Mohon tunggu...
Zuragan Qripix™
Zuragan Qripix™ Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Setiap ketikan yg dibuat kelak menjadi prasasti saat kita wafat.. So, tuliskan hal2 yg baik dan bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengapa Ormas Beringas ?

9 Agustus 2010   17:10 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:10 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Otak manusia dalam menyerap sebuah tulisan atau perkataan lawan bicara pasti berbeda beda. Ada yang cepat tanggap, daya sedang, lemot, bahkan tulalit dan juga tak mampu menyerap sama sekali isi pesan yang dimaksud. Sehingga terkadang komentarnya pun menjadi jauh melenceng. Semoga artikel saya mudah dipahami.."


Berikut ini pengamatan pribadi yang terangkum dari berbagai sumber, mengapa Ormas (organisasi massa) apapun dianggap sebagai biang rusuh oleh masyarakat luas, padahal itu mungkin suatu anggapan yang salah. Namun jujur saja, bila bertemu pawai kendaraan mereka saat melintas maka hati kita sedikit mengalami rasa kecemasan. Kalaupun bila benar mereka berbuat anarkis, itu hanyalah ulah 'oknum' yang bermental cemen dan pengecut.


Apa saja penyebab tuduhan buruk itu muncul ?

  • MEDIA TERKESAN PROVOKATIF, memuat berita yang tidak proporsional karena hanya menyoroti sisi negatif ormas tersebut. Misalnya saat mereka memboikot penerbitan majalah porno, rebutan lahan parkir, aksi sweeping, membongkar tempat maksiat, dll yang suka berakhir ricuh. Padahal jika mau adil, media harusnya ikut meliput dan mencari tau apa alasan dibalik kerusuhan itu dan mengapa bisa terjadi.

  • PENGKULTUSAN ORMAS, membuat anggotanya gelap mata terhadap kesalahan yang diperbuat dan pantang menerima perbedaan atau kritikan terhadap organisasinya. Padahal niat di antara ormas itu ada yang teramat mulia, yaitu amar ma'ruf nahi munkarnamun tercemari oleh sifat pemarah, pemaksaan dan arogan sebagian ‘oknum' anggotanya yang melanggar tatib ormas itu sendiri.

  • APARAT YANG LAMBAT, entah karena alasan apa para penegak hukum bergeming dari kejadian yang ada. Banyak sudah pengaduan masyarakat masuk ke pos mereka tentang keresahan di lingkungan tempat tinggal namun tak cepat mendapat respon. Akhirnya ormas (FPI, PP, FORKABI, FBR, dll) maju dengan maksud untuk menyelesaikan. Sudah barang tentu secara tidak langsung aparat seperti ‘sengaja' membiarkan terjadinya perang sipil melawan sipil. Padahal kedudukan Ormas dan Aparat tentu beda level di mata hukum.

  • DPR BUTA DAN TULI, kejadian buruk di berbagai penjuru Tanah Air sudah lebih dari sekali terjadi tetapi pemerintah asik dengan niat memperkaya diri sendiri dan menuntut aspirasi. Peduli setan sama nasib rakyatnya yang penting mereka hidup senang. Sebodo amat masyarakat susah yang penting mereka bisa foya foya. Padahal mereka dipilih oleh rakyat untuk melayani, bukan dilayani. Emang dasarnya mungkin budeg jadi tetap aja cuek bebek.

Karena kekesalan yang terakumulasi dan memuncak itu maka sebagian masyarakat sipil mengambil langkah tegas yang menurut pandangannya benar. Akhirnya terjadilah berbagai benturan setiap ada konflik.


Ah, slogan mengkoreksi diri sendiri sudah bosan bin melelahkan dan dianggap omong kosong. Padahal memang itulah yang paling ampuh sebagai jalan menuju perbaikan. Bangsa ini ibaratnya berisi puluhan lidi yang harus diikat agar menjadi sebuah sapu lidi untuk menyapu bermacam sampah. Jika pengikatnya terlepas, maka lidi lidi tersebut tak ubahnya bagai sampah itu sendiri.


Apa sih pengikatnya? Rasa kebersamaan, menghargai perbedaan dan saling memiliki. Sayangnya itu semua masih berada di alam mimpi...


*Baca juga:

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun