Akhirnya Pur pun dapat beristirahat dengan nyaman siang itu. Â Sejak pagi, dirinya sibuk membantu keluarga mengurus sawah. Setelah makan siang, Pur ingin merebahkan diri sebentar, meski matanya sulit terpejam.
Surat kabar hari itu pun menjadi santapan siangnya, pengantar tidur siang. Â Mungkin sebentar lagi huruf-huruf di surat kabar itu tidak lagi terbaca, sebab Pur sudah berada di alam mimpi. Angin siang pun berembus semilir seakan membelai Pur yang cukup lelah.
Pur sengaja mengambil bangku panjang yang berada di depan rumah. Ditariknya agak mepet tembok agar leluasa meletakkan kakinya. Berkali-kali surat kabar dibolak-balik, seakan tidak ada berita yang menarik.
Tiba-tiba, tidak ada angin maupun  hujan, sebuah paku jenis ulir yang berukuran cukup besar dan berkarat, tertancap tepat di dekat kakinya. Untung saja, kaki dan tubuhnya selamat dari paku ulir tersebut.
Mata Pur yang sudah hampir terpejam segera membuka kembali. Koran yang dipegangnya pun terlepas.
Pur mengawasi sekeliling, mungkin ada orang iseng yang sengaja ingin membuatnya terkejut, tetapi tidak ada tanda-tanda ada orang lain di rumah tersebut.
Segera didongakkan kepalanya ke atas, barangkali ada bagian atap atau eternit yang rusak, tetapi nihil. Semua baik-baik saja. Bulu kuduk Pur pun kini berdiri.
"Hm... ada sesuatu yang tidak beres," pikir Pur dalam hati.
Pur juga tidak berani menyentuh paku tersebut, dibiarkannya tertancap di bangku tua itu.
Dia berlari menemui beberapa orang dan menceritakan peristiwa yang baru saja dialaminya.
Mereka pun segera menuju tempat kejadian.
"Jangan disentuh, paku itu, biar kita minta tolong orang pintar saja," perintah Pur pada beberapa tetangganya yang hadir di tempat itu.
Ada usul  dari beberapa orang untuk segera menemui orang pintar yang dianggap tahu tentang makhluk tidak kasat mata.
"Mas Pur, kita sowan Pak Waspada saja, yuk, untuk memastikan benda ini," ajak Nuri pada Mas Pur.
"Ya, Mas. Kita kan juga tidak tahu sebenarnya bagaimana atau maksud benda ini," timpal yang lain.
Mereka berenam sowan pada Pak Waspada, dan disampaikanlah awal mula kejadian tersebut.
Pada sore hari, Pak Waspada datang dan mencabut paku ulir itu meski dengan susah payah.
"Bagaimana, Pak?" tanya Pur dengan tidak sabar.
Pak Waspada hanya diam, dan berlalu.
Mas Pur dan beberapa orang yang hadir di tempat itu hanya bengong, tidak tahu kelanjutan sikap dan penjelasan Pak Waspada.
Magelang, 10 Oktober 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H