Pada Malam yang lembab disebabkan oleh hujan sejak sore hari  tak berhenti serta ditemani lampu pijar bercahaya kemerah -- merahan dan tak lupa musik bergenre Country yang mengiringi. Mendatangkan sebuah pikiran mengunggah alam kesadaran saya tentang esensi anak muda dan kemajemukan bangsa Indonesia. Agak risih rasanya, jika saya membiarkan terlewat begitu saja, maka melalui tulisan ini saya ingin menjelajah dengan cara yang barangkali ilmiah dan semoga menjadi perenungan kita bersama.
Kita tahu bersama, tradisi kehidupan meminta manusia senantiasa bergerak dan mengevaluasi setiap akitivitasnya baik secara pribadi maupun  berkelompok. Refleksi inilah yang melahirkan berbagai penemuan mutakhir dari tahun ke tahun hingga abad ke abad pada sector manapun. Mungkin penemuan bidang teknologi paling mempegaruhi aktivitas manusia dan menyebabkan kehidupan manusia cenderung Praktis, effisien dan efektif dalam pengertian tertentu.
Fenomena ini berdampak perkembangan gaya hidup manusia yang cenderung individualis dan mementingkan nasib sendiri. Mungkin kita dapat melakukan sanggahan kritis dengan berbagai pengamatan, misalya ; banyak kok melalui pengunaan teknologi dapat membantu permasalahan masyarakat atau tanpa teknologi manusia akan kesulitan melaksanakan agenda -- agenda baiknya, and whatever.... Benar dan Apresiasi sehormat -- hormatnya setiap tindakan bermanfaat untuk menyelesaikan permasalahan mendasar masyarakat Namun bukan berarti membuat kita buta dengan keadaan fundament lainnya.
Periksalah denyut pertemuan sosial kita masing -- masing, sesederhana bahwa kita lebih disibukkan mengontak -- antik telepon genggam daripada melanjutkan pembahasan dengan siapa yang kita temui tanpa menyentuh manakala tak ada notifikasi mendesak untuk segera direspon. Pesona sosial medialah yang kerap menarik perhatian, ketimbang menuntaskan pembahasan yang perlu diselesaikan. Sehingga lahirlah frasa generasi  kaum rebahan dan beberapa anak muda berbangga mengakui diri sebagai orang Insecure, yang artinya sudah kita ketahui bersama karena popularitasnya di media sosial. Hampir setiap anak muda menemui keadaan ini atau mungkin kitalah salah satu dari pelakunya.
Lalu, Apa kaitannya antara Judul tulisan dan narasi pengantar yang diatas ?Â
saya ingin memulai perenungan ini dengan realitas yang dekat dengan interaksi sosial kita semua guna memudahkan maksud tulisan dan menyaring pembahasan sederhana tapi tidak kehilangan esensinya.
Sebab pembaca tulisan ilmiah Nampak sepi peminatnya, ini dibuktikan angka kesadaran literasi bangsa Indonesia yang begitu mengemaskan, Menurut data UNESCO, minat baca hanya 0,001%. Artinya, dari 1,000 orang Indonesia, cuma 1 orang yang kerap membaca. Sementara pengguna sosial media kita menunjukkan angka yang menganggumkan, Dalam laporan berjudul Digital 2021: The Latest Insights Into The State of Digital, disebutkan bahwa dari total 274,9 juta penduduk di Indonesia, 170 juta di antaranya telah menggunakan media sosial, dengan demikian penguna sosial media masyarakat Indonesia sekitar 61,8 persen, lebih dari setengah penduduk Indonesia melek sosial media.
Perbandingkan angka antara minat baca dan minat sosial media, bagai langit dan bumi atau romansa cinta Romie dan Juliet, saling mencintai tapi disayangkan tak bisa bersama. Jika saja secara statistik menunjukkan angka setara, tentu memudahkan anak muda Indonesia melakukan kolaborasi pemikiran dan harapan dalam rangka aktif menyelesaikan permasalahan bangsa Indonesia.
Tentu Persoalan mengakibatkan kita kesulitan berdiskusi dalam kerangka subtansial, terutama mengenai sejarah dan kondisi sosial bangsa Indonesia. Agaknya Agenda sosial masyarakat kurang menyentuh wilayah filosofis dan cenderung simbolik semata. Kerap kali pemaknaan tentang kemajemukan bangsa Indonesia berhenti pada slogan patriotik, seolah  semua permasalahan selesai dengan mempopulerkan diksi singkat belaka, sedangkan permasalahan Indonesia berada pada wilayah mengkhawatirkan. Pasca Pilpres 2019, Perbedaan pandangan politik mengantarkan bangsa Indonesia pada pembelahan antara kelompok Kampret dan Cebong, yang sampai sekarang masih sering kita dengarkan dalam pembahasan di sosial media atau realitas sehari -- hari.
Apakah serendah ini peradaban Bangsa Indonesia saat ini ? Perhelatan Politik seharusnya mengantarkan Bangsa Indonesia pada peradaban besar di masa mendatang, dimana momentum ini akan melahirkan berbagai gagasan mulia terhadap kehidupan berbangsa dan berbangsa oleh dan untuk Masyarakat Indonesia. Malah menjerumuskan pada perdebatan mengerikan dan Ironisnya itu menjadi alat candaan tanpa menyadari bahwa keadaan ini menunjukkan masyarakat Indonesia tak ubahnya sekelompok hewan saling membunuh satu sama lain demi bertahan hidup. Berbanding terbalik dengan Sejarah perjuangan kemerdekaan Bangsa Indonesia, Upaya mewujudkan harapan akan peradaban bangsa Indonesia Ketika Indonesia merdeka.
Bahkan Pemikiran Kemerdekaan Indonesia Menuai Banyak Apresiasi dari berbagai pemikir, Salah Satunya Rutgers Seorang Ahli Sejarah Mengatakan " Dari Semua Negara -- Negara di Asia Tenggara, Indonesialah yang dalam Konstitusinya, Pertama dan Paling Tegas Melakukan Latar Belakang Psikologis yang sesungguhnya daripada semua revolusi melawan penjajahan. Dalam Filsafat Negaranya, Yaitu Pancasila, dilukiskan alasan -- alasan secara lebih mendalam daripada revolusi -- revolusi itu. Begitupun Juga dengan pemikir Inggris Bertrand Russel Filsuf ternama Abad 19, Setelah Mendengarkan Pidato Ir Soekarno di PBB pada 30 September 1960 berjudul " To Build The World Anew ( Untuk Membangun Dunia Baru )" dengan Tujuan Memperkenalkan Pancasila pada dunia, Bertrand Russel Memuji Pancasila Sebagai Jalan Tengah dan Menyebut Ir. Soekarno sebagai Great Thinker In The East Atau Pemikir Hebat di Timur.
Sepatutnya Generasi sekarang mengingat kembali betapa besarnya kontribusi Pahlawan kemerdekaan pada Bangsa ini, sedang dunia pun mengakui bahwa sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia merupakan Upaya membangun peradaban dunia baru. Amat memprihantikan jika merefleksikan keadaan sekarang, nampaknya mengalami kekeringan gagasan dan harapan akibat kegagalan menghormati dan memahami bangsa Indonesia. Pembahasan tentang kemunduran bangsa Indonesia tiada hentinya menjadi peninjauan terus menerus disebabkan generasi sekarang berjarak dengan tradisi literasi dan juga diskursus filosofis mengenai bangsa Indonesia.
Sejarah runtuhnya Uni Soviet sebagai Pemenang Perang Dunia II pada tahun 1991, merupakan fakta sejarah bahwa negara adidaya pun dimungkinkan mengalami keruntuhan, penyebab utamanya disebabkan kegagalan Uni Soviet dalam mengatasi permasalahan sosial budaya Warganya. Sulit Memastikan Negara Kesatuan Republik Indonesia dapat mempertahankan kedaulatannya dari sabang sampai mauruke, dari Pulau Rote sampai Pulau Miangas, Â jikalau embrio keterbelahan tidak dapat diatasi dengan menumbuhkan kesadaran kebangsaan yang filosfis dan dibekali fakta sejarah baik yang terjadi di dalam negeri maupun di luar negeri guna menjawab tantangan zaman bangsa Indonesia.
Olehnya melalui tulisan ini saya hendak mendorong teman -- teman genersasi muda, wabilkhusus saudara seperjuangan saya di Forum Persaudaraan Antar Etnis Nusantara, agar senantiasa lebih kiat dan tekun belajar dalam mengaktifkan serta Merealisasikan wacana tentang Peradaban Bangsa Indonesia di masa jauh mendatang, layaknya Perkataan Indira Gandhi dalam film bell Bottom, Ketika Pesawat Air India dibajak pada tahun 1980 dan akan berdampak pada elektabilitas Indira Gandhi pada pemilu India 1984, jikalau kebijakannya gagal dalam menyelamatkan para korban dari pembajakan, maka Indira Gandhi Berkata kepada salah satu Menterinya karena lebih mementingkan Pemilu India 1984 "Saya Melakukan ini untuk India Seratus Tahun kedepan, Bukan Untuk Memenangkan Pemilu 4 tahun akan datang". Â Keteguhan Hati Indira Gandhi dapat menginspirasi kita untuk memetingkan masa depan bangsanya ketimbang terjebak pada kepentingan sectoral semata.
Perbedaan Geografis dan Etnis Bangsa Indonesia, Merupakan Anugerah Tuhan Yang Maha Esa kepada Manusia Indonesia dan Generasi Muda acap kali Menyepelehkan, Perihal Rasisme, Sikap Intoleran, dan prilaku deskriminasi kepada yang berbeda kerap mewarnai kehidupan berbangsa dan bernegara, tak perlu lah menampilkan kasus per kasus, teramat sering kita menyaksikan penolakan atau penghinaan terhadap masyarakat tertentu dikarenakan perbedaan pandangan politik, suku, agama dan ras dan kadang berdampak pada konflik horizontal.
Permasalahan SARA di Negara tercinta ini, seraya penyakit lama yang sering kambuh, bayangkan jika penyakit sering kumat tentu akan mengakibatkan kritis dan bagi orang yang mengidapnya akan menyebabkan kematian, sedangkan bagi Sebuah Negara akan berpotensi besar mengalami kehancuran, bahkan lebih ekstremnya akan bernasib sama seperti Uni Soviet. Tentu sebagai anak bangsa, kita tidak menginginkan ini terjadi pada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kita cintai bersama.
Oleh Karena itu, Â menyadari generasi muda pembawa harapan perubahan, marilah senantiasa memahami Indonesia secara mengakar tentang berbagai kerumitan masalah bangsa Indonesia. Lebih dari itu, saya yakin Anak Muda adalah Nyawa Kebhinekaan bangsa Indonesia, Kongres Pemuda 1928 merupakan saksi sejarah dan simbol generasi muda Indonsia Bersatu dalam keberagaman demi mewujudkan Indonesia Merdeka. Tentu zaman sekarang tantangannya sudah berbeda namun secara ensensial tidak mungkin terhindarkan peran serta generasi muda dalam membangun bangsa Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H