Mohon tunggu...
Zulkarindah Fida Roini
Zulkarindah Fida Roini Mohon Tunggu... Mahasiswa - Saya adalah mahasiswi Prodi Pariwisata, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada

Saya memiliki hobi travelling, backpacker, dan berolahraga. Olahraga favorit saya adalah bulu tangkis.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Jalan-Jalan Sore di Kotagede: Berwisata Sekaligus Bikin Sehat

16 Desember 2023   20:00 Diperbarui: 16 Desember 2023   20:19 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Area depan Pasar Kotagede (Sumber: Dokumentasi pribadi)

Warga yang berlalu lalang juga sedikit kami jumpai. Hanya penjual keliling atau orang tua yang mengajak balitanya jalan-jalan sore. Setiap orang yang kami temui selalu menyapa dengan menunduk dan tersenyum. Sebagai bentuk ramah tamah dan sopan santun, tentunya kami juga membalas dengan mengangguk dan tersenyum. Sesuai rumornya, orang Jogja memang ramah-ramah.

Jalan samping Pasar Kotagede yang sepi (Sumber: Dokumentasi pribadi)
Jalan samping Pasar Kotagede yang sepi (Sumber: Dokumentasi pribadi)

Akhirnya kami tiba di pertigaan ujung jalan. Ternyata kami kembali ke jalan depan Masjid Gedhe. Kami tetap mengikuti jalan sesuai dengan instruksi petunjuk jalan di pertigaan tadi. Perjalan kami menuju Watu Gatheng dihiasi oleh gravity yang menghiasi dinding-dinding rumah di pinggir jalan. Dari sini, jalanan mulai ramai pengendara. Kami harus menepi dan berjalan dengan hati-hati.

 Untungnya, langit sedang berawan sehingga sinar matahari tidak begitu menyengat. Di tengah jalan, karena bingung, kami memutuskan bertanya kembali arah menuju Watu Gatheng pada warga lokal. K

ami memutuskan bertanya kepada salah satu pemilik angkringan yang kami temui. "Permisi Pak, ini kami mau ke Watu Gatheng, bener lewat sini mboten nggih pak?" saya mencoba bertanya dengan campuran bahasa jawa alus. Pemilik angkringan tersebut dengan halus menjelaskan "Iya Mbak, lurus saja terus. Nanti sampai." Sesuai arahan, kami terus berjalan lurus mengikuti jalan. 

Dinding rumah warga yang dihiasi Gravity (Sumber: Dokumentasi pribadi)
Dinding rumah warga yang dihiasi Gravity (Sumber: Dokumentasi pribadi)

Tidak jauh dari angkringan, kami bertemu dengan tukang becak yang sepertinya sedari awal sudah menyadari kami sedang kebingungan. Dengan lembut, tukang becak tersebut beratanya kami "Mau kemana Mbak Mas?". Dengan lembut pula, saya menjawab "Watu Gatheng Pak,". Tanpa ditanya, tukang becak tersebut langsung menjelaskan arah jalan menuju Watu Gatheng, "Lurus mawon Mbak, ikuti jalan aspal niki nggih". "Nggih Pak, matur suwun. Mari Pak!" kami mengucapkan terimakasih sambil pamit pergi. 

Penjelasannya tetap sama seperti sebelum-sebelumnya, yaitu lurus mengikuti jalan. Awalnya saya berpikir kalau kami akan ditawari jasa becak. Ternyata tukang becak tersebut memang tulus ingin membantu. Sampai sini saya yakin bahwa warga lokal Kotagede memang ramah. 

Di perjalanan, kami melewati Kampung Wisata Purbayan. Di sela-sela perjalanan, kami sempatkan singgah di salah satu kawasan Purbayan, yaitu Kawasan Two Gates. Kami beristirahat sejenak sambil melihat-lihat kawasan tersebut. Penataan kampung yang kami masuki sangat rapi. Arsitekturnya tradisional, namun tidak kuno. Bahkan justru estetik. Bangunananya seragam dan bertema.Rata-rata berwarna putih dengan ornamen-ornamen kayu sebagai hiasan. 

Di setiap depan rumah dapat dijumpai juga tanaman pot yang disusun rapi. Suasananya tenang dan sunyi. Kami juga tidak menemukan adanya kendaraan bermotor maupun orang berlalu lalang di kampung ini. Ternyata memang sudah aturan di kampung ini untuk selalu menjaga ketenangan. 

Kawasan Kampung Wisata Purbayan (Sumber: Dokumentasi pribadi)
Kawasan Kampung Wisata Purbayan (Sumber: Dokumentasi pribadi)
Suasana kampung yang tenang (Sumber: Dokumentasi pribadi)
Suasana kampung yang tenang (Sumber: Dokumentasi pribadi)
Tata tertib Kawasan Two Gates (Sumber: Dokumentasi pribadi)
Tata tertib Kawasan Two Gates (Sumber: Dokumentasi pribadi)

Setelah puas melihat-lihat, kami melanjutkan perjalanan menuju Watu Gatheng. Setelah berjalan total satu jam, kami akhirnya sampai di Watu Gatheng. Namun, kami tidak bisa melihat secara langsung Watu Gatheng yang kami tunggu-tunggu. Karena, batu yang ingin kami lihat ditempatkan di dalam rumah kecil yang tertutup rapat. 

Selain Watu gatheng, juga ada Watu Gilang yang disimpan din dalam bangunan rumah tersebut. Rumah tersebut terletak di tengah jalan seakan-akan menjadi bunderan. Bangunannya terlihat sudah lama karena cat temboknya sudah mengelupas dan usang. Akhirnya, di sana kami hanya melihat-lihat sekitar bangunan tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun