Mohon tunggu...
Mohammad Fajar
Mohammad Fajar Mohon Tunggu... Guru - Try to learn

Baik Hati

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menjadi TKW atau Menjadi Pelacur

23 April 2019   12:36 Diperbarui: 23 April 2019   12:50 357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Berdasarkan informasi yang saya peroleh, memang tidak semua TKW berlaku seperti itu, tapi tidak sedikit biro TKW yang terlibat dalam sindikat jaringan internasional (entah itu dengan background freemason, ilumminati) yang berfokus pada "soft" human-trafficking tersebut (perdagangan manusia sebagai budak belian di masa moderen). Para agen-agen nakal tersebut memang sudah memberitahukan ke calon TKW yang mereka salurkan bahwa nanti pada majikan yang menjadi tujuan, mereka harus bersedia dijadikan sebagai pemuas nafsu. Pembaca pasti sudah sering melihat di situs-situs semacam youtube, di mana para TKW banyak yang terlibat kencan dengan pria-pria Bangla (dari Bangladesh) yang berprofesi sebagai tenaga kerja kasar seperti mereka (baik itu supir, kuli bangunan, penjaga toko, dan lain-lain). 

Logika yang perlu pembaca pahami adalah, jika pria-pria Bangla itu saja bisa menjadikan mereka sebagai wanita  pemuas nafsu, sementara status mereka sama-sama sebagai pencari kerja, nah bagaimana halnya lagi dengan si majikan yang sudah jelas-jelas memberikan mereka sumber penghidupan sehari-hari selama berada di negeri orang? Atau jika pembaca masih belum percaya, yang jadi pertanyaan kemudian adalah, kenapa majikan para TKW tersebut membiarkan orang-orang yang tinggal di dalam rumah mereka untuk berbuat tidak senonoh dengan para pria Bangla tersebut?

Jadi ketimbang hanya si majikan yang bisa menikmati kemolekan tubuh mereka, secara ego mereka akan beranggapan bahwa bukankah lebih baik jika membaginya dengan orang lain. Kata kasarnya menghilangkan kebosanan sambil mencoba hal-hal baru. Seperti laki-laki yang tidak puas jika hanya beristrikan seorang wanita, maka begitu juga dengan para TKW tadi, mereka tak mau kalah mengumpulkan sebanyak mungkin pria Bangla untuk diajak kencan, merasakan sebanyak mungkin aneka ragam penis yang ada di pasaran. 

Jadi jika di hari kerja mereka harus memuaskan nafsu majikan, maka di hari libur mereka nyambi menjadi pelacur di luar yakni dijual oleh germo-germo yang tidak lain masih kaki tangan dari agen penyalur TKW tersebut. Merekalah yang menghubungi pria-pria hidung belang yang kebanyakan berprofesi sebagai sopir atau kuli bangunan. Dan transaksi seksual tersebut dilakukan di warung-warung makan yang menjadi tempat kumpul mereka. Bisa juga aktifitasnya dilakukan di kos-kosan teman yang sudah jadi pelarian (baca: lari dari majikan).

Bukan hal yang sulit untuk menjadi agen penyalur TKW. Yang kita perlukan adalah koneksi yang mantap. Kita tinggal mengurus visa, paspor dan dokumen-dokumen penunjang dari TKW yang bersangkutan dan selanjutnya tinggal menghubungi si pemesan tentang tidak cocoknya TKW yang akan bekerja di situ. Di sinilah peran sindikatnya, di mana orang-orang yang terlibat di dalamnya umumnya orang-orang yang sudah lama berdiam di negera-negara timur tengah sehingga sudah memiliki suami atau isteri di sana. 

Jadi ketika mereka melihat adanya kebutuhan terhadap wanita pemuas nafsu yang sulit dicari di negeri Arab karena tradisi yang mengekang, mereka kemudian melihat situasi di tanah air di mana kondisi sosio kultural yang lebih permisif membuat tipe-tipe wanita seperti itu sangat mungkin diadakan. Hal ini sangat mirip dengan perdangan rempah-rempah di masa lampau, yakni ketika negara-negara Eropa yang sangat butuh dengan komoditas penyedap masakan semisal pala, cengkeh, dan lain-lain harus jauh-jauh datang mencari ke Indonesia karena komoditas tersebut tidak mungkin diadakan di negeri mereka. Biasanya para TKW akan diberi kontrak selama 2 setengah tahun. 

Jika mereka merasa cocok dengan majikan yang ditinggalinya, maka kontraknya bisa diperpanjang. Sebagai wanita para TKW tentu tidak bisa lepas dari naluri kewanitaannya. Mereka pasti punya libido, sehingga ketika nanti di kampung orang saat jauh dari suami yang biasa menemani mereka, mereka pasti akan berfikir keras dalam urusan pemenuhan libido tersebut. Siapa yang akan memuaskan hasrat kemanusiaan mereka? Seperti yang pembaca liat sendiri di youtube umumnya TKW itu akan pergi ke pada pria-pria Bangla yang dikenal memiliki penis yang besar yang merupakan idaman siapapun wanita. Tapi yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah apakah mereka harus keluar rumah tiap hari untuk menemui para pria Bangla tersebut tanpa mendapatkan protes dari si majikan?

Beberapa sumber yang saya tanyai mengatakan bahwa biasanya TKW itu diberi keleluasaan dari si majikan untuk keluar rumah sekali dalam seminggu. Dan ini biasanya yang digunakan oleh para TKW dalam memenuhi hasrat seksualnya untuk menemui pria-pria Bangla tersebut. Namun bagaimana dengan hari-hari lainnya? Apakah para TKW ini berpuasa? Bukankah jauh lebih baik jika kita melakukan hubungan seksual setiap hari?  Ini tentu adalah pertanyaan yang bisa dijawab oleh pembaca sendiri.

Jika bernasib baik para TKW akan mendapatkan majikan yang mampu memuaskan libido mereka dan ini menjadi alasan bagi mereka untuk memperpanjang kontraknya berkali-kali hingga puluhan tahun dengan majikan yang sama. Sementara jika bernasib kurang beruntung, mereka akan mendapatkan majikan yang sama sekali tidak memuaskan, dan ketika masa kontrak dua setengah tahun itu terlewati, mereka lantas memutuskannya untuk mencari majikan yang baru.

Sebagian pembaca pasti protes dengan mengatakan bahwa jika TKW tersebut benar dijadikan pemuas nafsu, lantas apakah mereka nanti tidak takut hamil? Atau kalimat sejenis semisal, jika para TKW tersebut dijadikan pemuas nafsu, sudah pastilah mereka hamil dan menanggung malu? Bukti bahwa jarang terjadinya kasus para TKW yang pulang hamil, menandakan bahwa apa yang saya utarakan sebelumnya tidak benar? Saya hanya bisa memberikan sedikit gambaran kepada pembaca bahwa saat ini penyebaran penyakit kelamin semacam sipilis dan HIV sudah begitu merebak bahkan di pedesaan. 

Sudah bukan hal yang aneh bahwa dalam suatu komunitas di kampung-kampung banyak pemudanya yang berbadan kurus dengan sangat mencolok, padahal untuk dikatakan menderita gizi buruk mereka sama sekali tidak mungkin. Sekarang saja program pemerintah berupa dana desa bisa mencapai miliaran rupiah tiap tahunnya, lantas bagaimana mungkin dalam suatu kampung ada begitu banyak pemuda yang kekurusan akibat kurang gizi? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun