Provinsi Gorontalo merupakan salah satu daerah penghasil padi di Indonesia. Produksi padi sawah di daerah ini sangat bergantung pada kondisi iklim lokal. Presisi dalam memprediksi iklim lokal di Gorontalo merupakan salah satu faktor penentu waktu tanam yang optimal sehingga dapat meningkatkan produktivitas tanaman padi sawah. Â Dalam beberapa tahun terakhir, perubahan iklim telah memengaruhi waktu tanam padi sawah secara signifikan.
Presisi iklim, yang mencakup data dan informasi tentang kondisi cuaca, suhu, kelembapan, dan curah hujan, menjadi faktor krusial dalam menentukan waktu tanam yang optimal.
Penentuan waktu tanam merupakan salah satu kunci keberhasilan budi daya padi sawah di Gorontalo, dimana waktu tanam yang optimal memastikan tanaman mendapatkan kondisi iklim yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan. Â
Wilayah Gorontalo memiliki pola iklim tropis dengan dua musim, yaitu musim hujan dan kemarau. Curah hujan menjadi unsur iklim yang paling berpengaruh terhadap budidaya padi sawah di Gorontalo.Â
Distribusi dan intensitas curah hujan yang sesuai diperlukan untuk pengairan, terutama pada fase vegetatif. Namun, curah hujan yang berlebihan dapat menyebabkan banjir yang merusak tanaman padi.
Petani di Gorontalo umumnya masih mengandalkan pengetahuan tradisional dalam menentukan waktu tanam, seperti mengamati tanda-tanda alam, misalnya ada kerifan lokal yang dikenal dengan istilah " Panggoba ".Â
Namun, perubahan pola iklim saat ini membuat penentuan waktu tanam secara tradisional menjadi kurang akurat. Penelitian oleh Sulaeman et al. (2021) mengungkapkan kecenderungan peningkatan suhu udara dan pergeseran pola curah hujan di Gorontalo selama 30 tahun terakhir. Peningkatan frekuensi kejadian iklim ekstrim seperti El Nio dan La Nia juga teramati.Â
Perubahan pola iklim ini berdampak pada sektor pertanian, khususnya padi sawah sebagai komoditas utama di Gorontalo. Â Studi yang dilakukan oleh Prasetyo et al. (2020) menunjukkan bahwa variabilitas curah hujan dan kenaikan suhu memengaruhi penurunan hasil padi sawah di Gorontalo. Kekeringan yang dipicu oleh El Nio pada tahun 2015 mengakibatkan puso (gagal panen) pada areal yang signifikan. Â
Adapun proyeksi iklim mendatang di Gorontalo oleh Susanti et al. (2022) mengindikasikan peningkatan suhu hingga 1,5C dan perubahan pola curah hujan pada tahun 2050 dibandingkan periode 1985-2015. Temuan ini menggarisbawahi pentingnya adaptasi praktik pertanian padi terhadap perubahan iklim di Gorontalo untuk mempertahankan produktivitas.
Penelitian oleh Habibie dkk. (2021) mengembangkan model prediksi waktu tanam padi di Gorontalo berbasis jaringan syaraf tiruan. Model ini mengintegrasikan data historis curah hujan, suhu, dan hasil padi untuk menghasilkan rekomendasi waktu tanam.Â
Hasil validasi menunjukkan akurasi model mencapai 85%. Ke depan, pengembangan sistem presisi iklim yang mudah diakses petani dapat menjadi solusi adaptasi perubahan iklim untuk menjaga ketahanan pangan di Gorontalo. Â Menurut penelitian global oleh Wang et al. (2021), penyesuaian waktu tanam dengan kondisi iklim mampu meningkatkan hasil padi hingga 10%.
Secara umum, waktu tanam padi sawah ditentukan berdasarkan prakiraan musim hujan. Di Gorontalo, musim hujan umumnya berlangsung dari Oktober hingga Maret (Laimeheriwa, 2019). Namun, pola ini dapat bergeser akibat perubahan iklim. Studi kasus oleh Hasan et al. (2021) di Kabupaten Gorontalo menunjukkan bahwa 68% petani menyesuaikan waktu tanam berdasarkan pengalaman empiris, seperti kemunculan hujan pertama. Hanya 32% yang memanfaatkan informasi prakiraan iklim. Â
Penelitian yang dilakukan oleh Rosyadi et al. (2022) di Provinsi Gorontalo merekomendasikan waktu tanam optimal pada minggu ketiga November hingga awal Desember. Penundaan tanam hingga Januari berisiko menghadapi kekeringan saat fase pengisian bulir. Sebaliknya, tanam terlalu awal pada Oktober dapat menyebabkan banjir saat padi berbunga.
Penentuan waktu tanam juga perlu mempertimbangkan karakteristik varietas padi. Rauf dkk. (2020) menyarankan penanaman varietas berumur genjah (<90 hari) pada musim hujan untuk menghindari kekeringan akhir musim. Sementara varietas berumur sedang (120-135 hari) cocok ditanam saat musim kemarau dengan suplai irigasi untuk mengoptimalkan hasil.
Teknologi presisi iklim menawarkan solusi untuk mengoptimalkan waktu tanam padi sawah di tengah ketidakpastian iklim. Sistem ini mengintegrasikan prakiraan iklim, informasi varietas padi, dan kalender tanam. Schreinemachers et al. (2021) melaporkan peningkatan hasil padi sebesar 13% dan pengurangan konsumsi air irigasi sebesar 23% dengan penerapan presisi iklim di Vietnam.
Di Gorontalo, implementasi presisi iklim untuk padi sawah masih terbatas. Namun, beberapa inisiatif telah dirintis. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Gorontalo menyediakan informasi prakiraan iklim musiman yang dapat diakses penyuluh dan petani secara nasional.Â
Dinas Pertanian Provinsi Gorontalo juga melakukan sosialisasi kalender tanam padi berdasarkan analisis iklim yang diterbitkan oleh Stasiun Klimatologi Gorontalo yang berada di Kecamatan Suwawa Kabupaten Bone Bolango. Â Demikian pula ada Buletin iklim yang diterbitkan secara berkala setiap bulan sangat diperlukan sebagai informasi data pendekatan yang lebih presisi berdasarkan data iklim untuk menentukan waktu tanam yang optimal. Â
Stasiun pemantauan iklim saat ini telah tersebar di beberapa titik di Gorontalo. Data iklim yang dihasilkan seperti curah hujan, suhu, dan kelembaban, dapat dimanfaatkan untuk prakiraan iklim yang lebih presisi.Â
Petani dapat mengakses informasi ini melalui layanan penyuluhan yang dilakukan secara rutin oleh Kantor Klimatologi BMKG Gorontalo atau aplikasi mobile. Melalui pemanfaatan presisi iklim, produktivitas padi sawah di Gorontalo diharapkan dapat ditingkatkan produksinya.Â
penulis. Zulzain Ilahude, Dosen Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Negeri Gorontalo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H