Mohon tunggu...
Giens
Giens Mohon Tunggu... Penulis - freelancer

I like reading, thinking, and writing.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Wayang Mbeling: Rajasa Muda vs Joyokotwing

24 Juli 2014   14:07 Diperbarui: 13 September 2015   19:11 446
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Lucunya, tak satupun tokoh yang dirasa cocok sebagai calon patih bagi Prabukusumo. Di samping merasa tak butuh, Prabukusumo juga tak terbiasa dibantah siapapun. Keberadaan patih hanya akan merepotkan pengambilan keputusan, mungkin demikian pikirnya. Namun, syarat adanya calon patih bersifat mutlak. Mau tak mau, Prabukusumo harus menentukan pilihan. Saat anak buahnya menyodorkan nama-nama tokoh, Prabukusumo tersentak membaca sederet nama yang tak asing baginya, nama yang mengingatkannya pada gelar Raden Wijaya idolanya dari masa lalu, yaitu: RAJASA! Dengan gemetar penuh perasaan, dia katakan pada anak buahnya bahwa tokoh itulah yang dipilihnya.

"Menohok kawan seiring... menohok kawan seiring".. kata-kata itu selalu terngiang di benak Prabukusumo. Itu strategi spesialis Raden Wijaya alias Sri Rajasa. Prabukusumo yakin bahwa ia memang membutuhkan strategi itu. Selama ini ia membangun basis pengikut tanpa pilih-pilih. Semua yang datang menawarkan diri langsung diterimanya. Prabukusumo tahu bahwa sebagian kecil sekutunya itu bukan golongan baik-baik, tapi penting perannya dalam mennggapai tahta. Golongan yang bukan golongan baik-baik itulah nantinya yang akan dihadiahinya taktik 'menohok kawan seiring' ala Raden Wijaya setelah tahta berhasil digapainya. Taktik itu sudah dihapalnya. Jadi, calon patih yang namanya kebetulan mengingatkannya pada gelar Raden Wijaya itu hanya diabutuhkan untuk mengingatkannya pada strategi-strategi brilian pasca runtuhnya Kerajaan Singasari.

Hingga batas itu, Prabukusumo makin mantap dan yakin bahwa ia memang berada di jalur tahta. Apalagi setelah ia tanpa sengaja berpikir bahwa jabatan Jayakatwang yang Bupati di zaman dulu itu dapat dianalogikan dengan jabatan Walikota di masa kini, jabatan yang pernah disandang rivalnya dalam ajang kontes calon raja sebelum mengalahkan seorang gubernur bernama Bukusumo dan menggantikannya. Prabukusumo menganggap gubernur yang kalah itu sebagai seniornya berdasarkan nama. Gubernur itu bernama Bukusumo, sementara namanya sendiri masih diawali Pra. Kalau di masa lalu, bisa saja gubernur itu dianalogikan sebagai mertua Raden Wijaya di Singasari.

Dengan berbagai kebetulan yang aneh itu, Prabukusumo makin yakin akan takdirnya sebagai raja. Secara spiritual pun ia meyakini bahwa wahyu keprabon ada pada dirinya. Rivalnya yang secara kebetulan yang aneh dianalogikannya sebagai Jayakatwang itu nantinya pasti akan dikalahkannya. Yang diperlukan sekarang hanya sekumpulan wadyabala bermata sipit sebagai representasi prajurit Tartar di masa lalu. Prabukusumo benar-benar detail menyusun skenarionya. Semua kejadian harus mengacu pada sejarah Raden Wijaya alias Sri Rajasa di awal berdirinya Majapahit.

Semula semua taktik berjalan mulus. Dari taktik propaganda negatif untuk mengajak rakyat memusuhi rivalnya hingga membelokkan arus dendam berlaksa insan pada rivalnya seorang. Dengan strategi itu Prabukusumo berharap rivalnya akan banyak kehilangan energi dan dukungan sebelum benar-benar berhadapan dengannya di ajang kontes calon raja. Memang, yang dipakainya itu strategi perang.

Namun, sepandai-pandainya tupai melompat, sekali-sekali gagal juga. Begitulah dengan strategi Prabukusumo. Susunan skenario yang secara teknis dan magis diarahkannya semirip mungkin dengan pengalaman hidup Sri Rajasa itu menyisakan celah yang tidak terpikirkan sebelumnya, dan celah itulah biang kegagalannya meraih tahta. Dengan berbagai kecocokan dengan skenario sejarah, Prabukusumo dengan mantab menganalogikan rivalnya sebagai Jayakatwang yang akan dipecundanginya dengan bantuan para sekutunya. Prabukusumo lupa bahwa masalah nama itu penting artinya dalam perhitungan taktik. Prabukusumo tak sadar bahwa ia membenturkan taktik Raden Wijaya alias Sri RAJASA bukan dengan Jayakatwang, melainkan dengan JOyoKOtWIng.

Raden Wijaya memang menang melawan Jayakatwang, tapi melawan Joyokotwing?  NO WAY! Belum ada sejarahnya Joyokotwing kalah. Joyokotwing itu Jayakatwang yang sudah menjadi super saiyan. Kalau menurut versi sejarah Majapahit, yang nyata justru Sri RAJASA. Prabukusumonya tak ada. Makanya bisa mendadak raib moksa kapan saja dalam cerita karena sikap kenegarawanannya. Ah, namanya saja wayang mbeling, boleh dong raja baru Ailenbitwin disebut JOyoKOtWIng.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun