Mohon tunggu...
Zulkarnain Hamson
Zulkarnain Hamson Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Ilmu Komunikasi

Saya adalah dosen dengan latar belakang jurnalis selama 27 tahun

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Eudemus

8 September 2024   10:23 Diperbarui: 8 September 2024   10:30 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

ARISTOTELES melalui karya dialognya "Eudemus", menyita banyak perhatian ilmuan dunia, karyanya itu dinilai mencerminkan pandangan Plato gurunya (Platonis) tentang; "jiwa yang terpenjara dalam tubuh dan mampu menjalani hidup yang lebih bahagia hanya jika tubuh telah ditinggalkan." Inilah daya tarik Eudemus. Menurut Aristoteles, orang yang sudah meninggal lebih diberkati dan lebih bahagia daripada yang masih hidup, dan mati berarti kembali ke rumah yang sebenarnya.

- - - - - - - - - - - -

Sebagian penulis di abad-abad berikutnya, kagum pada Aristoteles, karena dinilai telah mampu jauh membongkar dimensi yang terdalam dari manusia, yakni jiwa juga raga. Saya berupaya menelusuri isi naskah Eudemus, dan bertemu nama Anselmus H. Amadio, ia telah menyumbangkan naskahnya pada Encyclopedia Britanica bermukim di Chicago, IL, Amerika Serikat (AS), pendeta cerdas ini adalah; Instruktur Filsafat, pada Institut Teknologi Illinois Chicago. Karir literasinya dimulai sejak menjadi staf penulis bidang Filsafat dan Agama, Ensiklopedia Britannica tahun 1970--1973. Melalui naskah milik Amadio, saya dapat dengan leluasa menelusuri pemikiran Aristoteles, juga sepenggal kisah hidup, sejak dilahirkan hingga wafatnya.

Dalam tradisi ilmiah kehidupan kampus, kita sering mendengar "Gaudeamus Igitur" De Brevitate Vitae (Dalam Singkatnya Kehidupan), lagu dengan judul; Gaudeamus igitur artinya "Karenanya marilah kita bergembira" lagu berbahasa Latin, merupakan lagu komersium akademik dan sering dinyanyikan di berbagai negara di Eropa, dan menular ke Asia. Di negara-negara Barat, lagu itu dinyanyikan sebagai "Anthem" dalam upacara kelulusan sekolah. Melodi lagu itu terinspirasi oleh lagu abad pertengahan, "Bishop of Bologna" ciptaan Strada. Gaudeamus, di Jerman pada zaman dahulu merupakan lagu spirit perjuangan kebebasan akademi. Demikian diurai dalam situs Wikipedia.

Pertalian 'Gaudeamus' dan 'Eudemus' adalah pada kata "Kehidupan". Mengapa dan ada apa dengan kehidupan?. Merujuk pada makna bahwa manusia dalam kehidupannya yang singkat mestilah bernilai, jika sekadar hidup kata Buya Hamka, Kerbau juga hidup, pertanyaan lanjutan hidup yang bagaimana?. Tentulah hidup yang manusiawi (manusia sejati). 

Bukan seperti kata bijak leluhur Makassar; "Teai Tau, Mingka Rupa Tau." Artinya; "Bukan manusia tetapi Berwajah Manusia." Kalimat itu merujuk pada sifat dan perbuatan manusia, wajah, penampilan seperti layak manusia, namun kata-kata, perbuatan tidak seperti layaknya manusia. Aristoteles juga melalui Eudemus, memberikan batasan pada sifat manusia, saat masih hidup.

Amadio menuliskan di artikelnya, Aristoteles lahir di semenanjung Chalcidic Makedonia, di Utara Yunani. Ayahnya, Nicomachus, adalah dokter Amyntas III (memerintah sekitar 393--370 SM), raja Makedonia dan kakek Alexander Agung (memerintah 336--323 SM ). Setelah kematian ayahnya pada tahun 367, Aristoteles memilih pindah bermukim di Athena, di mana ia bergabung dengan Akademi Plato (sekira 428--348 SM). Tinggal di sana selama 20 tahun sebagai murid dan kolega terdekat Plato. Karya lain diberi judul; "Protrepticus" (Nasihat). Naskah itu telah direkonstruksi para sarjana modern dari kutipan-kutipan dalam berbagai karya dari akhir zaman kuno.

Setiap orang harus berfilsafat, klaim Aristoteles, karena bahkan menentang praktik filsafat itu sendiri merupakan bentuk berfilsafat. Bentuk filsafat terbaik adalah perenungan alam semesta; untuk tujuan inilah Tuhan menciptakan manusia dan memberi mereka kecerdasan seperti dewa. Segala hal lainnya (nilai-nilai) yakni; "kekuatan, keindahan, kekuasaan, dan kehormatan" tidak ada nilainya. 

Demikian tinggi derajat hidup dan mati, tentu para penekun kajian agama akan menarik benang merah pada ajaran mereka, mencoba menjajari substansi pemikiran Aristoteles, kalaupun hidup dunia dan nilai-nilai di atas tidak berjalan dengan baik, maka Eudemus seseorang tak akan bisa diharap, bukan lebih diberkati dan lebih bahagia, melainkan lebih sengsara. Terima kasih kakek Aristoteles.

Bone, 28 Agustus 2024

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun