Mohon tunggu...
Zuny Zee
Zuny Zee Mohon Tunggu... -

aku ingin jadi diriku sendiri.. menyukai apa yang ingin aku sukai dan membenci apa yang patut untuk ku benci..

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sosoknya Selalu Membuatku Rindu

30 Desember 2011   00:44 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:35 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_152677" align="aligncenter" width="300" caption="image google"][/caption]

Eemm.. mantap.. hari ini saat yang tepat buat bolos kuliah. Duduk santai di rumah menikmati secangkir milo anget sambil chating ma temen lama. Dah lama gak chat bareng ma Imutz, ternyata bikin kangen juga.

Keberuntungan memang sedang berpihak pada ku hari nie, tak lama setelah aku login, Imutz pun enter. Yeahh.. inilah saat yang tepat buat bahas masalah yang gak penting, gosipin temen dan ngekek bareng. Hahaha..

Hadah, rahangku sakit semua, kaku, kebanyakakan ketawa, si kocak dari Malang ini memang pinter banget kalo suruh ngelawak, itulah yang aku suka dari dia.

“Udah ah, capek ketawa mulu”

“Huum bener juga, gimana si dia?” tiba-tiba saja Imutz menanyakan si dia, si dia yang entah hilang kemana

“ Si dia siapa?” pura-pura bego :D

“Ya si dia masak lupa, apa sengaja dilupain? hahaha”

“Hahaha.. ada-ada aja”

“Gimana kabarnya? Baikkan?”

“Entahlah, dah lama dia gak ngasih kabar ke aku, dan aku …”

“Dan aku merindukannya kan? Pasti itu yang mau kamu bilang”

“Huuuu.. salah, dan aku pun gak ngasih kabar ke dia, weekkzz”

“Jiah, malah ngeles, udah dech ngaku aja.. hahaha”

“Enggak, sumpeh dech”

“Ngaku gak!”

“Engggak”

“Bandel”

“Emang”

“ Jelek”

“Emang aku jelek, weekzzz”

“Stop!!! gimana perasaanmu ke dia, masih sama seperti yang dulu kan?”

“Mau tau ajah, weekzz”

“Hedeh.. aku serius nih,” kata Imutz jengkel

Perasaanku padanya? Entahlah, aku juga tak mengerti. Lama sudah dia menghilang dari hidupku, meninggalkan ku begitu saja dengan setitik cinta yang masih membekas di hati hingga saat ini. Dan sosoknya selalu membuatku rindu.

***

Sore yang mendung, semendung hatiku. Tiba-tiba saja pikirku melayang jauh kesana, saat dia menemaniku dikala mendung hingga rintik hujan membasahi kota kecilku. Dia selalu setia mendengarkan ceritaku, keluh kesahku dan selalu menghiburku saat duka menyelimuti hati ini. Tuhan, saat seperti inilah aku benar-benar merindukannya.

“Kring….” Telponku bunyi, nomer baru menyapaku lewat telpon.

“Hay,” sapanya lembut

“Hay,” jantungku berdegup kencang

“Pa kabar?”

“Baik, maaf siapa ya?”

“Masak lupa?” katanya sambil sedikit kertawa

Tak mungkin aku lupa dengan suara lembut itu, suara yang selalu ku rindu disetiap hembusan nafasku.

“Kamu gak tanya gimana kabarku?”

“Gak” terasa seperti mimpi :D

“Gak kangen ma aku?”

“Gak”

“Marah?”

“Gak”

“Gak.. gak.. gak.. gak da kata lain apa? hahaha”

“Emmm,” desisku, dia masih bisa tertawa saat aku terluka karna dia, keterlaluan.

“Maaf, tiga bulan yang lalu aku dapat pekerjaan baru dan tak sempat menghubungimu”

Lama aku tak menjawabnya, air mataku berjatuhan, rindu ini perlahan menghilang.

“Kenapa diam?” katanya dengan nada yang datar

“Katakan sesuatu”

“Karna aku sangat merindukanmu”

“Hey, kamu tidur?” dia terus saja barkata saat aku terdiam

“Gak” suaraku lirih

“Kamu nangis? Kok nangis? Nanti kan aku jadi ikut sedih hikz.. hikz.. hikz.. kamu gak mau kan kalo aku sedih,” lebay dech dia :D

“Gak”

“Tya, aku jelek gak?”

“Gak,” dia itu gak cakep tapi juga gak jelek, mungkin masis :D

“Aku jahat gak?”

“Enggakk”

“Yes, ganteng, baik hati itulah aku, hahaha”

“Narsis,” jawabku sambil ketawa

“Hayoo.. benerkan yang aku bilang”

“Gak”

“Gak salah kan?”

“Gak”

“Hahaha.. dasar, cah elek (anak jelek), kamu nolak gak kalo ku jadiin pacarku”

“Enggak,” seperti terhipnotishaha..

“Yeahhh, jadi diterima nie?”

“Terima? Apa yang diterima,” bingung, itulah yang kurasakan

“Ya, intinya diterima aja gitu,” jawabnya sambil ketawa

“Apa?”

“Tauk, dah dulu ya, nanti aku hubungi lagi. Dha LuvU beb,” kata terakhirnya sebelum menutup telphonnya.

Untuk yang sekian kalinya dia memanfaatkan kebodahanku. Menjebakku dengan kata-katanya. Untung saja yang bilang suka dia, cowok manis yang selalu ku rindu. Coba aja kalo yang lain bisa-bisa aku nyesel tujuh turunan. Amit-amit dech :P

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun