Mohon tunggu...
zulyanti wulandari
zulyanti wulandari Mohon Tunggu... -

..:)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Behavioristik Lagi,, Sederhana Dech,,

21 April 2014   16:46 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:24 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Teori Behavioristik:

Telah dikemukakan teori behavioristik baik milik E.L Thorndike, Ivan Pavlov dan Skinner. Para ahli ini mengemukakan teori teori yang berbeda namun tetap berpijak pada teori behavioristic. Menurut sepemahaman saya, teori yang dikemukakan oleh para ahli ini memang lebih cenderung ke pembiasaan dan latihan… prinsip dasar teori-teori ini adalah stimulus-respon, dimana ada stimulus pasti aka nada respon yang dimunculkan.

E.L Thorndike yang menggunakan kucing sebagai hewan percobaannya menyatakan bahwa ketika si kucing mengetahui kunci keluar maka suatu ketika ketika ia ingin makan maka kunci itulah yang akan diiinjaknya. Tentu saja hal ini perlu pengulangan terlebih dahulu. Sehingga pada akhirnya kucing sudah langsung tahu bahwa ketika ia menekan kunci itu ia akan mendapatkan makanannya.

Ivan Pavlov menggunakan anjing sebagai hewan percobaannya, teori classic conditioning-nya di jelaskan dengan adanya conditioned stimulus, unconditioned stimulus, conditioned respon and unconditioned respon. Menyatakan pula bahwa ada stimulus netral berupa bunyi/suara. Pada percobaan yang dilakukan pada anjing, air liur yang keluar pada saat di berikan makanan adalah unconditioned respon, ketika diberikan makanan bersamaan dengan bunyi bel maka anjing akan mengeluarkan air liurnya, Pavlov melakukan ini berulang-ulang. Sampai pada akhirnya stimulus yang digunakan hanya bel saja tanpa makanan anjing juga tetap akan mengeluarkan air liurnya, karena yang ia tahu adalah bahwa ketika ada bel pasti ada makanan, dan otomatis ia akan mengeluarkan air liurnya.

Pada Skinner, pakar behavioristic ini melakukan percobaan pada tikus yang dimasukkan ke dalam skinner box, dengan memberikan tombol yang bisa mengeluarkan makanan. Setelah mondar-mandir akhirnya ia menemukan tombol tersebut, namun sebelum menemukan tombol ini diberikan beberapa haling berupa tombaol yang bisa memberikan kejutan (setrum) maka ia tidak akan menekan tombol ini, hanya mengulang menekan tombol yang bisa mengeluarkan makanan.

Singkat yang bisa di ambil adalah ketika melakukan pembiasaan hendaknya memang harus ada latihan secara terus menerus. Entah dengan adanya penguatan yang positif ataupun negative. Dalam aplikasi pendidikan perlu adanya stimulus berupa reward yang diharapkan bisa dijadikan sebagai penguat. Namun perlu pula diperhatikan bahwa pembiasaan memberikan reward yang berlebihan bisa pula menyebabkan pembiasaan yang buruk bagi siswa, siswa hanya bergantung pada reward saja. Nah, cara meminimalisir hal ini adalah dengan memberikan reward berupa pujian dan sanjungan yang membangun motivasi. J

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun