Mohon tunggu...
Amelia
Amelia Mohon Tunggu... Tutor - Menulis Dengan Tujuan

Penulis amatir , mencari inspirasi dan terinspirasi

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Kontroversi Public Figure yang Melepas Hijab, Apa Pelajaran Parenting yang Bisa di Petik

19 April 2024   21:23 Diperbarui: 19 April 2024   21:55 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi wanita berhijab (Foto : Pexels)

Postingan Zara (Anak kedua Ridwan Kamil) yang menguggah sejumlah kontroversi di sosial media (Foto : Radarpena disway id)
Postingan Zara (Anak kedua Ridwan Kamil) yang menguggah sejumlah kontroversi di sosial media (Foto : Radarpena disway id)

Baru - baru ini jagat maya di hebohkan dengan pemberitaan, Camillia Laetitia Azzahra atau Zara, yang merupakan anak kedua dari Ridwan Kamil. Mengumumkan diri nya kepada khalayak umum bahwa ia telah membuat keputusan untuk melepas kerudungnya. Usia Zara tergolong masih muda. Keputusan ia melepas hijab pasti sudah matang ia pikirkan. Keputusan ini pastinya adalah hal yang bersifat personal. Sebagai informasi, Zara saat ini sedang menempuh pendidikan perguruan tinggi di Newcastle University , Inggris. Mengambil jurusan arsitektur. 

Pemberitaan public figure yang melepas hijab bukanlah kali pertama. Simak kembali cerita seorang Rina Nose, sosok yang di kenal publik sebagai seorang presenter dan komedian ini, beberapa tahun lalu juga membuat heboh jagat maya dengan perubahan penampilannya yang berhijab , kemudian mendadak lepas hijab. Rina Nose juga tidak luput dari bulan - bulanan netizen.

Presenter dan komedian Rina Nose dan keputusannya untuk melepas hijab yang menjadi bulan - bulanan di sosial media (Foto : TribunTimur)
Presenter dan komedian Rina Nose dan keputusannya untuk melepas hijab yang menjadi bulan - bulanan di sosial media (Foto : TribunTimur)

Beda pembawaan antara Zara dan Rina Nose. Rina Nose dengan kematangan usia dan sikap. Memilih bersikap diam dan merahasiakan alasannya. Sedangkan Zara,  cenderung ekspresif. Ia memposting beberapa hal yang tabu seperti, memposting bahwa ia memesan makanan cepat saji yang di boikot (yang mana hingga saat ini makanan cepat saji ini tetap ramai di kunjungi masyarakat dan sepertinya boikot tidak berpengaruh besar semakin ke sini). Keputusan seseorang untuk menjadi lebih religius merupakan hal yang sangat personal dan pribadi. 

Dan hanya orang tersebut yang tahu lebih mendalam apa alasan di balik keputusan tersebut.  Walaupun Zara dan Rina Nose memberitahukan kepada khalayak umum alasan mereka mengapa membuka hijab, seharusnya mereka tidak layak mendapat hujatan. Apapun alasan mereka, itu adalah keputusan mereka yang tidak dapat di ganggu gugat. Sebagai masyarakat umum , saya menghargai keputusan mereka apapun itu. Toh, pribadi kita tidak terpengaruh dengan apa yang mereka lakukan. 

Namun, sangat di sayangkan, di era teknologi seperti saat ini. Dimana anak balita pun sudah mulai 'dibiasakan' bermain gawai dan minim pengawasan. Sehingga kemungkinan, anak - anak akan melihat postingan dan hal - hal yang tidak sesuai usianya. 

Berita mengenai anak pesohor yang melepas hijab, bisa saja dapat mempengaruhi pemikiran - pemikiran anak - anak muda yang belum matang secara pemikiran dan usia. Begitu juga pemberitaan yang terlalu menyudutkan, sehingga terkesan lebih banyak porsi negatif. Padahal, harus nya hal ini mendapatkan bimbingan orang tua. 

Pelajaran parenting apa yang dapat di petik dari 2 kasus ini?. Menurut penulis, perlunya komunikasi dua arah dan terbuka kepada anak yang di bangun sedari dini. Membahas hal seperti ini kepada anak secara terbuka. Tidak menganggap hal ini adalah hal yang tabu, tapi sebagai pembelajaran hidup yang berharga. Anak juga sejatinya perlu di didik untuk belajar bertanggung jawab dalam mengambil keputusan. Walaupun kenyataannya hal ini tidak semudah omongan. 

Penulis rasa, seorang Zara, anak Ridwan Kamil yang modern, memiliki konsenkuensi dan tanggung jawab yang di pikul setelah keputusannya melepas hijab. Jika masalahnya adalah kebebesan berekspresi, sebetulnya begitu banyak inspirasi mengenakan hijab yang modis dan trendi. 

Ijinkan saya sharing, ketika kuliah dulu, saya mengambil jurusan desain. Banyak teman - teman saya yang tidak memakai hijab memiliki kebebasan berekspresi dalam berpakaian. Contoh, beberapa teman saya yang perempuan dan tidak memakai hijab, memakai tindik, tato, merokok, berambut gimbal bahkan berbusana bak cosplay. 

Saya sebagai anak desain yang ingin juga bebas berekspresi dalam berpakaian dan berhijab, tidak menjadi halangan. Di kala itu, saya memakai 'seragam' celana jeans belel dan robek di bagian bawah bukan di dengkul yang mana malah memperlihatkan aurat. Bebas tapi tetap tahu batas dan aturan. Ekspresi bukan saja soal busana. 

Tapi sikap dan prinsip. Walaupun teman saya beraneka ragam tipe, tidak membuat saya merubah diri saya menjadi orang lain. Malahan hal ini tidak saya dapat dari orang tua. Namun, saya mempelajari sendiri dari apa yang saya lihat dan lalui seirinh bertambahnya usia. Orang tua saya tidak mengekang kebebasan saya ketika itu. Ketika itu, penampilan saya yang nyentrik, justru tercipta keunikan tersendiri dan menjadi ciri khas yang membedakan saya dengan orang lain yang berpenampilan serupa. 

Saat ini, saya sebagai seorang orang tua, tidak bisa mendikte anak yang besar dan tumbuh di era seperti sekarang ini. Tugas utama orang tua adalah membimbing dan mengarahkan anak kepada hal - hal yang baik dan positif. Serta mengajarkan sebab dan akibat, berpikiran logis, nalar dan realitas. 

Hari ini anak sangat perlu di didik dengan melihat realitas dan kenyataan yang ada. Jika anak mengalami rasa tidak percaya diri, di titik ini peran utama orang tua wajib menemani anak untuk menghadapi ketidaknyamanan mereka menghadapi dunia baru mereka. Entah di usia mereka yang baru, lingkungan dan pergaulan. Jika rasa tidak percaya diri ini absen dari kehadiran orang tua, maka, anak akan kehilangan sosok yang membuat mereka tenang dan kembali ke 'jalur' yang seharusnya. 

Anak harus di bimbing dan di arahkan. Bukan di bebaskan. Di beri kebebasan yang bertanggung jawab. Di beritahu sebab akibat dan konsenkuensi yang akan di hadapai jika mengambil keputusan. Walaupun anak saya masih kecil - kecil, namun, dari usia inilah yang menjadi moment emas pembentukan karakter anak di kemudian hari. Kita ingin anak kita menjadi terbaik. Tapi, harus ada contoh nyata yang bisa di berikan kepada anak. Contoh terbaik untuk anak adalah orang tua itu sendiri. Semoga artikel saya bermanfaat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun