Karena itu, Pemerintah harus memerhatikan lebih detail lagi mengenai jaminan dan kepastian bagi para pekerja yang mengikuti Tapera. Kasihan ya, kalau sampai ada ASN yang pensiun tapi tidak bisa mendapat rumah karena mekanisme yang berbelit dan tidak terincikan.
Pertanyaan dasarnya, apakah Tapera bisa mencarikan atau menyediakan rumah yang layak bagi para pekerja atau pensiunan yang berada di daerah terdepan, terpencil, dan tertinggal (3T) seperti di daerah saya NTT, atau di Papua dan Papua Barat? Saya kira ini pertanyaan penting yang patut diindahkan Pemerintah.
Kelima, kita tahu bersama bahwa dana Tapera merupakan kumpulan dana dari peserta tabungan yang notabene berasal dari masyarakat luas (para pekerja). Maka itu, kepemilikan dana Tapera sejatinya adalah milik pekerja dan/atau pemberi kerja.
Namun, kalau diteliti dalam proses pengelolaannya, kedua pemilik dana itu tak dilibatkan dalam perencanaan. Hal ini terlihat jelas dari tidak adanya keterwakilan dari kelompok pekerja di dalam Badan Pengelola (BP) Tapera maupun Komite Tapera.
Pertanyaannya, di mana posisi pekerja dan pemberi kerja sebagai pemilik dana? Hal terkait lainnya yaitu, pemanfaatan dana Tapera akan dikendalikan oleh BP Tapera dengan menunjuk pihak lain yakni manajer investasi dan perbankan untuk merencanakan dan mengaturnya.
Saya rasa, ini merupakan ‘keanehan’ yang berbahaya karena perencanaan dan pelaksanaannya tidak melibatkan kelompok pekerja. Seandainya pihak lain (bank atau manager investasi) itu mengalami defisit atau bangkrut, siapa yang akan bertanggung jawab?
Terlepas dari 5 poin di atas, saya melihat bahwa adanya Tapera merupakan ‘keterpaksaan’ yang dibuat untuk mempercepat realisasi program sejuta rumah yang menjadi program unggulan Presiden Jokowi.
Niat ini memang baik, tetapi di sisi yang berbeda, bisa dikata bahwa Tapera justru jadi sorotan unik sebab dianggap memberatkan masyarakat (pekerja), karena pembayaran iurannya terkesan memaksa.
Karena itu, hemat saya, Pemerintah perlu mengkaji dan mengevaluasi pemberlakuan PP Tapera yang sudah diteken itu agar tidak memberatkan dan disalahgunakan.
Mungkin di masa pandemi yang belum surut ini, Tapera hanya bisa dilaksanakan ketika kondisi ekonomi sudah membaik, kemudian kas perusahaan (pemberi kerja) sudah mencukupi dan pendapatan pekerja juga telah normal.
Hanya dengan itu, pemberlakuan PP Tapera akan sangat efektif membantu pekerja mendapatkan rumah yang layak dan tidak hanya menjadi sebuah utopia tanpa kejelasan dan ketidakpastian.