Nek Ipah setiap harinya bekerja sebagai buruh tani, kadang jika ada tetangga yang minta tolong dipijit atau kerok, Â juga dilayani. Bahkan kadang sebagai buruh cuci baju, setrika, dan membantu tetangga jika punya hajat, Â sebagai tukang masak.Â
Masakan Nek Ipah terkenal enak, apalagi kue tradisionalnya, yaitu wingko dan lemper yang dijual setiap hari, serta dititipkan di warung tetangga.
Rendi kini kelas empat, dan  bersekolah di SD Islam Terpadu Umar bin Khatab, terlihat gagah dengan seragam barunya.Â
Kegiatan setelah pulang sekolah, Rendi membantu nenek  mempersiapkan bahan dan alat untuk berjualan. Kadang  masih ada alat masak yang kotor sehingga harus dicuci. Â
Meski lali-laki, Rendi tidak malu melakukan pekerjaan yang dilakukan  perempuan. Rendi pun segera dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya.
Ketika sore hari tiba, Rendi bergegas ke musala terdekat untuk mengaji bersama teman sekampung, ada Ahmad, Reno, Baskara, Wiwin, Sinta dan Mulya. Setelah salat Isya, Rendi pulang berjalan kaki, karena jarak musala dan rumah sangat dekat.
***
Meski dalam keadaan lelah, Nek Ipah selalu rajin menceritakan dongeng pada Rendi sebelum tidur.
"Nenek akan bercerita tentang seorang anak yang budiman. Dengarkan baik-baik ya, jangan lupa berdoa dulu, Cu."
Rendi memperhatikan Nek Ipah dengan seksama.
"Dahulu kala, ada seoarang anak yang sangat rajin membantu kedua orang tuanya mencari kayu bakar di hutan. Kayu itu dijual  ke kota untuk membeli beras dan lauk pauk serta sayuran dan satu benda yang sejak dulu diincarnya. Hingga suatu saat, di tengah jalan, setelah menjual kayu bakar tersebut, keluarga itu  dicegat penjahat yang akan merebut  sisa uang hasil penjualan kayu . Anak itu akhirnya membunyikan genderang yang dibelinya di pasar. Akhirnya orang-orang pun berdatangan membantu ketiganya, selamatlah mereka semua."