MERTABIK adalah cerita jaman perjuangan menuju kemerdekaan tahun 1945, didedikasikan pada diri seorang sersan, di Jawa. Sebut saja nama Mukidi, pangkatnya Sersan sesekali disapa Kopral, tetapi Mukidi tak peduli dengan pangkat, terlebih saat itu belum ada Nomor Registrasi Pokok (NRP) prajurit. Mukidi terbilang sakti manda guna, alias sakti dan  sangat berguna. Disuruh apa saja sama komandan pasti dilaksanakan.
- - - - - - - - - - - -
Ciri-ciri Sersan Mukidi, bertemu siapa saja mulutnya akan berteriak lantang Merdeka. Sampai suatu saat ia ditugasi menyusup ke markas pasukan Belanda, menjelang matahari tenggelam, Mukidi mengendap masuk ke markas tentara Belanda, memikul pisang setandan, menyamar sebagai Intel, Mukidi berhasil menggoda pasukan penjaga, ia meminta izin duduk samping pos jaga, menjual pisang dengan murah, membiarkan pasukan penjaga pos makan kenyang, apesnya Mukidi tertidur karena lelah. Saat sedang terlelap tiba-tiba Mukidi dikejutkan dengan bunyi hentakan sepatu, ia terbangun, menarik sarung dan sontak berteriak Mer... Tetapi saat matanya terbuka lebar, ternyata di depannya ada prajurit berseragam, maka mulutnya berteriak Mer..Tabik.
Tabik (Makassar: Tabe) kata lain untuk; permisi, izin, usai meneriakkan MerTabik, Sersan Mukidi lantas membetulkan songkoknya, merunduk pamit meninggalkan pos penjaga tangsi Belanda. Mukidi si pemberani itu tiba-tiba nyalinya ciut, dan urung meneriakkan kata Merdeka. Cerita salah teriak itu membuat dirinya diberi nama Sersan MerTabik. Mengapa orang takut? Pertanyaan itu tentu susah dijawab. Ketakutan adalah proses kimia tubuh, juga psikologi dan kejiwaan. Mengutip kalimat terkenal seorang panglima perang China, Sun Tzu; "Kalau engkau mengenal dirimu, mengenal lawanmu, 100 pertempuran bukan sesuatu yang harus ditakuti."
Lawan dari kata takut adalah berani. Mari kita lihat cerita tentang keberanian dalam kisah religi kristen, Yohanes Pembaptis. Yohanes dijebloskan ke dalam penjara karena berani mengkritik Herodes yang mengawini Herodias, istri saudaranya sendiri, setiap saat Yohanes dengan berani melontarkan kritik pada Herodes. Rupa-rupanya Herodias, tidak terima mendengar kecaman itu. Ia mencari cara  menyingkirkan Yohanes. Kesempatan itu akhirnya datang juga. Memanfaatkan kecerobohan Herodes yang sembarangan bersumpah, Herodias melalui anak perempuannya menuntut "Kepala Yohanes Pembaptis di sebuah talam." Akhirnya Yohanes pun dibunuh, dengan cara dipenggal kepalanya. Demikian ditulis Jarot Hadianto, dari Lembaga Biblika Indonesia.
Tidak semua pribadi punya keberanian, terutama dalam menyuarakan kebenaran. Tetapi yang pasti semua orang punya rasa takut. Dalam keyakinan Islam, Allah SWT menegaskan dalam Surat Al Baqarah Ayat 42; ada dua karakter manusia yang menolak ajaran kebenaran, tetapi tidak dengan terang-terangan, mereka menggunakan dua pola yang seakan dianggap baik dan ilmiah: yang pertama, pola Talbis (campur aduk kebenaran dan kebatilan) dan yang kedua, Menyembunyikan kebenaran yang diketahui (Kitman Al Haq). Begitu diuraikan seorang dosen peneliti dari Universitas Muhammadiyah Jakarta. Tetapi dalam banyak riwayat diceritakan para Nabi tak pernah gentar mengatakan dan mengajarkan kebenaran, salah adalah salah dan yang benar adalah benar.
Cerita jiwa Merdeka dan jiwa terjajah bisa kita dapati dalam banyak versi. Semua yang terjajah berpotensi jadi munafik, satu waktu teriak Merdeka waktu lain teriak Tabik. Kenapa bisa begitu kadang kala terkait 'asap dapur' (sumber penghasilan) tiap pribadi terjajah, sering kali punya kaitan dengan nafkah. Sekalipun majikan (Bos) atau tuan yang diikuti salah, tetap harus dibenarkan. Atau paling tidak diam, karena mengatakan yang benar bisa berakibat dipecat, itulah pribadi terjajah atau (tak merdeka), lain hal jika karakternya pribadi merdeka, hidupnya akan  kuat, tidak ada kata TUAN yang ada hanya TUHAN. Pada pribadi yang memiliki TUAN maka satu saat TUHAN juga dia akan belakangi (tinggalkan). Tetapi sebaliknya yang hanya punya TUHAN, maka TUAN akan ia tinggalkan, saat harus tegas mengatakan kebenaran.
Dari semua sifat yang paling bahaya sifat pengecut, terutama pengecut dalam berkomitmen terhadap kebenaran, karena takut pada celaan manusia; takut kehilangan harta dunia; atau takut terhadap adanya berbagai resiko perjuangan. Jika ini terjadi, maka bersiaplah menerima kekalahan, kehinaan, dan kegagalan. Demikian diuraikan dalam situs cindekia kemenag.go.id. Saat memperingati 79 tahun HUT Kemerdekaan bangsa ini, saya merasa sangat takut melihat realitas dan kenyataan hidup masyarakat. Kemiskinan dan kefakiran ilmu pengetahuan atau akses pendidikan yang kian mahal (sulit dijangkau) Bangsa Indonesia, sedang menghadapi resiko yang sangat buruk dan menakutkan, bernama kebodohan karena 'Kebodohan melahirkan kemiskinan, dengan itu lahirlah kekufuran." Dalam arti orang lebih takut pada TUAN dibandingkan TUHAN.
Indonesia, 17 Agustus 2024
Zulkarnain Hamson