Beberapa waktu lalu, seorang kerabat mengeluhkan anak gadisnya yang menolak untuk dikenalkan pada jejaka anak dari salah satu kenalannya. Mungkin karena merasa dianggap tidak bisa cari jodoh sendiri, merasa diatur-atur, atau merasa dikejar-kejar supaya cepat-cepat nikah, si Gadis marah besar sama Bundanya. “Apa sih pake dijodohin, buat Mama aja deh...,”. Hah? Buat Mama saja? Maksudnya?
Sang Bunda tahu kalau si Gadis belum punya calon. Bunda khawatir karena usia anak gadisnya sudah menginjak kepala tiga. Ia ingin Gadis berkenalan dulu dengan jejaka itu, kalau kira-kira dirasa “klik”, bolehlah berteman lebih lanjut. Kalau tidak klik, ya tidak apa-apa.
Tersinggungnya si Gadis tentu saja berusaha dimaklumi Bundanya. Tidak ada hati yang lebih luas dari hati ibu yang dapat dengan segera memaklumi dan memaafkan kekhilafan anaknya meski si anak belum mengungkapkan permintaan maaf.
Tapi mbok ya, anak muda zaman sekarang, berpikir positifnya diperbanyak. Anggap saja dijodohkan itu membuka peluang lebih banyak untuk bertemu seseorang yang tepat. Apalagi yang menjodohkan orang tua sendiri. Mereka pasti berusaha mencarikan yang terbaik untukmu. Karena mereka adalah orang yang paling mengenalmu, tahu betul bagaimana karaktermu. Pasti mereka akan berusaha mencarikan seseorang yang kira-kira karakternya cocok denganmu.
Buat anak gadisnya, mereka akan mencarikan lelaki baik yang dapat mengambil alih tanggung jawab mereka untuk menjaga dan melindungimu. Buat anak bujangnya, mereka akan mencarikan perempuan baik hati yang lembut dan santun agar dapat mengurus dan menjagamu. Yakinlah, orang tua pasti berniat baik untuk anak-anaknya. Sudah merupakan tanggung jawab mereka untuk mencarikan jodohmu.
Sudahlah, tidak ada ruginya patuh pada orang tua. Jalani saja dulu. Toh, mereka juga tidak akan memaksa bila setelah berkenalan hatimu merasa tidak sreg. Tapi bila ternyata, kamu dan dia terasa cocok, mengapa tidak mencoba untuk melangkah lebih lanjut ke arah jenjang pernikahan. Bila hal ini terjadi, syukurilah karena orang tuamu telah memberikan pilihan jodoh yang tepat untukmu.
Nah, buat para orang tua...tampaknya jurus menjodohkan anak juga harus lemah lembut. Supaya anak tidak langsung meradang. Ajaklah si bujang dan si gadis bicara baik-baik, dalam suasana yang tenang dan nyaman. Kisah salah seorang mantan atasan saya - sebut saja namanya Bu Retno - yang berusaha menjodohkan anaknya mungkin bisa menjadi contoh.
Bu Retno punya seorang anak gadis yang begitu lulus kuliah langsung mendapat pekerjaan di sebuah kantor yang cukup bergengsi. Dengan pembawaannya yang supel, anak gadisnya ini punya banyak teman, baik laki-laki maupun perempuan. Namun, tidak satu pun dari teman laki-lakinya itu yang punya kedekatan khusus. Teman saja, begitu kata si Dara.
Beberapa tahun berlalu, Bu Retno memperhatikan belum ada teman spesial buat si Dara. Rasa khawatir mulai menelusup di dada, jangan-jangan anak gadisnya ini keasyikan bekerja sampai terlupakan masalah jodoh. Suatu hari, Bu Retno mengajak anaknya bicara dari hati ke hati. Berdua saja. Mencoba menelusuri apa dan bagaimana maunya si Dara untuk masalah jodohnya. Bu Retno lebih banyak mendengarkan sebelum akhirnya dengan hati-hati ia menawarkan untuk mengenalkan si Dara dengan anak temannya.
Melalui obrolan hangat yang cukup panjang, mereka mencapai kesepakatan. Jalan “perjodohan” akan ditempuh bila hingga umur 25 tahun, Dara belum juga menemukan si dia. Pada saat itu, Dara bersedia dikenalkan dengan lelaki, anak teman ibunya. Yang dianggap ibunya akan tepat untuknya. Begitu terjadi perkenalan, selebihnya tergantung Dara dan calon jodohnya. Kalau oke, jalan terus. Kalau tidak, ya berarti menambah teman.
Begitulah…perjodohan anak oleh orang tua bisa dibicarakan. Jadi, jangan buru-buru menolak ya kalau mau dijodohkan…
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H