PENELUSURAN terkait ketentuan boleh tidaknya mengampanyekan Kolom Kosong (Kotak Kosong) dalam Pemilihan Umum Langsung Kepala Daerah (Pilkada) 2024, membuahkan banyak berita, baik media mainstream, website lembaga juga pribadi. Itu menandakan sosialisasi pemahaman kolom kosong terbilang cukup gencar. Penelusuran dimulai edisi tahun 2017-2020.
***
Catatan ini merespons merebaknya spanduk panjang di sejumlah lokasi di Kota Makassar, dan juga ada di Kabupaten Bulukumba, isinya bertuliskan ajakan menolak figur calon Gubernur Sulsel di Pilkada Sulsel 2024.Â
Hingga saat ini belum ada respons dan sikap dari pihak yang menolak, juga tidak ada penjelasan resmi baik kepolisian maupun Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) selaku penyelenggara.Â
Tertulis dengan jelas penyebar spanduk itu Aliansi Sulawesi Selatan (ASS). Menganalisis teks media, dan wacana publik yang tersimpan sebagai jejak digital pembelajaran politik dan demokrasi, saya menemukan adanya indikasi konflik yang cukup keras, pada tataran elite politik Sulsel. Soal spanduk dan organisasi ASS, biarlah menjadi ranah penegak hukum.
Saya pernah menjabat redaktur halaman Pemilu, cukup lama saat menjadi wartawan. Fenomena kampanye dan analisa latar belakang situasi politik, sangat penting bagi wartawan agar tidak dijadikan sebagai saluran kampanye negatif.Â
Mari coba lihat wacana media tentang kampanye, kampanye hitam, dan khusus kampanye kolom kosong. Dengan titik batas penekanan pada 'boleh' atau 'tidak'. Hampir semua berita memberikan penegasan kampanye kolom kosong dilarang.Â
Tahun 2020, Pelaksana Harian (Plh) Ketua KPU RI, ketika itu Ilham Saputra menegaskan terdapat sebanyak 25 dari 270 daerah yang menggelar Pilkada, yang pasangan calonnya tunggal vs kolom kosong. KPU RI, mengimbau masyarakat untuk tidak mengampanyekan kotak kosong.
Dengan pengalaman itu, saya mencoba melihat teks wacana media pertama melalui sejumlah media lokal Kalimantan Timur (Kaltim), Senin, 14 September 2020, di Kota Balikpapan, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Balikpapan Noor Thoha mengatakan:
"Kampanye kotak kosong dibolehkan sepanjang tidak melanggar kaidah; menyinggung Suku, Agama, Ras dan Antargolongan (SARA) serta tak menyebarkan fitnah. Menurutnya kolom kosong boleh disosialisasikan, dengan ketentuan mengikuti kaidah yang diutamakan. Kalau menyinggung SARA, menyebarkan fitnah, tentu saja ada potensi pelanggaran hukum, kata Noor Thoha (Koran Kaltim, Minggu 13 September 2020.
Sikap sejumlah KPU daerah (provinsi/kabupaten/kota) sama dan sejalan dengan penggarisan KPU pusat.Â
"Yang boleh kampanye, adalah yang memiliki subjek hukum, siapa itu ? Ya pasangan calon. Masa kampanye yang hanya 129 hari itu hanya boleh digunakan oleh pasangan calon, kalau paslonnya ada dua berarti 129 hari dibagi dua, kalau calonnya satu (calon tunggal) sepenuhnya 129 hari adalah masa kampanye mereka."Â
Kalau ada yang giat aktif mengampanyekan kotak kosong, dinilai melanggar terlebih jika diikuti dengan intimidasi, iming-iming, dan provokasi (kampanye negatif). Siapakah yang berkepentingan menyuarakan kampanye negatif?, jawabannya pasti 'lawan politik' paslon tunggal.
Dari CNN Indonesia: "Pasangan calon tunggal dimungkinkan terjadi di Pilkada 2024." Hal itu lantaran Undang-undang (UU) Nomor: 10 Tahun 2016 tentang: Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota atau UU Pilkada mengakomodasi, mengatur secara rinci pelbagai persyaratannya.Â
Pasal 54C Ayat (1) huruf a mengatur paslon tunggal itu bisa dan dimungkinkan jika tak ada lagi pasangan lain  mendaftar hingga berakhirnya masa penundaan dan berakhirnya masa perpanjangan pendaftaran.Â
"Pemilihan 1 (satu) pasangan calon dilaksanakan dalam hal memenuhi kondisi: a. setelah dilakukan penundaan dan sampai dengan berakhirnya masa perpanjangan pendaftaran, hanya terdapat 1 (satu) pasangan calon yang mendaftar dan berdasarkan hasil penelitian pasangan calon tersebut dinyatakan memenuhi syarat," bunyi Pasal 54C Ayat (1) huruf a.
Dari website Forum Demokrasi dijelaskan; kondisi yang memungkinkan pemilihan calon kepala daerah hanya diikuti oleh satu Paslon saja karena: hanya ada satu calon saja yang mendaftar, meski telah dilakukan perpanjangan masa pendaftaran.Â
Hal lain jika terdapat beberapa calon, mendaftar namun hanya ada satu calon yang memenuhi syarat. Hal yang sama dijelaskan dalam saluran resmi KPU dan Bawaslu, terkait keberadaan pasangan calon tunggal vs kotak kosong.Â
Penetapan pasangan calon kepala daerah untuk Pilkada 2024, tersisa kurang dari 2 bulan atau tepatnya 22 September. Masih cukup waktu bagi politisi atau peminat jabatan kepala daerah untuk mencari peluang dukungan Parpol, dan jadilah 'petarung' yang sportif.
Akan tetapi sejak penetapan pasangan calon sampai dimulai masa kampanye, terdapat pasangan calon yang berhalangan tetap, parpol tidak mengusulkan atau mengusulkan namun calon tidak memenuhi syarat sehingga hanya menyisakan satu pasangan calon, maka pasti akan lahir kolom kosong.Â
Sejak dimulai masa kampanye, terdapat pasangan calon yang dijatuhi sanksi pembatalan sebagai peserta, mengakibatkan hanya terdapat 1 paslon atau lebih pasangan calon, yang diizinkan ikut.Â
Artinya kolom kosong atau istilah populer kotak kosong, dapat saja terjadi dengan berbagai sebab. Saya tak ingin berpanjang lebar, soal kotak kosong, sebagai dosen dan Penyuluh Anti Korupsi (bersertifikat), saya ingin pemimpin yang adil dan berkualifikasi baik.
***
Watampone, 29 Juli 2024
Zulkarnain Hamson
Mantan Wartawan Politik
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H