Mohon tunggu...
Zulkarnain Hamson
Zulkarnain Hamson Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Ilmu Komunikasi

Saya adalah dosen dengan latar belakang jurnalis selama 27 tahun

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Logika Berita

8 September 2024   16:05 Diperbarui: 8 September 2024   16:05 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto dokumentasi pribadi

SERINGKALI kita dapati kalimat logika anda keliru, atau analisa anda tidak sistematis dan cacat logika. Atau bahkan argumentasi anda tidak logis. Apakah sesungguhnya 'Logika' itu?. Logika adalah cabang filsafat dan matematika mempelajari prinsip-prinsip penalaran yang valid dan cara berpikir benar. Dalam logika, kita menganalisis argumen untuk memulai menentukan apakah suatu pernyataan, juga tulisan valid atau tidak, berdasarkan struktur dan aturan tertentu.

- - - - - - - - - - - - -

Singkatnya Logika membantu kita memahami dan mengevaluasi argumen, membedakan kesimpulan yang valid dan tidak valid, serta memastikan bahwa proses berpikir berjalan konsisten dan koheren. Logika sering digunakan dalam berbagai disiplin ilmu, termasuk matematika, ilmu komputer, filsafat, dan linguistik. Logika sebagai ilmu, pertama kali dikembangkan oleh Aristoteles, filsuf Yunani kuno, pada abad ke-4 Sebelum Masehi (SM). Aristoteles dianggap sebagai "bapak logika" karena dialah yang pertama kali merumuskan sistem logika formal yang sistematis dan komprehensif. Karya-karyanya tentang logika, akhirnya dikenal sebagai "Organon", sekaligus menetapkan dasar bagi kelanjutan studi logika selama berabad-abad.

Dalam "Organon," itu Aristoteles memperkenalkan konsep-konsep penting seperti 'Silogisme' (sebuah argumen logis di mana suatu kesimpulan ditarik dari dua premis), kategori, deduksi, dan berbagai bentuk penalaran lainnya. Sistem logika Aristotelian ini berfokus pada analisis proposisi dan struktur argumen, dan tetap menjadi standar logika formal hingga abad pertengahan. Filsuf 'Stoik' seperti Chrysippus mengembangkan logika proposisional. Porphyry yang menyederhanakan karya Aristoteles dan menciptakan "Pohon Porphyry," yang digunakan untuk memahami konsep-konsep klasifikasi. Ibnu Sina (Avicenna) dan Ibnu Rushd (Averroes) di dunia Islam, menyusulnya dengan menafsir, memperluas logika Aristotelian, menggabung dengan filsafat dan ilmu lainnya.

Abad berlanjut, filsuf Thomas Aquinas memulai  perkenalkan kembali logika Aristotelian ke Eropa pada Abad Pertengahan. Disusul George Boole dan Gottlob Frege yang di kemudian hari, pada abad ke-19, mengembangkan logika modern, yang kita kenal sebagai logika simbolik (logika matematika), dan dengan itu pula mengubah cara logika bisa kita dipelajari dan diterapkan, hingga saat ini. Oleh karena itu pula, logika bukan hanya sebuah alat atau metode, tetapi juga bidang studi yang diakui sebagai ilmu karena sifatnya yang sistematis, terstruktur, dan berbasis bukti, serta kontribusinya yang signifikan terhadap pemahaman manusia tentang penalaran dan argumen yang valid.

Penulis berita (jurnalis) yang ceroboh, selalu berada dalam asumsi bahwa yang baca beritanya, tidak lebih pintar dari dirinya. Mungkin juga pemilik media, memiliki anggapan sama. Ternyata keliru, di luar sana ada puluhan, ratusan bahkan ribuan, orang pintar yang membaca, menonton dan juga mendengar sebuah berita dikabarkan. Bahkan tak disangka ada saja konsumen berita yang aktif menganalisis, dan menarik kesimpulan. Dengan itu agenda media, harus dipahami selain agenda publik oleh seorang jurnalis. Sebagai contoh, berita kasus korupsi yang melibatkan bawahan (pegawai) pada satu institusi, bisakah terjadi tanpa keterlibatan atasan (pimpinan)?. Kalau bisa bagaimana logika dapat menjelaskannya. Juga jika tidak, bagaimana logika bisa membuktikannya.

Contohnya pagi ini saya membaca judul berita media ternama nasional; "BBM Pertalite Dibatasi, Tak Lagi Dijual di SPBU Kawasan Orang Kaya." Bisakah logika pembaca memahami yang mana kawasan orang kaya dan orang miskin? Bagaimana cara Pertamina melakukan pemetaan area?. Juga benarkah harga jual Bahan Bakar Minyak (BBM) oleh pemerintahan Joko Widodo telah disesuaikan dengan harga jual minyak internasional?. Mengapa Indonesia masih tergolong negara yang menjual BBM sangat mahal dibandingkan sejumlah negara lain?. Apakah subsidi BBM betul-betul digunakan dengan tepat sasaran?. Apakah tidak ada indikasi korupsi pada BUMN Pertamina?. Semua pertanyaan itu hanya bisa dijawab dengan fakta dan logika benar.

Bone, 30 Agustus 2024

Zulkarnain Hamson

Instruktur Program Nasional Prakerja 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun