Kuparkir sepeda motorku. Kulangkahkan kaki menuju tempat duduk yang sengaja disediakan di samping  ruang kaca berbentuk kotak itu. Kotak berisi mesin yang mampu mengeluarkan uang itu, sepagi ini sudah mengular antreannya.
Aku menanti dua orang lagi untuk dapat memasuki ruang itu.
Mesin ATM yang berdekatan dengan salah satu bank daerah itu pun hampir selalu padat pengunjung.
Untuk mengisi waktu,  sengaja kumainkan gawaiku.  Tepat di depan mesin itu, seorang laki-laki bertubuh tambun dan berpakaian kaos  lengan panjang warna orange, dengan logo salah satu bank.  Kini gilirannya masuk. Tidak sampai tiga menit, tibalah pada giliranku.
Aku masuk dan langsung mengambil handsanitizer yang telah disediakan di pojok ruang.
Tidak seperti biasanya mesin itu beberapa saat masih memberikan warning.
Lho, kok sulit ya dimasuki kartu, batinku mulai galau. Kucoba lagi, tapi mesin masih memberikan warning.
Beberapa saat masih kutunggu mesin itu kembali normal.
Tiba-tiba, mesin itu memberikan  warning ingin bertransaksi atau tidak. Secara refleks kupencet tombol tidak. Sebuah kartu ATM  pun keluar dari mesin itu.
Aduh, ini kan kartu bapak tadi, tanyaku dalam hati.
Kubuka pintu, segera memanggil bapak yang  mengambil uang  di mesin ATM tadi. Aku pun harus kecewa, karena  dia sudah berlalu.
Daripada kebingunganku makin melebar, maka kuputuskan menyerahkan kartu tadi pada satpam.
Mungkin bapak tadi begitu tergesa-gesa, hingga lupa belum mengambil kartu ATM-nya, pikirku  mencoba menganalisa.
Setelah bertransaksi aku pun segera keluar.
Kudekati tukang parkir yang mangkal di depan mesin ATM untuk mengambil sepeda motorku. Dia pun akhirnya bercerita.
"Wah, di sini mah banyak, Bu yang biasa seperti itu. Kemarin, ada sebuah laptop masih dalam tas. Saat masuk ke bank, tasnya malah ditinggal. Lain hari, seorang ibu yang memarkir sepeda motornya, dompet yang diletakkan di bagian sepeda motornya ditinggalkan saja."
"Terus gimana, Pak?" tanyaku ingin tahu kelanjutan ceritanya.
"Ya, terus saya serahkan satpam, Bu. Laptop, dompet benda  berharga kok ditinggal saja."
"Wah, betul, Pak. Mungkin mereka saking fokusnya mau bertransaksi, Pak. Jadi malah lupa benda yang dibawanya," jawabku sambil tersenyum.
Diam-diam aku pun mengagumi atas sikap tukang parkir yang satu ini.
"Wah, untung sekali bertemu dengan Bapak. Sekarang mah banyak orang yang tidak jujur. Menemukan barang ya  disikat saja, Pak. Nggak peduli itu barang milik siapa," kataku sambil  mengambil selembar uang dua ribuan untuk tukang parkir.
"Ya, hati-hati, saja, Bu," kata tukang parkir yang tubuhnya tidak terlalu tinggi itu.
"Ya, Pak, terima kasih sudah diingatkan. Mari, Pak!"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H