasi Budaya dan Kewargaan

Literasi ini tidak bisa kita abaikan dalam konteks membangun bersama masa depan negara kita. Tentu saja kita tidak mau, anak-anak unggul Indonesia yang lahir di abad 21 adalah mereka-mereka yang tidak mengenal budaya negerinya dengan baik.

Pengenalan dan kecintaan akan budaya negeri, akan mendorong mereka berpikir kreatif bagaimana memajukan negara sebagai sebuah bangsa yang berbudaya.

Sebaliknya, tidak mengenal dan mencintai negeri ini, tidak akan membuat mereka mengerti, mengapa mereka terlahir sebagai bagian dari bangsa ini dan bagaimana bisa menjadi berkat bagi bangsa.

Adalah hal yang patut disayangkan, jika anak-anak unggul bangsa ini lantas memilih tinggal di luar negeri dan menyumbangkan pemikiran emas mereka pada kemajuan bangsa lain.

Karena itu, tanggung jawab kitalah sebagai orangtua mengenalkan kekayaan budaya bangsa dan melatih mereka untuk cinta dan bangga terhadap budaya negeri.

Hal sederhana yang dapat dilakukan adalah mengenalkan mereka dengan batik. Atau mengajari mereka budaya gotong royong bersama di rumah. Juga soal santun bertegur sapa dengan orang yang lebih tua.

Saat peringatan hari kemerdekaan 17 Agustus, orangtua juga bisa mengenalkan soal bendera sebagai lambang negara dan bagaimana peran pahlawan memperjuangkan kemerdekaan. Ini akan menjadi nilai-nilai hidup yang baik bagi mereka ketika dewasa kelak.

Jika pemahaman ini bisa mereka dapatkan dengan baik sejak dini, anak akan bangga menjadi bagian dari anak-anak Indonesia yang berbudaya dan mencintai negeri. Dan impian kita membangun bangsa yang maju bukan sekadar impian dengan kehadiran mereka kelak di tengah-tengah masyarakat, bangsa dan negara.

Mari bersama-sama, belajar menjadi orangtua yang mengenalkan 6 literasi dasar yang harus dikuasai anak di abad 21.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun