Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Dongeng Pilihan

Wayang Pagi | Lesmana, Pangeran yang Diragukan

17 Maret 2018   05:32 Diperbarui: 17 Maret 2018   07:38 1632
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: AlbumWayangIndonesia-Blogspot


Usai melahirkan Banowati terlihat gelisah, tidak tenang. Apa sebab? Wajah bayinya itu. Ia sama sekali tidak mirip Prabu Duryodana, suaminya. Wajah bayi itu lebih mirip Arjuna. Bersih dan tampan.

Sejenak Banowati tertegun. Bagaimana jika Prabu Duryodana sampai mengetahui hal ini? Bisa celaka. Hubungan terlarang antara ia dan Arjuna yang selama ini disembunyikan bisa jadi akan terbongkar. Skandal yang selama ini tidak seorang pun tahu, terancam terdeteksi.

Hastinapura pasti akan geger.

Semua gara-gara wajah bayi rupawan itu.

Banowati pun segera memutar otak, berpikir keras. Ia harus segera mencari cara sebelum Prabu Duryodana hadir mengunjunginya di Puri Ayu Kaputren.

"Kangmas Arjuna. Beri aku saran. Apa yang harus kulakukan? Bayi yang baru saja kulahirkan ternyata sangat mirip denganmu," Banowati memberi kabar kepada Arjuna melalui surat yang diantar langsung oleh merpati pos milik kerajaan. Dan Arjuna usai membaca surat dari kekasih gelapnya itu mendadak kepalanya pusing tujuh keliling.

"Dinda Dewi Banowati. Aku tidak tahu harus berbuat apa. Aku juga tidak tahu harus bagaimana memperlakukan bayimu. Tapi kusarankan temui Bathari Durga. Semoga raseksi itu bisa menolongmu," Arjuna mengirim surat balasan.

Banowati segera melaksanakan saran yang disampaikan oleh Arjuna. Ia pun mengutus seorang Nyai emban untuk menjemput Bathari Durga di kediamannya, yakni di Puri Gandamayu. 

Bathari Durga---raseksi yang hatinya pernah terluka itu menyambut kedatangan Nyai emban. Ia menerima pesan penting dari Banowati. Saat itu juga raseksi jelmaan Dewi Uma itu bergegas mengikuti utusan Banowati menuju Kaputren Hastinapura.

"Hamba bisa dengan mudah mengubah wajah bayi yang tampan ini, Tuan Putri. Tapi...ada syaratnya," Bathari Durga membisikkan sesuatu di telinga Banowati. Karena merasa takut terhadap suaminya yang sebentar lagi akan datang berkunjung, Banowati tanpa pikir panjang menyanggupi syarat yang diajukan oleh Bathari Durga itu. 

Syarat sudah disepakati. Bathari Durga pun memenuhi janjinya. Jemari tangannya yang besar-besar semirip buah pisang segera mengusap wajah bayi mungil yang tertidur pulas di pangkuan Banowati. Seketika bayi yang semula berwajah tampan itu malih rupa menjadi amat mirip Prabu Duryodana. Tubuhnya montok, kekar dan berbulu. Sekitar wajahnya juga ditumbuhi kumis dan jambang.

Banowati pun menarik napas lega.

***

Sebagai ayah baru, Prabu Duryodana amat bangga dan gembira ketika melihat bayi dalam gendongan Banowati. Berulang kali raja Hastinapura itu berdecak kagum. Ia seperti melihat kloningan dirinya sendiri pada diri putra pertamanya itu.

"Kuberi nama ia Lesmana Mandrakumara. Bocah ini kelak akan menggantikan diriku, Diajeng. Ia akan tumbuh gagah perkasa sepertiku. Ia akan menjadi ahli perang handal yang sangat ditakuti lawan dan disegani kawan," Prabu Duryodana bertutur girang. Banowati menanggapi kata-kata suaminya dengan seulas senyum.

Tahun terus bergulir. Bayi Lesmana Mandrakumara pun tumbuh selayak bayi-bayi yang lain. 

Tapi ada yang janggal dari tumbuh kembang bocah yang digadang-gadang kelak akan menjadi putra mahkota kerajaan Hastinapura itu. Lesmana Mandrakumara ternyata tumbuh menjadi bocah penakut. Bersuara cempreng. Gerak geriknya lamban dan cenderung kemayu.

Tentu saja hal itu menjadikan Prabu Duryodana kecewa sekaligus mulai menaruh curiga.

"Dinda Dewi Banowati. Mengapa putramu tidak gagah dan perkasa sepertiku? Ia cenderung lembut. Mengingatkanku pada sepupu kita. Penengah Pandawa."

"Maksud Kangmas? Ia lebih mirip Arjuna, begitu?" Banowati memicingkan sebelah matanya. Prabu Duryodana mengangguk.

"Tidak Kangmas Prabu. Tidak! Arjuna itu lelaki tulen. Aku sudah berkali merasakan kehebatannya di tempat tidur!" ups! Banowati. Tanpa sadar ia   keprucut  bicara.

"Apaaaaaa....?!" mendengar pengakuan Banowati sontak Prabu Duryodana naik pitam. Dengan geram penguasa Hastinapura itu berlalu meninggalkan Puri Ayu Kaputren.

Akan halnya Banowati. Ia sangat menyesal telah keceplosan bicara. Skandal yang selama ini tersimpan rapi, akibat kelalaiannya tanpa sengaja telah dibongkarnya sendiri.

Banowati menatap kepergian Prabu Duryodana dengan pandang sedih.

Sementara itu di Taman Sari Kaputren, tak jauh dari bilik istirahat Banowati, seekor tupai atau yang biasa disebut  bajing, tengah berlompatan ke sana ke mari. Tupai itu berpindah dari satu pohon ke pohon lain. Gerakannya sangat gesit dan lincah. 

"Tidak ada yang bisa mengalahkan aku bukan?" si  bajing  berseru pongah kepada seekor katak yang terpekur di balik rerumputan. Katak itu tidak menyahut. Matanya sudah mengantuk berat. 

Baru saja sang katak memejam mata, tiba-tiba terdengar bunyi bergedebum. Kembali katak membuka matanya. Dilihatnya tupai yang baru saja bicara padanya terjerembab jatuh di tanah.

Merasa tidurnya terganggu, sembari menguap lebar sang katak pun berdendang, "Sepandai-pandai tupai melompat, akhirnya jatuh juga. Sepintar-pintar manusia menyimpan keburukan, akhirnya terbongkar juga."

Blaam!

Banowati membanting pintu kamarnya keras-keras.

***

Malang, 17 Maret 2018

Lilik Fatimah Azzahra

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun