Mohon tunggu...
Zyxi Aikka HI
Zyxi Aikka HI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Halo nama saya Zyxi Aikka Wahyu Alida Putri, saya merupakan mahasiswa Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Yogyakarta jurusan Hubungan Internasional.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Transisi Non-Alignment Menuju Creative Alignment, Apakah Efektif?

3 Desember 2023   20:46 Diperbarui: 3 Desember 2023   20:55 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam rumusan politik luar negeri, Indonesia memiliki fondasi yang dicetuskan oleh Muhammad Hatta yaitu politik bebas dan aktif. Gagasan ini memiliki tujuan agar Indonesia bisa berpatisipasi dalam dunia secara bebas dan juga terus aktif di dalamnya dan berawal dari sinilah Indonesia memulai sejarah yang panjang dalam ranah politik dunia. Menilik sejarah, Indonesia memiliki inisiatif yang besar untuk menjadi tuan rumah Gerakan Non-Blok pada tahun 1961. Hal itu disebabkan dunia yang harus memilih untuk berpihak hanya pada dua kekuatan, yaitu antara Barat dan Timur. 

Namun, dalam perkembangan jaman ini, operasional politik di dunia memiliki perubahan yang signifikan dibandingkan dahulu. Perubahan yang bisa kita lihat sekarang ini adalah adanya persaingan geopolitik yang semakin tajam dengan partisipasi dari negara yang berbeda dengan sebelumnya seperti saat pada perang dingin. Ditambah juga dengan adanya fragmentasi geopolitik yang disebabkan dari berbagai faktor seperti COVID-19 dan perang di Ukraina. Dewasa ini, dunia tidak lagi hanya berpegang pada kekuatan yang bipolar, barat atau timur, melainkan multipolar. Sehingga, non-alignment menjadi tidak relevan dengan keadaan sekarang ini. 

Dalam Conference On Indonesia Foreign Policy 2023, Dino Patti Djalal mencetuskan bahwa kunci sukses Indonesia untuk membangun strategi yaitu creative alignments dalam kebijakan politik luar negerinya. Alignments disini bukan sekutu, melainkan yang sejalan, sebaris, sekata atau selaras. Creative alignments bertujuan bukan untuk membangun blok baru, tetap bebas dan aktif sambil membangun ruang diplomatik yang kokoh dan memberi keuntungan bagi dalam negeri maupun di luar. Creative alignments harus mencakup kerja sama yang strategis, diplomatik, politik, ekonomi, atau teknologi tanpa membentuk adanya aliansi. Juga, harus bisa memberdayakan kemitraan internasional yang ada dan tidak dibiarkan begitu saja. Sehingga, creative alignments ini juga memerlukan grand strategy yang kuat. Dalam dunia multipolar, Indonesia perlu menggunakan pendekatan yang lebih komprehensif dalam hubungannya di politik internasional sehingga dapat memaksimalkan potensi yang sudah ada di Indonesia.

Hal ini berkaitan juga dengan apa yang dilakukan oleh Indonesia pada tahun-tahun ini dalam G20 dan ASEAN. Indonesia membangun hubungan diplomatik yang kuat dengan kepemimpinan yang dipunya. Seperti contohnya pada kepemimpinannya di ASEAN, Indonesia mengadakan dialog kebijakan mengenai Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia (TAC). Ini menunjukkan bahwa Indonesia sampai saat ini masih memiliki leverage atau manfaat untuk berdiplomat dan bisa menggunakan kekuatan yang dipunya untuk menghindari dunia bipolar yang akan berkonsekuensi pada konflik hingga perang. 

Dalam acara tersebut, ada sesi dimana Marty Natalegawa menyampaikan bahwa dalam keadaan sekarang ini, kita harus menciptakan peluang sebanyak-banyaknya dan menyadari bahwa Indonesia punya kekuatan dalam berdiplomasi. Indonesia sendiri di mata dunia sudah memiliki aset diplomatik yang berharga seperti dalam membangun sejumlah reputasi dalam kancah dunia. Mengingat kembali track record yang sudah Indonesia miliki seperti dalam GNB, pembentukan ASEAN, peace agreement bagi Kamboja, dan masih banyak lagi. Hal ini menimbulkan comfort level trust negara-negara pada Indonesia menjadi tinggi dan hal ini penting sebagai fondasi dalam berdiplomasi untuk selanjutnya. Ini menunjukkan bahwa Indonesia cenderung menyelesaikan persaingan yang ada dengan berdiplomasi dan bukan dengan konflik. Selain itu, hal itu juga harus sejalan dengan pemahaman yang jelas dalam currency of power dan juga currency of influence in politic international. Perlu pemahaman yang jelas di bagian atau sektor apa Indonesia miliki untuk memengaruhi dalam berdiplomasi. 

Namun tak hanya itu, aktif dalam politik bebas aktif harus dilaksanakan sekencang-kencangnya. Aktif di sini artinya diperlukan partisipasi yang efektif dalam isu maupun permasalahan di dunia. Kontribusi yang dapat Indonesia berikan dalam persaingan yang ada adalah melalui dialog. Tak hanya melalui vokal, tetapi harus juga melaksanakan atau membahas kembali kebijakan-kebijakan yang ada. Hal ini memerlukan strategi politik yang sesuai dengan keadaan yang relevan. Seperti yang kita ketahui, Indonesia dalam sejarahnya tidak pernah netral bahkan sampai saat ini. Indonesia dalam segi ekonomi lebih sering selaras dan berkolaborasi dengan Tiongkok. Namun, lain halnya pada segi keamanan, Indonesia lebih sering dengan Amerika Serikat. Dalam hal ini, juga perlu mengingat bahwa kerja sama dengan negara-negara lain sangat bergantung pada isu. Kepentingan nasional Indonesia juga penting dalam mengambil kebijakan politik luar negeri ataupun dalam berdiplomasi.

Indonesia sudah memiliki potensial yang bagus dalam politik luar negeri di masa ini. Tetapi, potensial ini perlu diubah sehingga Indonesia bisa membawa pengaruh yang signifikan dalam dunia. Hal yang perlu digaris bawahi adalah bahwa politik bebas dan aktif ini tidak semata dengan netral. Sangat penting untuk mengasah kecermatan dan kepandaian untuk berdiplomasi dan partisipasi yang aktif dalam isu dunia demi tercapainya kedamaian dunia. Sehingga, ini menjadi tantangan yang besar bagi presiden Indonesia ke depannya dalam strategi politik luar negeri Indonesia. Ada tiga poin penting yang disampaikan oleh Dino Patti Djalal bagi presiden selanjutnya, yaitu tidak bernasionalisme sempit, tidak mempunyai pandangan yang in-ward, dan yang terakhir harus mempunyai wawasan dan strategi internasional yang jelas dan efektif. Pembentukan ini juga menjadi tantangan bagi anak-anak muda yang akan memimpin Indonesia dan membawa Indonesia di mata dunia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun