Mohon tunggu...
Zulkarnain Hamson
Zulkarnain Hamson Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Ilmu Komunikasi

Saya adalah dosen dengan latar belakang jurnalis selama 27 tahun

Selanjutnya

Tutup

Politik

Generasi Pemberani

28 Juli 2024   05:49 Diperbarui: 28 Juli 2024   06:51 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

TIDAK ada kesuksesan sejati tanpa penolakan. Semakin banyak penolakan yang dialami, semakin unggul, semakin banyak belajar, dan semakin dekat dengan harapan Anda.

(Anthony Robbins)

- - - - - - - - - -

Ketakutan adalah suatu tanggapan emosi terhadap ancaman. Takut adalah suatu mekanisme pertahanan hidup dasar yang terjadi sebagai respons terhadap suatu stimulus tertentu, seperti rasa sakit atau ancaman bahaya. Beberapa ahli psikologi juga telah menyebutkan bahwa takut adalah salah satu dari emosi dasar, selain kebahagiaan, kesedihan, dan kemarahan. Perlu dicatat bahwa ketakutan selalu terkait dengan peristiwa pada masa datang, seperti memburuknya suatu kondisi, atau terus terjadinya suatu keadaan yang tidak dapat diterima. Dalam sebuah artikel numerologi, sifat takut adalah dasar.

Buya Hamka, menuliskan "Cinta itu perang, yakni perang yang hebat dalam rohani manusia. Jika ia menang, akan didapati orang yang tulus ikhlas, luas pikiran, sabar dan tenang hati. Jika ia kalah, akan didapati orang yang putus asa, sesat, lemah hati, kecil perasaan dan bahkan kadang-kadang hilang kepercayaan pada diri sendiri." Demikian pemikiran ulama besar Asia itu.

Ali bin Abi Talib 559-661, mengatakan "Ketahuilah bahwa sabar, jika dipandang dalam permasalahan seseorang adalah ibarat kepala dari suatu tubuh. Jika kepalanya hilang maka keseluruhan tubuh itu akan membusuk. Sama halnya, jika kesabaran hilang, maka seluruh permasalahan akan rusak." Sahabat Nabi Muhammad, yang bergelar 'pintu ilmu' itu, mengingatkan manusia akan pentingnya kesabaran.

Pekan kedua Oktober 2020, aksi massa serentak yang dilakukan berbagai elemen masyarakat, di berbagai daerah untuk menolak pengesahan 'Omnibus Law' Undang-Undang (UU) Cipta Kerja, selama tiga hari terakhir terus menerus dilakukan buruh, mahasiswa, warga hingga pelajar sekolah. Aksi yang menyasar kantor pemerintahan, gedung dewan di berbagai daerah itu, tak pelak berakhir dengan aksi kekerasan, antara massa demonstran dan aparat keamanan, gedung pemerintahan, juga kendaraan hangus terbakar.

Beberapa kepala daerah yang menyatakan penolakan terhadap pengesahan Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja (Cilaka), yang menggabungkan berabagai macam undang-undang, mulai dari perburuhan hingga lingkungan. Cilaka, juga karena saat sebagian orang sedang ketakutan tertular virus Corona (Covid-19), sebagian yang lain malah berkumpul tanpa takut sedikitpun.

UU Cilaka itu, sudah lama digarap, menjadi prioritas pemerintahan Jokowi, bahkan sudah diucapkannya di hadapan sidang MPR-RI. Artinya UU Cilaka itu bukan datang tiba-tiba, juga bukan karena dipaksa ketuk palu sidang pada malam hari, sehingga disebut UU Cilaka itu 'paket kejar setoran'.

Mengapa orang-orang berani turun ke jalan?. Bukan karena mereka tak memikirkan masa depan, bukan karena semata tak menyukai penguasa. Sudut pandang lain mengatakan 'mereka sedang memperjuangkan masa depan' dengan itu mereka punya keberanian.

Para demonstran itu tidak punya rasa takut, mereka melihat resiko perjuangan itu tidak membutuhkan kalkulasi. Karena pepatah Prancis mengatakan 'Rasa takut tak akan pernah melahirkan pahlawan.' Apakah mereka hanya memperjuangkan nasib sendiri, jawabannya tidak. 'Mereka bahkan sedang memperjuangkan nasib anak-anak para aparat yang sedang menahan mereka dengan pentungan dan gas air mata.'

UU Cilaka itu, telah mampu memicu keberanian massa, menghilangkan rasa takut pada Pandemi Covid-19, tak pernah membuat mereka gentar menghadapi pasukan keamanan. "Masa depan memang harus diperjuangkan." Begitu benak para demonstran, yang menyebut diri mereka anak-anak bangsa.

Sukarno Presiden pertama Indonesia, mengatakan "Revolusi akan memakan anak-anaknya sendiri." Kita tidak perlu mempertanyakan kebenaran kalimat itu, karena hingga saat ini, anak-anak bangsa yang kehilangan nyawa dalam demonstrasi menolak kebijakan yang dinilai tidak sejalan dengan keinginan rakyat, tidak tercatat jumlahnya.

Rasa takut memang hanya ada dalam teori psikologi. Rasa takut tidak punya tempat dalam kamus para demonstran, mereka bahkan menyebutkan berjuang sampai cita-cita tercapai. Rasanya saya tidak yakin, kalau anggota DPR yang dipilih itu, tujuannya agar mereka melahirkan para demonstran, dengan melahirkan UU Cilaka, agar semangat berjuang generasi muda tetap abadi. Saya semakin suka pada anggota DPR RI yang kita sudah pilih dengan segenap pengorbanan.

Makassar, 10-10-2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun