Mohon tunggu...
Zulkarnain Patunrangi
Zulkarnain Patunrangi Mohon Tunggu... swasta -

belajar menulis untuk mengisi kekosongan waktu.. tertarik dengan Sosial, Budaya, Hukum, Ekonomi, Politik dan HAM.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kebaikan Berujung Maut

27 Agustus 2011   06:51 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:26 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_127000" align="aligncenter" width="346" caption="bermaksud baik berujung kematian"][/caption]

Kasus kesekian kalinya keinginan sang dermawan milyuner berniat dan bermaksud baik dalam memberikan dan membakan zakat atau sadhakah kepada masyarakat yang kurang mampu menjadi sebuah bencana yang tidak terhindarkan akibat prosedur dan ketidakjelasan metode dan dalam member zakat sehingga desak-desakan dan kehabisan oksigen kepada para penerima zakat dan megakibatkan pingsan dan kematian. Orang kaya yang cenderung seolah sebagai pahlawan dengan kedermawanannya menjadi semacam pameran bagi dirinya bahwa mereka sebagai orang terkaya dalam sebuah daerah. Pembagian dan kostum barang murah menjadi perhatian bagi warga. Memang pada dasarnya masyarakat kita sangat tertarik dengan modus gratis dan murah, sebab kondisi rakyat kita yang miskin dan sebagian besar berada di bawah garis kemiskinan. Hanya dengan pengejaran sembako/uang yang tidak sebanding dengan perjuangan mereka dalam meraihnya dengan cara berdesak-desakn dan tertindih bahkan terinjak-injak untuk mendapatkannya. Ironis Negara yang diklaim dengan Negara kaya raya akan alam dan potensinya akan tetapi rakyat kita sekarat hanya karena berburuh sdikit uang dan sembako? Atau karena Negara mendidik kita untuk membagikan uang secara langsung kepada masyarakat? Dengan bantuan BLT misalnya sehingga para milyunerpun mempertontonkan kepada pemerintah cara membunuh masyarakat dengan cepat? Serasa sangat mudah para milyuner membagikan zakat kapada kaum dhuafa dengan metode antri panjang dan desak-desakan sehingga sangat menyiksa pengorbanan para kaum dhuafa untuk mendapatkan dana yang dibagikan. Seolah tak mau repot para donator dan pembagi harta pun mengambil jalan pintas mengundang para penerima sehingga tak mau pusing dan hanya berfikir harta merka tersalur kepada mereka malau penuh dengan dosa dan tidak kesmpaian kepada tujuannya (kaum dhuafa; red). Ada indikasi kesombongan dan angkuh dalam pembagian harta milyuner kepada mereka dan tidak menutup kemungkinan mencari perhatian utamanya kepada para politisi atau birokrat guna mencari perhatian warganya yang bisa didapatkan adalah bagai seorang pahlawan atau dapat dikatakan sebagai orang yang dermawan dan baik dengan program pembagian zakat dan sembako murah. Apa yang harus diperbuat? Kalau kita menunggu kesadaran dari para penerima zakat sepertinya sulit sebab orang mampu-pun ikutan dalam mengambil bagian dan ikut berdesakan, akankah menjadi sebuah tradisi yang harus dilanjutkan? Selain itu apakah dengan keangkuhan dan mencari perhatian dari warganya para milyuner akan sadar membagikan dengan baik atau sadar memakai lembaga yang sudah dipercaya? Lembaga pembagian dan metode yang sudah diatur dan dipergunakan secara baik dengan metode yang tepat sasaran. Kita menunggu saja dan perhatian kita sebaiknya kita fokuskan pada persoalan yang berniat baik dapat juga bermanfaat dan berguna bagi mereka yang dibutuhkan. Semoga

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun