Mohon tunggu...
WARDY KEDY
WARDY KEDY Mohon Tunggu... Relawan - Alumnus Magister Psikologi UGM
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

SAYA adalah apa yang saya TULIS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mampukah UU Tapera Jadi Jawaban soal Rumah Impian Pekerja?

9 Juni 2020   08:05 Diperbarui: 9 Juni 2020   15:59 953
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi membeli rumah. (SHUTTERSTOCK/CHIRAPHAN)

Karena itu, Pemerintah harus memerhatikan lebih detail lagi mengenai jaminan dan kepastian bagi para pekerja yang mengikuti Tapera. Kasihan ya, kalau sampai ada ASN yang pensiun tapi tidak bisa mendapat rumah karena mekanisme yang berbelit dan tidak terincikan.

Pertanyaan dasarnya, apakah Tapera bisa mencarikan atau menyediakan rumah yang layak bagi para pekerja atau pensiunan yang berada di daerah terdepan, terpencil, dan tertinggal (3T) seperti di daerah saya NTT, atau di Papua dan Papua Barat? Saya kira ini pertanyaan penting yang patut diindahkan Pemerintah.

Kelima, kita tahu bersama bahwa dana Tapera merupakan kumpulan dana dari peserta tabungan yang notabene berasal dari masyarakat luas (para pekerja). Maka itu, kepemilikan dana Tapera sejatinya adalah milik pekerja dan/atau pemberi kerja.

Namun, kalau diteliti dalam proses pengelolaannya, kedua pemilik dana itu tak dilibatkan dalam perencanaan. Hal ini terlihat jelas dari tidak adanya keterwakilan dari kelompok pekerja di dalam Badan Pengelola (BP) Tapera maupun Komite Tapera.

Pertanyaannya, di mana posisi pekerja dan pemberi kerja sebagai pemilik dana? Hal terkait lainnya yaitu, pemanfaatan dana Tapera akan dikendalikan oleh BP Tapera dengan menunjuk pihak lain yakni manajer investasi dan perbankan untuk merencanakan dan mengaturnya.

Saya rasa, ini merupakan ‘keanehan’ yang berbahaya karena perencanaan dan pelaksanaannya tidak melibatkan kelompok pekerja. Seandainya pihak lain (bank atau manager investasi) itu mengalami defisit atau bangkrut, siapa yang akan bertanggung jawab?

Terlepas dari 5 poin di atas, saya melihat bahwa adanya Tapera merupakan ‘keterpaksaan’ yang dibuat untuk mempercepat realisasi program sejuta rumah yang menjadi program unggulan Presiden Jokowi.

Niat ini memang baik, tetapi di sisi yang berbeda, bisa dikata bahwa Tapera justru jadi sorotan unik sebab dianggap memberatkan masyarakat (pekerja), karena pembayaran iurannya terkesan memaksa.

Karena itu, hemat saya, Pemerintah perlu mengkaji dan mengevaluasi pemberlakuan PP Tapera yang sudah diteken itu agar tidak memberatkan dan disalahgunakan.

Mungkin di masa pandemi yang belum surut ini, Tapera hanya bisa dilaksanakan ketika kondisi ekonomi sudah membaik, kemudian kas perusahaan (pemberi kerja) sudah mencukupi dan pendapatan pekerja juga telah normal.

Hanya dengan itu, pemberlakuan PP Tapera akan sangat efektif membantu pekerja mendapatkan rumah yang layak dan tidak hanya menjadi sebuah utopia tanpa kejelasan dan ketidakpastian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun