Mohon tunggu...
Zuni Sukandar
Zuni Sukandar Mohon Tunggu... Guru - Seorang guru SLB

Lahir di Magelang, 20 Mei 1971, SD-SMP di kota yang sama, S-1 di Jogjakarta, saat ini mengajar di SLB Maarif Muntilan sebagai guru tunanetra.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tamu Tengah Malam

21 Oktober 2020   09:50 Diperbarui: 21 Oktober 2020   10:05 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hujan malam itu cukup deras. Aku yang sudah mengantuk sekali masih harus  berjuang keras menyelesaikan tugas sekolah. Rasa capai karena dari tadi pagi sudah bergumul dengan deretan angka dan huruf membuatku harus mengakhiri pekerjaan yang sangat membosankan ini.

Hawa dingin lantaran hujan seakan  meninabobokan mataku yang  terlihat kuyu. Sesekali terpejam juga di depan laptop. Mata dan raga sudah tidak sinkron. Setelah kusimpan data hasil pekerjaanku, kucoba sedikit mengalihkan pada sebuah tontonan  sinetron yang berdurasi hanya sekitar setengah jam. Lumayanlah, untuk sedikit mengusir rasa kantuk yang memberatkan mataku.

Lagu kesukaanku pun  sudah kuputar berulang-ulang untuk menemani bekerja malam itu. Tidak lama berselang, kulihat jarum jam di dinding sudah menunjukkan pukul satu malam. Memang saatnya untuk beristirahat. Rasanya tidak adil jika aku membiarkan tubuh  bekerja terus, sementara waktu istirahat sangat kurang. Suasana malam itu  sangat sepi. Hanya nyanyian hujan yang masih berdendang membuai malam yang  makin  dingin dan sepi.

Entah mengapa, malam  ini terasa berbeda. Tidak seperti biasanya aku merasakan kehadiran makhluk tidak dikenal semakin mendekatiku. Suara burung hantu dan makhluk malam pun kian terasa menggodaku untuk  segera menyembunyikan diri. Kembali kutoleh kumpulan data di laptopku. Rasanya sayang jika tugas yang tinggal sedikit kutinggalkan begitu saja. Perjuanganku sampai dini hari pun akan sia-sia.

Kali ini aku harus berjuang lebih keras mengusir rasa kantukku yang makin tidak terbendung. Beberapa kali aku pun menguap. Selimut bermotif tokoh kartun itu pun kutarik untuk menghangatkan tubuh. Tiba-tiba, kudengar ketukan pintu  di luar. Deg!

Sempat berpikir jernih juga. Rasanya tidak mungkinlah sepagi ini ada orang yang mencoba bertamu, kecuali memberi kabar tentang kematian.

Kukeraskan  volume lagu yang kuputar, untuk mengusir rasa takut yang makin membelenggu. Ada  rasa aneh yang tiba-tiba menjalar di tubuhku. Hatiku kembali berdebar-debar merasakan keanehan di pagi buta itu.

Kembali suara ketukan itu muncul. Kali ini lebih keras. Mungkin karena tidak segera dibukakan pintu.

Aku pun berpikir lebih rasional. Seandainya benar tamu, pasti dia akan mengucapkan salam.

Kuberanikan diri menanyai  suara  di luar setelah ketukan kedua terdengar.

"Siapa ya, di luar?"

Tidak ada jawaban.

Hanya angin semilir yang makin membuatku dingin  berdebar-debar.

Kembali kutanyai suara ketukan  pintu tadi.

"Siapa di luar?'

Tidak ada jawaban.

Aku pun tidak berani menyibakkan korden yang berada di dekat pintu.

Rupanya suara ketukan itu memang bermaksud menggodaku.

Beberapa saat kemudian, suara ketukan pintu itu terdengar lagi. Jengkel aku dibuatnya, akhirnya meski dengan rasa takut yang memuncak, kubuka pintu lebar-lebar.

Ternyata di luar tidak ada siapa-siapa. Yang ada hanya sepi dan malam yang masih gelap.

"Hei, jangan menggodaku. Aku sedang bekerja. Awas ya, sekali lagi menggodaku, kubacakan ayat-ayat Al-Qur'an! ancamku pada makhluk penggoda itu.

Kembali kututup pintu dengan keras.

Tidak berapa lama berselang, suara ketukan pintu itu kembali terdengar. Kali ini aku benar-benar terganggu, dan mulailah aku berwudu.

"Okelah, jika ini maumu, terpaksa akan kubacakan ayat-ayat Al-Qur'an, biar kau merasa panas dan segera pergi!"

Magelang, 21 Oktober 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun