Mohon tunggu...
Zuni Khusniyah
Zuni Khusniyah Mohon Tunggu... Penulis - peneliti

seorang pemuda yang sedang belajar untuk menulis

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Arbitrase sebagai Solusi Mandiri untuk Penyelesaian Sengketa di Indonesia

24 November 2024   20:19 Diperbarui: 24 November 2024   20:37 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Arbitrase merupakan salah satu lembaga penyelesaian sengketa yang mandiri dan diakui dalam sistem hukum Indonesia. Landasan hukum terkait arbitrase dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (UUAAPS). Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU ini, arbitrase didefinisikan sebagai metode penyelesaian sengketa perdata di luar peradilan umum, yang dilandasi oleh perjanjian tertulis dari pihak-pihak yang bersengketa. Dengan demikian, arbitrase menjadi alternatif bagi mereka yang ingin mencari solusi yang lebih fleksibel dibandingkan proses litigasi di pengadilan.

Pasal 1 angka 10 UU yang sama juga memperkenalkan Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS), yaitu penyelesaian sengketa melalui konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli, tanpa melibatkan pengadilan. Sementara itu, Pasal 6 menekankan pentingnya penyelesaian sengketa dengan itikad baik, yang mengutamakan dialog daripada litigasi. Hal ini menunjukkan pengakuan atas kemandirian dan peran arbitrase sebagai bagian penting dari sistem hukum Indonesia.

Batasan dan Jenis Arbitrase

Tidak semua perkara dapat diselesaikan melalui arbitrase. Berdasarkan Pasal 5 UU No. 30 Tahun 1999, arbitrase hanya berlaku untuk sengketa perdata yang dapat dirundingkan, seperti yang terkait dengan hukum perdagangan, perbankan, investasi, hak kekayaan intelektual, dan sejenisnya. Namun, sengketa yang tidak memungkinkan perdamaian, menurut hukum, tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase. Dalam konteks arbitrase internasional, sengketa harus melibatkan pihak dari negara yang berbeda atau melibatkan lebih dari satu yurisdiksi nasional, sebagaimana diatur dalam Pasal 66 sub huruf b UUAAPS dan Pasal 1 angka 1 UU Perdagangan No. 7 Tahun 2014. Perkara semacam ini biasanya berkaitan dengan kegiatan jual-beli, impor, ekspor, atau kontrak bisnis internasional.

Kelebihan Arbitrase

Arbitrase memiliki sejumlah kelebihan dibandingkan proses pengadilan. Beberapa di antaranya adalah:
1. Kerahasiaan: Proses arbitrase menjamin kerahasiaan sengketa, berbeda dengan pengadilan yang bersifat terbuka.
2. Efisiensi Waktu: Arbitrase seringkali lebih cepat karena tidak terhambat oleh prosedur administratif yang panjang.
3. Fleksibilitas: Para pihak dapat memilih arbiter yang kompeten dan memiliki pemahaman khusus tentang isu yang disengketakan.
4. Kebebasan Prosedural: Para pihak dapat menentukan hukum yang akan digunakan serta lokasi dan prosedur arbitrase.
5. Putusan Final: Putusan arbitrase bersifat mengikat dan tidak dapat diajukan banding, kasasi, atau peninjauan kembali, sehingga memberikan kepastian hukum.

Namun, arbitrase bukan tanpa kekurangan. Dalam beberapa kasus, proses pengadilan di negara tertentu dapat lebih cepat dibandingkan arbitrase. Meski demikian, kerahasiaan tetap menjadi salah satu daya tarik utama arbitrase, terutama untuk sengketa bisnis internasional.


Perkembangan Hukum Arbitrase di Indonesia
Sebelum berlakunya UU No. 30 Tahun 1999, arbitrase diatur oleh ketentuan-ketentuan dalam Reglemen Acara Perdata (Reglement op de Rechtsvordering) yang dianggap tidak lagi sesuai dengan perkembangan zaman. Kehadiran UU No. 30 Tahun 1999 memberikan landasan hukum yang lebih jelas dan terperinci, termasuk mekanisme pengajuan sengketa, pelaksanaan arbitrase, hingga pengesahan putusan arbitrase.

Undang-undang ini juga memperkenalkan dua konsep penting dalam arbitrase: Perjanjian Arbitrase (Akta Kompromis) dan Klausula Arbitrase (Acte de Compromittendo). Akta kompromis adalah perjanjian tertulis yang dibuat setelah sengketa timbul, sedangkan klausula arbitrase adalah ketentuan dalam kontrak yang mengarahkan penyelesaian sengketa melalui arbitrase jika sengketa terjadi di kemudian hari. Kedua konsep ini memberikan fleksibilitas bagi pihak-pihak yang bersengketa untuk memilih arbitrase sebagai solusi.

Kesimpulan

Arbitrase, dengan segala kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya, menjadi mekanisme penyelesaian sengketa yang relevan di era modern, khususnya di sektor perdagangan dan bisnis. Kehadiran UU No. 30 Tahun 1999 tidak hanya memberikan kerangka hukum yang jelas, tetapi juga menjadikan arbitrase sebagai alternatif yang efektif, efisien, dan terpercaya. Dengan terus berkembangnya dunia usaha dan perdagangan, arbitrase akan tetap menjadi pilihan utama bagi mereka yang mencari penyelesaian sengketa secara profesional dan minim konflik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun