Mohon tunggu...
M Zumar Feriyanto
M Zumar Feriyanto Mohon Tunggu... Guru - Guru SMPN 2 Kembang

Guru smp Bimbingan dan Konseling

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pencegahan Bullying pada Siswa Penderita Sindrom Tourette

12 Desember 2022   05:30 Diperbarui: 12 Desember 2022   07:44 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tindakan bullying atau perundungan sering kali ditemukan di sekolah. Bullying merupakan tindakan penindasan yang dilakukan seseorang baik secara individu maupun berkelompok. Tindakan tersebut bisa berupa fisik, verbal, maupun emosional.

Tindakan fisik yang sering muncul antarsiswa mudah diketahui secara langsung dibanding tindakan bullying secara verbal maupun emosional. Rata-rata kejadian bullying berawal dari tindakan verbal dan emosional yang kemudian berakhir dengan tindakan kekerasan fisik pada seseorang.

Tindakan verbal yang dilakukan oleh siswa bisa berupa olokan, cacian, hinaan, (dan cemoohan muncul menjadi pemantik tindakan-tindakan berikutnya. Sehingga kita perlu mewaspadai tindakan yang mungkin akan berkembang ke arah pertengkaran antarsiswa.

Adanya siswa penderita sindrom tourette di sekolah yang dirasa aneh oleh sebagian siswa pada umumnya, sering menjadi objek olokan para siswa lainnya. Sindrom tourette merupakan gangguan yang membuat penderitanya mengalami tindakan dan gerakan berulang atau suara yang tak diinginkan dengan tidak terkendali.

Penderita biasanya tanpa sadar melakukan tindakan/gerakan/suara yang tiba-tiba dilakukan berulang-ulang tanpa sadar. Tindakan berulang tersebut biasa disebut tic.

Tic sedikit berbeda dengan latah yang hanya muncul ketika dikejutkan berlebihan. Sementara tic muncul secara spontan, dan dipengaruhi oleh genetik seseorang. Tic bisa berbentuk tindakan sederhana seperti berdehem, berkedip mata,  dan lainnya. Sedangkan tic yang berbentuk komplek seperti melompat, menirukan sebuah objek, mengulang kata, atau kalimat tertentu.

Siswa yang mengalami sindrom ini cenderung malu ketika diketahui teman yang lain. Hinaan atau cemoohan juga sangat mungkin didapatkan oleh siswa penderita sindrom tourette. Tindakan pencegahan bagi sekolah layaknya sangat diperlukan untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Bentuk pencegahan yang dapat dilakukan oleh guru BK (Bimbingan Konseling) maupun guru kelas di antaranya adalah sebagai berikut:

  • Memberi pemahaman kepada seluruh siswa tentang bulliying

Guru dapat menginformasikan tentang bahaya bullying baik secara mental maupun fisik korban. Bahaya bullying akan berdampak pada proses pembelajaran korban. Melihat dampak dari bullying yang sudah terjadi langkah pencegahan hendaknya harus dilakukan sedini mungkin. Guru BK dapat menggunakan layanan klasikal sehingga dapat memberi pemahaman secara menyeluruh terhadap siswa guna pencegahan.

  • Memberi pemahaman kepada seluruh siswa tentang penyakit yang mengganggu proses belajar termasuk sindrom tourette.

Guru dapat memberi pemahaman melalui poster tentang bahaya perilaku bullying, disertai dampak yang akan terjadi. Memberikan contoh-contoh perilaku bullying yang seringkali siswa lakukan ketika disekolah. Guru BK dapat menayangkan video maupun slide power point mengenai bahaya dan dampak perilaku bullying.

  • Menyampaikan cara berteman yang baik dengan semua siswa termasuk penderita sindrom tourette sesuai aturan.

Guru mengajarkan cara menjalin hubungan yang baik sesama teman di sekolah agar terjalin hubungan yang harmonis. Apapun perbedaan setiap individu adalah unik jadi tidak perlu membandingkan atau membedakan satu dengan lain. Pentingnya solidaritas sesama teman dalam satu kelas, karena setiap hari akan ketemu sampai lulus nanti bahkan ketika sudah lulus dapat menjalin hubungan yang baik.

  • Memberi pendampingan pada siswa penderita sindrom tourette

Guru Bk dapat melakukan konseling individual terhadap siswa yang memiliki kelaian tersebut secara intens. Menggunakan pendekatan konseling realitas, siswa bertanggung jawab atas bagaimana bertindak, berpikir, merasakan, dan keadaan fisiologisnya. Melalui terapi diharapkan siswa dapat mengurangi kebiasaannya, harapannya bisa hilang kebiaasaan tersebut.

  • Berkoordinasi dengan orang tua dan lingkungan rumah untuk membantu siswa penderita sindrom tourette menyesuaikan lingkungan belajarnya.

Guru selalu koordinasi dengan orang tua maupun warga sekolah, agar memahami kebiasaan siswa yang beda dengan teman-temannya. Termasuk selalu memberi pendampingan ketika sewaktu-waktu ada siswa lain melakukan tindak ejekan atau cemoohan. Guru dapat memberi teguran atau peringatan secara langsung terhadap siswa yang mengejek. 

Solusi tersebut dapat mencegah terjadinya tindakan bullying pada siswa, guru harus selalu memperhatikan betul tiap-tiap karakter dan sifat peserta didik. Sehingga dapat meminimalisir tindakan bullying disekolah. Guru juga harus terus mensosialisasikan ke kelas agar siswa tidak melakukan tindakan bullying. Termasuk memberi pemahaman bahwasannya ketika ada teman yang memiliki keanehan agar tidak diejek akan tetapi malah dilindungi. 

Guru BK juga diharapkan dapat selalu memotivasi penderita sindrom tourette agar terus semangat tidak fokus pada kekurangannya, sehingga kelebihannya akan menonjol dan kedepannya dapat menjadi prestasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun