Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Mengapa Orang Asing Suka Mandi Matahari?

22 Maret 2020   16:36 Diperbarui: 25 Maret 2020   11:22 3966
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nemu surga dunia | Dokumentasi Gana

Dunia milik kita berdua, honey| Dokumentasi Gana
Dunia milik kita berdua, honey| Dokumentasi Gana
Mengapa Ascona layaknya magnet? Lihatlah ikon seperti danau, gereja tua, pulau kecil di tengah danau, promenade, tempat shopping, wisata kuliner dan entah apalagi yang sudah kami jelajahi. 

Berada di sana, kami merasa menemukan surga dunia. Tempat yang relatif mahal, menguras kocek semaunya tetapi tetap saja mempesona. Gambarannya, satu bola es krim saja sama dengan 3 euro atau hampir 50 ribu rupiah.

Dari semua kesan wow di sana, jatah lintasan mataharinya luar biasa. Untuk merasakan kehangatan temperatur udara, nggak perlu terbang ke Indonesia. 

Ke Ascona saja sudah cukup. Hanya butuh 4 jam ke sana. Indonesia? Setidaknya 16 jam duduk di bangku pesawat dan pantat seakan-akan menipis pelan tapi pasti.

Enjoy di taman| Dokumentasi Gana
Enjoy di taman| Dokumentasi Gana
Berjemur di Bawah Matahari Itu Sesuatu
Eh, hangat? Di musim dingin, Ascona tetap lebih hangat dari Jerman. Pada suatu hari Minggu, kami lihat catatan temperatur udara di Ascona 17 derajat C, Tuttlingen 8 derajat C. Alamaaaaakkkk. 

Bulu kuduk saya sempat berdiri membayangkan ademnya tempat saya ngenger. Brrrrrr, tarikkk selimutttt, nih yeee.

Saya beruntung, ada di Ascona waktu itu. Berada di balkon yang menghadap matahari dan jajaran pegunungan, kepala saya mengangguk. Nggak heran jika kehangatannya membuat pohon palem menjulang tinggi, layaknya di Los Angeles. 

Sinar matahari datang menjemput| Dokumentasi Gana
Sinar matahari datang menjemput| Dokumentasi Gana
Sinar sang surya mampu memijat sekujur tubuh supaya kembali fit saat didera flu. "Uhuk-uhuk", waktu itu saya sudah batuk kering, dada sakit dan kepala seperti dibebani batu kali, meski virus corona belum heboh seperti sekarang ini.

"Ah, saya memang kurang matahari," bisik saya, lalu memejamkan mata dan berbaring di atas matras kuning yang saya gelar di lantai balkon. Kursi malas bisa saja cemburu melihat saya nggak niat memilihnya.

Hmmm, nikmatnya berjemur matahari, meski baju tetap komplit, bukan baju yang kurang bahan. Ah, jadi ingat orang asing yang suka berjemur di Bali atau di pantai-pantai indah Indonesia lainnya. 

Dahulu sebelum tinggal di Jerman, keheranan itu selalu terngiang-ngiang di telinga. "Apa mereka nggak takut kena kanker kulit?", "Apa nggak cemas kulitnya gosong?", "Apa nggak kepanasan?" dan 1001 pertanyaan yang mewakili keheranan di dalam kepala. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun