Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Jabatan Fungsional (Tak) Seindah Warna Aslinya

16 Juni 2020   20:28 Diperbarui: 18 Juni 2020   12:48 6129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ASN Sedang Upacara (Sumber: tirto.id/antaranews)

Di sisi lain Presiden Jokowi berupaya memangkas birokrasi dengan merampingkan struktur dan memperbanyak jabatan fungsional untuk memotong birokrasi sekaligus efisiensi anggaran. 

Sayangnya aturan penilaian jabatan fungsional serta rumpun jabatannya masih mengacu pada peraturan lama yang ribet bin njelimet. Padahal di satu kementerian besar saja jabatan fungsionalnya bisa puluhan ribu lebih jumlahnya akibat perampingan tersebut. 

Lalu bagaimana nasib pekerjaan yang belum ada rumpun jabatan fungsionalnya? Apakah harus menumpang pada rumpun jabatan yang ada atau harus buat baru yang tentu harus dibahas lagi berbulan-bulan sebelum jadi peraturan.

Kebayang kalau sistem penilaiannya masih menggunakan aturan lama, sampai hari kiamat bisa jadi angka kredit yang dibutuhkan ga bakalan terpenuhi. 

Apalagi buat pegawai yang terbiasa santai di jabatan struktural, tiba-tiba harus bikin laporan tiap hari demi memenuhi tuntutan kenaikan pangkat dan batas penilaian kinerja minimal. 

Kemudian jumlah kegiatan juga harus ditambah bahkan diada-adakan demi memenuhi tuntutan angka kredit. Niat untuk penghematan malah jadi boros karena harus mengadakan kegiatan dadakan serta kebutuhan ATK meningkat seperti kertas dan tinta karena banyaknya laporan yang harus dibuat.

Belum lagi dengan sumberdaya tim penilai yang terbatas bila tidak ditambah jumlahnya. Sementara berkas yang diperiksa jumlahnya puluhan ribu rim dari ribuan orang yang mengajukan kenaikan pangkat atau penilaian kinerja. Sudah susah-susah mengais-kais angka kredit, lama pula antrian verifikasinya, sudah itu ditolak pula, malang nian nasibmu nak.

Itulah kalau setiap perintah Presiden selaku pimpinan tertinggi tidak dijabarkan secara terstruktur dan sistematis, akhirnya asal dikerjakan saja dulu, yang penting ada wujudnya. 

Daripada menunggu aturan baru yang lama lagi pembahasannya, lebih baik jalan dulu saja. Perkara nanti ada masalah bisa diperbaiki sambil jalan sekaligus menyusun aturan baru yang entah kapan disusunnya, apalagi terealisasi, keburu sudah ganti presiden.

Ujung-ujungnya jalan pintaslah yang diambil. Daripada repot menyusun laporan, mending sewa konsultan atau tenaga ahli untuk menyusunnya. Pegawai tinggal duduk manis terima beres, sementara laporan dikerjakan pihak lain tersebut. Akhirnya niat untuk memberdayakan ASN jadi tampak sia-sia karena masih njelimetnya aturan yang ada.

Oleh karena itu, hendaknya perampingan juga diikuti dengan peraturan yang memudahkan pengumpulan angka kredit berikut alur verifikasinya agar tidak macet di tengah jalan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun