Mohon tunggu...
Zul Kifli
Zul Kifli Mohon Tunggu... Wiraswasta - Just Beginner

Social Enthusiastic || Just Beginner

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Pertama dalam Sejarah KPK, Penggeledahan Dilakukan Berhari-hari Setelah OTT

13 Januari 2020   06:28 Diperbarui: 14 Januari 2020   18:21 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sempat menghembuskan angin optimisme di awal tahun 2020 dengan adanya OTT tapi kali ini KPK harus dihadapkan dengan batu sandungan yang untuk kesekian kalinya menimbulkan pesimistis di kalangan publik. 

Ajaibnya pesimisme tersebut tidak berasal dari eksternal KPK melainkan dari kubu internal KPK itu sendiri yakni adanya Dewan Pengawas yang dibentuk berdasarkan amanat UU No. 19 Tahun 2019 tentang KPK. 

Bagaimana mungkin tidak pesimis, dahulu kala ketika KPK berhasil melakukan OTT maka di saat yang bersamaan sejumlah penyidik KPK tidak segang-segang masuk ke kantor, instansi bahkan rumah yang disinyalir terdapat barang bukti dugaan tindak pidana Korupsi. 

Lihatlah bagaimana kasus dugaan suap yang dilakukan oleh M. Romahurmuzy terhadap beberapa pejabat Kemenag RI, tak ragu-ragu KPK masuk ke ruangan Mentri Agama dan menyita berbagai dokumen yang dianggap penting dan mengumumkan ke pada masyarakat luas. 

Bahkan ingatan publik masih teringat ketika sejumlah penyidik KPK masuk ke Kantor DPR RI untuk mencari barang bukti walapun pada saat itu sempat mendapat perlawanan sengit dari anggota dewan Fahri Hamzah. 

Catatan emas yang dilakukan oleh penyidik KPK dalam melakukan penggeledahan ternyata akhirnya tercoreng setelah KPK gagal melakukan penggeledahan pada 9 Januari 2020 di kantor DPP PDIP Menteng Jakarta Pusat, terkait kasus dugaan suap komisioner KPU Wahyu Setiawan. 

Gagalnya KPU melakukan penggeledahan dikarenakan belum memiliki surat izin dari Dewan Pengawas KPK sendiri padahal Wahyu Setiawan diduga menerima suap Rp 900 juta dari calon legislatif PDIP asal Sumatera Selatan Harun Masiku untuk meloloskannya menjadi anggota DPR lewat jalur PAW. 

Adanya space waktu dari OTT ke proses penggeledahan tidak menutup kemungkinan adanya niat jahat dari para pelaku untuk melenyapkan barang bukti sehingga berdampak pada kinerja KPK untuk mengusut nama-nama yang bermain dalam perkara tersebut. 

Gagalnya proses penggeledahan di kantor DPP PDIP seakan memberikan inspirasi kepada pihak lain untuk melakukan tindakan yang sama, bahkan bisa di kata PDIP adalah partai pertama yang merasakan hadia dari adanya Dewan Pengawas. 

Sejatinya KPK dan Dewan Pengawas adalah satu kesatuan yang berhimpun dalam satu lembaga oleh karena sinergi diantara mereka merupakan suatu kewajiban jika memang benar niatnya untuk memberantas korupsi di tanah air. 

** Judul tulisan ini diambil dr cuitan Abraham Samad di Twitter

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun