Tahun lalu, saya sempat jalan-jalan keliling Palembang dengan sahabat satu kamar (asrama) saya, Bobby. Selain refreshing, tujuan utama saya adalah mencari referensi untuk bahan tulisan tentang Pariwisata Sumatera Selatan. Jalan-jalan keliling Sumatera Selatan sendiri adalah cita-cita saya sebelum pindah dari kota penghasil Pempek ini. Karena setelah lulus SMA, saya berencana melanjutkan pendidikan saya di Jawa: kalo nggak Bandung, ya, Jakarta. Tapi, akhirnya saya mendapat kesempatan untuk masuk di sebuah Perguruan Tinggi di kota Bandung. Alhamdulillah...
Saya ingat, perjalanan ketika itu dimuali pukul 09.00 WIB. Saya dan sahabat berangkat dari asrama sekolah (Kayuagung, Kab. Ogan Komering Ilir) menuju pangkalan Musi memakan waktu kurang lebih 2 jam. Selepas dari bus, lantas kami melanjutkan aktivitas dengan berjalan kaki sepenuhnya. Karena memang rencana awal kami berkeliling Palembang dengan jalan kaki (mungkin ini menjadi rujukan untuk judul tulisan ini, Jalan-jalan Sumsel)
Perjalanan pertama, kami mendatangi tempat di bawah kolong jembatan Ampera. Ada apakah gerangan di sana? Ternyata, diluar dugaan saya. Sebab tempat tersebut dijadikan sebagai “kalangan” (pasar tradisional kecil). Ketika saya berkunjung ke tempat tersebut, saya menemukan banyak pedagang yang menjajakan buah-buahan beraneka macam, selain Semangka, Nanas asli Prabumullih—yang terkenal manis dan enak itu—saya juga menemukan satu jenis buah yang benar-benar unik dan menggugah selera untuk mencicipnya. Namanya Keranji. Buah-buah tersebut tengah dijemur di pinggir jalan sekitar kolong jembatan Ampera.
Lantas saya pun ngobrol sejenak dengan sang pemilik buah. Katanya nama buah tersebut adalah Buah Keranji (Dialum Indum). Katanya dulu banyak terdapat di Palembang. Buah ini banyak ditemukan di hutan pedalaman Sumatera dan Kalimantan yang heterogen di bawah ketinggian 400 m di atas permukaan laut (dpl). Sebagian besar tersebar di pinggiran hutan berbatasan dengan daerah perkampungan. Di Sumatera Selatan, tanaman Keranji sering ditemukan tumbuh liar (atau menjadi liar) di daerah pedalaman. Tetapi sebagian Tanaman Keranji sudah ditanam di sekitar pekarangan rumah penduduk di desa-desa atau dusun. Hasil survey yang dilakukan tahun 2003 di Kabupaten Banyuasin, jumlah populasi Tanaman Keranji sudah tinggal sedikit, yaitu sekitar 700 pohon. Rata-rata produksi tiap pohon 60-200 kg buah segar per tahun. Pada umumnya tanaman ini dimanfaatkan sebagai tanaman buah-buahan yang terkenal dengan rasa asam manisnya. (Sumber)
Setelah puas mencicip dan ngobrol tentang buah tersebut, lantas kami langsung photo-photo sejenak di sekitar Kafe Legenda (memang narsis saya dan sahabat saya). Setelah itu kami langsung meniti tangga jembatan—dari kolong jembatan Ampera—untuk naik ke atas jembatan, karena kami akan menyeberang ke wilayah seberang jembatan tersebut.
Kemudian kami berjalan menuju ke Museum Sultan Mahmud Badaruddin II, kebetulan kunjungan waktu itu masih sepi, lantas kami pun langsung membeli tiket masuk seharga Rp 1000. Kunjungan kami ke Museum tersebut cukup seru dan asyik. Di sana kami pun dipandu dengan anak-anak sekolahan di Palembang yang juga tengah mencari tugas sekolah di Museum tersebut.
Perjalan pun kami lanjutkan menuju ke Benteng Kuto Besak, kami berphoto-photo sejenak, sembari mengamati bentuk bangunan tersebut. Unik dan klassik.
Akhirnya saat saya melihat jam yang melitit di tangan, sudah menunjukkan angka 12.00 WIB, maka kami pun beristirahat sejenak untuk bersantap siang ke River Side Restaurant. Nampaknya sih memang megah, dan... kami sebenernya sempat takut makan siang disitu karena kepikiran soal harga yang mahal. Nyatanya enggak juga, kami cukup puas makan siang di tempat tersebut dengan pelayanan yang cukup ramah, dan makan sepuasnya dengan harga yang cukup terjangkau untuk ukuran dompet kami.
Yaya..., ternyata di River Side ini ada yang unik lho, yakni aneka menu yang kesemuanya berbeda dan cukup nyammyyyyy.... Menu yang saya suka sih Tenggiri Panggang, Seluang Goreng, dan ada satu sambal khas Palembang yang cukup seudeuppp banget. Liat aja gambarnya, menggugah selera pastinya...
Selesai mengisi perut di River Side Restauran, akhirnya kami melanjutkan perjalanan ke Masjid Agung untuk Shalat Dzuhur. Berhubung di masjid belum adzan, dan waktu shalat kurang 30 menit, lantas kami singgah dahulu ke tempat wisata yang kuereeen abis, dan suedepp dipandang yakni di Monpera a.k.a Monumen Penderitaan Rakyat. Kami sempet photo-photo bareng, karena memang bngunan tersebut sangat megah dan begitu menakjubkan, terdapat patung Garuda raksasa yang menempel pada bagian dinding, sehingga untuk Anda yang hobi berphoto, Monpera sangat tepat untuk dijadikan sebagai lokasi untuk berphoto.
Kami mengelilingi Monumen tersebut. Di samping bangunan tersebut terdapat relief yang cukup cantik dan megah, menggambarkan perjuangan masyarakat Sumatera Selatan. Selanjutkan, kami masuk ke dalam bangunan. Namun, kami belum sempat berkunjung ke tangga bagian atas bangunan, berhubung waktu dzuhur hampir tiba. Jadi, kami hanya sempat ngobrol sebentar dengan penjaga bangunan tersebut dan beberapa Veteran Sumsel. Waktu kami untuk shalat dzuhur makin sekat. Akhirnya kami langsung bergegas menuju ke masjid Agung Palembang. Dan perjalanan ketika itu akan menjadi satu momen yang sangat menginspirasi untuk saya. Sebab jujur, karna berjalan-jalan kaki keliling Kota Palembang merupakan pengalaman pertama saya selama 18 tahun lahir dan dibesarkan di Provinsi Sumatera Selatan. :)
http://singkong-gorengs.blogspot.com
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI