Mohon tunggu...
Ita Siregar
Ita Siregar Mohon Tunggu... Administrasi - Pengarang. Pemetik cerita. Tinggal di Balige.

Merindu langit dan bumi yang baru.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Teologi Kecemasan: Jalan Merengkuh Keutuhan?

26 April 2024   06:31 Diperbarui: 26 April 2024   06:54 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Perjanjian Lama mengontraskan "kecemasan orang fasik" dan "kecemasan orang baik". Kecemasan orang fasik tidak aman (insecure) pada obyek yang ganjil, bahkan imajiner. Allah berpesan, "Jangan takut." Perkataan ini lebih sebuah perintah. Bukan hiburan. Perintah jangan takut satu paket dengan Perjanjian Allah.

Alasan yang mendasari umat Allah dilarang takut adalah Perjanjian Allah. Allah mengimanenkan diri-Nya melalui Perjanjian. Ketakutan yang imajiner tidak dihilangkan tetapi dialihkan pada takut akan Allah (Yesaya 8:12-13), melalui hukum-hukum-Nya.

Dalam kerangka ini kita memahami "kecemasan orang baik". Mereka yang taat pada hukum Allah pun mengalami masa-masa ragu, takut pada lawan lebih besar, pada ketidakjelasan sebab penderitaan yang dialami. Kecemasan kudus mendorong seseorang untuk berseru memohon belas kasihan Allah.

Pada Perjanjian Baru, makna kecemasan dipertajam. Balthasar menyebutnya sebagai kecemasan Sang Penebus (anxiety of The Redeemer). Sebegitu penting kita (manusia) dan dunia bagi-Nya, maka Sang Putra mengambil rupa manusia, dan sepanjang hidup merasakan kecemasan dalam berbagai ratap-tangis dan keluh (Ibrani 5:7).

Bila kecemasan orang fasik dan kecemasan orang kudus membuat manusia sama-sama takut (baca: ingin menghindari) bertatap langsung dengan Allah sebagai kengerian tertinggi, maka Sang Anak Manusia sudah menghadapinya dengan langsung meminum cawan murka Allah.

Peristiwa salib mengubah drastis makna kecemasan. Dalam Kristus, kecemasan tidak lagi dinilai sebagai ekspresi keberjarakan kita dengan Allah. Sebaliknya, kecemasan mengambil bagian dalam penderitaan dan kecemasan Yesus. Dengan kesadaran bahwa kita dicintai sepenuh-penuhnya oleh Allah, insecurity digantikan ketenangan bahwa kita dibenarkan sekalipun nurani merongrong (1 Yoh 3:19-21).

Menurut Balthasar, mereka yang hidup dalam karya penebusan Kristus akan mengalami reorientasi kecemasan. Kecemasan yang tadinya berputar-putar pada diri sendiri, menutup diri, dan membuat imaji ketakutan, menjadi terarah ke luar. Ia menyebutnya kecemasan yang ditanggung (anxiety that is borne). Arti lainnya, kecemasan seorang Kristen selalu komunal sifatnya.

Kita memandang pernyataan ini dalam beberapa arti. Komunitas berperan sebagai tempat berbagi beban kecemasan atau kecemasan struktural. Bahwa kecemasan bukan masalah individual yang solusinya dikembalikan ke penderita. Namun sebagai kecemasan yang bersolidaritas.

September 2018

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun