Mohon tunggu...
Zulkarnain Patunrangi
Zulkarnain Patunrangi Mohon Tunggu... swasta -

belajar menulis untuk mengisi kekosongan waktu.. tertarik dengan Sosial, Budaya, Hukum, Ekonomi, Politik dan HAM.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

"Lima Kali Tusuk", Ancaman Pemilu Banyak Golput

24 Maret 2019   07:12 Diperbarui: 24 Maret 2019   07:44 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: kip-gayoluwes.go.id

Sebab kita bicara kotak suara maka saya tidak berkampanye, Pemilihan umum yang akan di gelar pada 17 April 2019 adalah momentum 5 (lima) tahunan, yang kita selalu laksanakan sebagai bentuk dari negara demokrasi. 

Pemilu 2019 adalah Pemilihan adalah beda dengan pemilihan sebelumnya dimana akan dilaksanakan 2 (dua) Pemilihan secara bersamaan dan 5 kertas suara secara teknis akan dipilih, ini adalah Pemilihan yang benar-benar akan memakan sedikit waktu sebab 5 kertas suara akan di coblos tentu akan membebani bagi pemilih dan pasti akan variatif sebab bisa saja pemilihan pada DPRD kabupaten, DPRD Provinsi, DPRRI, DPDRI, dan Presiden pilihan belum tentu simetris terhadap pilihannya, inilah yang saya coba bahas bahwa kontestan akan di balik kotak suara yang rahasia itu bukan hanya sebatas pembahasan pada calon presiden semata. 

Dari asumsi diatas maka sudah bisa kita nilai bahwa selama ini kita hanya fokus terhadap pemilihan Presiden dan melupakan adanya pemilihan legislatif. 

Bahwa sinergi akan pemilu bersamaan belum tentu akan menguntungkan semua kontestan termasuk partai politik yang terlupakan, inilah elektoral effect yang selama ini coba di dengungkan oleh sebagian kontestan partai politik utamanya yang tidak memliki calo presiden, bahkan hampir semua media lupa akan kampanye Partai politik, bisa kita perhatikan TV, Media Online, Media Social, hampir lupa akan adanya perdebatan ide antara partai politik untuk mendompleng dan memperkenalkan visi misi dan program mereka. kita hanya fokus pada pemilihan presiden, kita hanya ada debat calon presiden, dan boleh dikatakan hanya sedikit pemberitaan partai politik.

Kompasiana misalnya hanya ikut kampanye dengan tagar #DukungCapres tanpa memberi detail demokrasi kita sampai dimana, apa yang harus kita lakukan, sebagai pengacak kata maka sudah sepatutnya kita ikut dalam memberi sumbangsih pikiran, entah itu hanya sekedar numpang lewat atau tidak dibacapun itu tidak masalah.

Lima Lembar kertas suara akan kita coblos nantinya tapi hanya dua yang selalu menjadi perdebatan kita, ini adalah metode pemilu kita yang telah kita sepakati, pemilu tidak lama lagi akan kita laksanakan, momentum sisa waktu adalah survive para partai politik untuk kampanye dengan door to door mereka untuk meraup suara, dengan berbagai macam taktik. 

Sebab sudah menjadi kesepakatan dan opini kedepan pada pemilu 2024 akan dilaksanakan Pemilu serentak dari capres, Legislatif dan kepala daerah berarti nantinya kita akan mencoblos lebih banyak, yaitu: 1). Presiden dan wakil Presiden; 2). Gubernur dan Wakil Gubernur; 3). Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Wakil Walikota; 4). DPR-RI 5). DPD-RI; 6). DPRD Provinsi; 7). DPRD Kabupaten, bisa memakan waktu sampai 2 hari perhitungan di TPS dan ancaman golput atau suara yang terhitung tidak sah, bukan karena partisipasi pemilu melainkan suara yang batal akibat banyaknya tusukan yang harus di lakukan oleh pemilih nantinya.

Adalah tantangan bagi rakyat adalah kedepan kita mungkin hanya akan menjadi sebagai sumber kekuatan semata oleh para politisi dan elit semata, maka harusnya kembali ditimbang dan akan pemilu serentak nantinya.

Sebab ada baiknya demokrasi kita berkembang, rakyat kita cerdas, dan berimbang dengan kesejahteraan sesuai dengan cita-cita bangsa, bukan hanya sekedar menjadi alat untuk kepentingan kelompok dan elit semata. 

Dengan pemilihan serentak nantinya mungkin akan lebih baik jika dilakukan pemilu dengan dua kali pemilu pertama adalah pemilu legislatif dan pemilu kedua adalah pemilu eksekutif (Presiden dan Kepala Daerah).  

Sudah saatnya kita juga ikut berteriak dengan kata, bukan hanya selalu menjadi korban dalam demokrasi sebab selama ini politisi, maupun capres hanya janji dan kata jelang pemilu dan seolah lupa bahwa janji mereka terekam oleh jejak kata - kata. 

Kita adalah memang sudah sering lupa akan tetapi janji calon penguasa adalah bukan hanya di dengar oleh orang perorang melainkan sudah bisa di lihat dari jejak digital, dan rekaman-rekaman sebelumnya. Oleh sebab itu, janji sekang juga akan terekam untuk di ingat dan akan dilupakan setelah duduk di kursi empuk, dan tugas kita adalah mengingatkan mereka. sebab itulah kepentingan kita adalah jangan buang suara kita sebab demokrasi kita masih belajar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun