Ibu gadis tersebut hanya geleng-geleng kepala. Ada rasa takut seandainya di antara para tamu itu ada yang berbuat nekad karena sakit hati telah ditolak lamarannya.
"Sebaiknya kau lebih berhati-hati, Nduk dalam bersikap."
"Ya, Bu."
Kamis pagi sampai siang, perasaan ibu gadis tersebut tidak enak. Berkali-kali dia mondar-mandir seakan ada sesuatu yang hendak disampaikan, tetapi selalu tidak mampu berbicara.
Ibu gadis itu pun merasa curiga terhadap seseorang yang tidak dikenal berkali-kali memperhatikan rumahnya.
Kok perasaanku sangat tidak enak, ya. Ah, nggak ... nggak, aku harus berpikir positip. Aku harus tetap waspada dan berdoa, bisik hatinya.
Malam Jumat hujan pun turun,  keadaan kian terasa mencekam. Apalagi suara burung hantu  dan lolongan anjing yang menambah resah dan gulana hati ibu gadis itu.
"Nduk,  Le, ini malam Jumat, jangan tidur gasik, perbanyak  berdoa dan prihatin, mendekat pada-Nya," pesan ibu gadis pada anak-anaknya.
Setelah pukul dua belas malam, keluarga itu pun menuju peraduan. Namun hati ibu gadis makin resah dan tidak dapat memejamkan mata.
Dia kembali bermunajat. Beberapa saat setelah bermunajat, dia merasa ada sesuatu yang ganjil.
Dari bagian depan rumah, dia mendengar suara-suara aneh dan mencurigakan. Segera dia dekati suara itu, dan benar saja. Sekelompok orang bersenjata seperti pedang, clurit, golok, palu, berhasil memasuki rumahnya. Gerombolan itu bertopeng  sehingga tidak diketahui siapa sebenarnya. Salah satu dari gerombolan itu berhasil menyekap ibu gadis. Mulutnya disumpal, tangan serta kaki diikat. Matanya ditutup kain seadanya.