Mohon tunggu...
ZUMZUMI NAILUFAR
ZUMZUMI NAILUFAR Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar/Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sejarah Munculnya Maqasid Al-Qur'an

18 Oktober 2022   04:29 Diperbarui: 18 Oktober 2022   04:39 385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Setiap kajian keilmuan pasti memiliki asal usul sejarah, termasuk juga maqashid al-Qur'an. Istilah Maqasid al-Qur'an sendiri dapat di jumpai di dalam karya-karya karangan  para ulama. Di antaranya ulama klasik misalnya, Menurut  I'zzuddin Abd al-Salam, maqasid al-Qur'an ialah;

"Inti  dari Maqasid al-Qur'an adalah segala perintah Allah yang mengusahakan segala  kemaslahatan manusia dan sebab-sebab yang mengantarkan kepada kemaslahatan,  serta larangan yang mengusahakan mencegah segala kerusakan-kerusakan serta  sebab-sebabnya."

Embrio tentang maqashid al-Qur'an memang sudah ada dalam al-Qur'an itu sendiri, akan tetapi belum ditetapkan sebagai satu disiplin ilmu pada masa turunnya al-Qur'an. Seiring berjalannya waktu para ulama' pun berusaha mengeksplorasi kandungan ayat-ayat al-Qur'an. 

Dan kemunculan istilah ini tidak luput dari genealogi maqashid al-shari'ah. Term "maqashid" sendiri pertama kali dicetuskan oleh Imam al-Tirmidzi pada abad ke-3 Hijriyah dalam bukunya yang berjudul al-Shalah wa Maqashiduha. Dan kemudian buku ini menjadi referensi utama di masanya tentang maqashid al-Shari'ah. Para ulama pun lebih dahulu mengembangkan kajian maqshid al-Shari'ah yang mana bersumber dari al-Qur'an dan sunnah.

Jika pada masa abad ke-3 Hijriyah, memang belum ada term maqashid al-Qur'an. Sebab di karenakan pada masa itu kebanyakan ulama menfokuskan kajiannya pada ranah fiqih. Term maqashid sendiri yang dicetuskan oleh al-Tirmidzi dilanjutkan dan dikembangkan oleh Al-Juwayni (W. 478 H) dengan karyanya al-Burhan. 

Pada abad ke-4 Hijriyah, ia adalah salah satu guru Al-Ghazali. Al-Juwayni menggunakan kata al-Maqashid, al-Maqshud, al-Qashdu sebanyak sepuluh kali dalam bukunya yang berarti al-Aghradh atau tujuan. Ia merumuskan lima poin penting dalam maqashid al-shari'ah yaitu al-Dharuriyyat, al-Hajiyat, la dharuriyyah wa la hajjiyyah (al-Tahsiniyyat) , al-Mandubat, dan al-Mukarramat. Akan tetapi poin keempat dan kelima bukan menjadi pokok pembicaraan dalam maqasid akan tetapi poin pertama, kedua dan ketiga yaitu al-Dharuriyyat, al-Hajiyyat dan al-Tahsiniyyat.

Upaya al-Juwayni dalam menggagas maqashid al-shari'ah dengan pembahasan yang lebih rinci dari ulama sebelumnya, berarti juga ia turut serta mengembangkan kajian maqashid al-Qur'an sebab landasan kajian dalam maqashid al-shari'ah adalah al-Qur'an, dan maqashid al-shari'ah adalah bagian dari maqashid al-Qur'an. Meskipun ia belum menggunakan term maqashid al-Qur'an tetapi tidak berlebihan jika al-Juwayni juga turut serta memberikan kontribusi dalam perkembangan kajian maqashid.

Estafet pengembangan maqashid al-Qur'an terus berjalan, para ulama terus berupaya memberikan perhatian serius tentang maqashid al-Qur'an salah satunya Al-Ghazali, berdasarkan dari data-data yang ditemukan pada akhir ke-4 Hijriyyah istilah maqashid al-Qur'an pertama kali digunakan oleh Abu Hamid al-Ghazali dalam karyanya Jawahir al-Qur'an. Ia menjelaskan dalam bab kedua dengan judul "Fi Hashri Maqashid al-Qur'an wa Nafaisuhu" bahwa rahasia kandungan al-Qur'andan tujuan utamanya adalah menyeru setiap hamba menuju Allah Ta'ala yang Maha Agung, pencipta alam semesta dan seluruh isinya. 

Ia kemudian mengklasifi kasikan menjadi enam tujuan pokok yaitu: pertama, mengenal Allah yang Maha Esa, kedua pengenalan jalan yang lurus, ketiga penjelasan mengenai hari akhir, keempat gambaran tentang umat yang beriman, kelima gambaran umat yang membangkang, keenam mengajarkan untuk berada di jalan lurus menuju Allah ketika kembali kehadapanNya. Selain itu juga ia menjelaskan lima pokok tujuan syariat yaitu, menjaga agama, hidup, akal, keturunan dan harta.

Tidak berlebihan jika ia disebut sebagai pionir dalam mengkaji dan mengembangkan maqashid al-Qur'an melalui karyanya Jawahir al-Quran. Sebab selain ia yang mencetuskan istilah ini, ia juga menjelaskan tujuan-tujuan pokok al-Qur'an dengan mengaplikasikan teori maqashid al-Qur'an sebagai salah satu alat dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur'an. Beberapa ulama era klasik yang mngembangkan kajian ini diantaranya seperti Al-Baghawi dalam ma'alim al-Tanzil al-Biqa'I (W. 885 H/1480 M) dalam Nadzm al-Durar fi Tanasub al-Ayat wa al-Suwar juga sangat memperhatikan kajian ini. Ia menyatakan bahwa 'ilmu al-munasabah hanya akan dicapai dengan mengetahui maqashid suwar al-Qur'an (yaitu tujuan-tujuan pokok surat-surat dalam Al-Quran) yang berarti ada keterkaitan antara ilmu munasabah dengan maqashid al-Qur'an.

 Selain itu adanya pergeseran paradigma maqashid al-Qur'an dari era klasik ke era kontemporer, jika pada masa dahulu kebanyakan ulama' membahas perihal isu teologis namun pada era kontemporer lebih berkembang pada ranah humanistik sebagai jawaban dari permasalahan masyarakat yang semakin kompleks. Dan kajian maqashid al-Qur'an ini membawa pengaruh yang signifikan dalam perkembangan penafsiran al-Qur'an, sehingga muncul corak tafsir yang disebut dengan al-Tafsir al-Maqashid pada era kontemporer.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun