Mohon tunggu...
H. H. Sunliensyar
H. H. Sunliensyar Mohon Tunggu... Penulis - Kerani Amatiran

Toekang tjari serpihan masa laloe dan segala hal jang t'lah oesang, baik jang terpendam di bawah tanah mahoepun jang tampak di moeka boemi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Beduk Kuno di Kerinci, Suaranya Bukanlah Penanda Waktu Salat dan Berbuka Puasa

8 Mei 2020   11:49 Diperbarui: 25 Mei 2022   22:29 2421
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tabuh Aga dusun Kemantan Darat (Sumber: BPCB Jambi)

Bagian lubang yang lebih kecil di sisi yang lain, dibiarkan terbuka sebagai tempat keluarnya udara. Sisi tersebut diukir menggunakan motif-motif hias khas Kerinci untuk menambah nilai estetikanya.

Bentuk yang khas ini, membuat tabuh yang ada di Kerinci menghasilkan suara yang khas. Bunyi getaran dihasilkan oleh pukulan kulit kambing yang elastis. Getaran tersebut diteruskan oleh udara melalui rangka beduk yang panjang dan keluar melalui celah kecil di ujungnya.

Proses ini menghasilkan suara gema yang lebih nyaring dan menggelegar. Maka tak salah, beduk-beduk ini dinamai dengan nama sesuai dengan bunyi khas yang dihasilkannya seperti Tabuh Sigegar Bumi, Tabuh Sigentar Alam, Tabuh Aga dan lain sebagainya.

Tabuh tidak diletakkan di dalam atau di sebelah tempat ibadah. Akan tetapi, diletakkan di tengah-tengah perkampungan di dalam bangunan khusus. Tak jauh dari bangunan tersebut, terdapat bangunan rumah adat yang disebut sebagai umah gedang.

Umah Gedang ini difungsikan sebagai tempat bermusyawarah bagi para pemangku adat dan tetua suku yang menghuni perkampungan tersebut. Ada pula tabuh yang tidak ditempatkan di dalam bangunan khusus tetapi diletakkan di atas loteng atau plafon umah gedang.

Tabuh ini tidak boleh dibunyikan secara sembarangan. Pemukulannya harus seizin dari pemangku adat atau tetua suku yang mendiami perkampungan, salah-salah orang yang membunyikan tabuh ini bisa dikenai sanksi atau denda. Oleh karena itu, tabuh ini sering disebut juga sebagai "tabuh larangan". Artinya terlarang dibunyikan tanpa seizin pemangku adat.

Tujuan tabuh dibunyikan adalah untuk mengumpulkan masyarakat atau para tetua adat ke rumah gedang apabila suatu peristiwa penting sedang dilangsungkan. Seperti pelaksanaan musyarawarah besar, gotong royong atau pada saat pesta adat seperti kenduri sko dan kenduri ajun arah. 

Bunyi tabuh juga menjadi penanda adanya seseorang yang baru dilantik sebagai pemangku adat yang baru serta masuknya Bulan Puasa dan Hari Raya. Untuk kasus seperti ini, tabuh dibunyikan dengan suara rendah terlebih dahulu kemudian diulang tiga kali dengan suara yang lebih tinggi.

Selain itu, tabuh juga berfungsi untuk memberitahukan kepada masyarakat tentang adanya bahaya seperti bencana kebakaran, gempa bumi dan peperangan. Untuk kasus ini, tabuh dipukul secara bertalu-talu dalam waktu yang lebih lama.

Tiap dusun adat di Kerinci, umumnya memiliki tabuh larangan yang diletakkan di tengah perkampungan. Sayangnya saat ini, hanya sedikit saja yang masih tersisa dan itupun dalam kondisi yang memprihatinkan.

Banyak di antaranya yang telah mengalami pelapukan di bagian rangka kayu hingga robek di bagian bidang pukul. Dusun-dusun yang masih memiliki tabuh berukuran raksasa dan masih dapat dilihat hingga sekarang, di antaranya: 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun