Setelah semua teman saya sampai, kami langsung memulai jalan-jalan. Keluar dari masjid, kami membeli minum terlebih dahulu. Di depan masjid ada warung-warung yang menjual makanan maupun minuman. Harganya pun juga terjangkau.Â
Setelah membeli minum, kami meneruskan perjalanan menuju destinasi berikutnya, yaitu Pasar Kotagede. Dari masjid, kami berjalan ke arah utara. Jalanan cenderung sepi. Hanya ada beberapa sepeda motor yang lewat. Kami berjalan menyusuri trotoar hingga sampai di area depan Pasar Kotagede.Â
Di depan pasar, tampak pedagang jajanan berderet. Ada yang menjual siomay, dawet, cilok, dan lain sebagainya. Tujuan kami ke pasar memanglah untuk mencicipi jajanan di sana.Â
Saya tertarik dengan dawet khas Jepara yang ramai pembeli. Karena penasaran, saya membeli satu mangkok dawet tanpa tape dan ketan. Manisnya pas dan rasanya segar. Selain cendol, juga ditambahkan agar dan cincau. Satu mangkok hanya Rp 6.000,00 saja. Tapi, kalau kalian ingin mencoba dawet ini, datanglah sebelum jam 4 sore agar tidak kehabisan.Â
Setelah minum dawet, kami melanjutkan perjalanan. Karena dekat dengan jalan raya, kami harus berjalan dengan hati-hati. Yang unik disini, meskipun jalan raya, namun jalan depan pasar tidak beraspal, melainkan terdiri dari susunan batu semacam tegel. Kami berjalan ke arah timur hingga mentok di pertigaan. Di pertigaan tersebut, terdapat sebuah tugu bernama Patjak Soeji.Â
Di dekatnya terdapat plang penunjuk jalan. Plang tersebut menunjukkan arah objek wisata di sekitaran Pasar Kotagede. Kami tertarik mengunjungi salah satu objek wisata yang tertera pada plang tersebut, yaitu Watu Gatheng. Berdasarkan plang, kami harus belok kanan. Karena tidak yakin dengan lokasi pasti objek tersebut, kami memutuskan untuk bertanya kepada warga lokal.Â
Kebetulan, waktu itu ada seorang bapak-bapak yang sedang jajan batagor di pertigaan. "Permisi Pak, mau tanya, kalau mau ke Watu Gatheng lewat mana ya?" saya bertanya kepada Bapak tersebut jalan menuju Watu Gatheng.Â
Bapak tersebut dengan ramah menjelaskan jalan menuju lokasi Watu Gatheng, "Ikuti jalan ini mawon mbak, nanti sampai. Dari mana to ini kok rame-rame?" Selain bertanya arah, kami juga sempat mengobrol sedikit dengan bapak tersebut sekaligus memperkenalkan diri. "Dari UGM Pak, lagi jalan-jalan ini, buat tugas," saya menjelaskan. Setelah itu barulah kami pamit untuk melanjutkan perjalanan.
Kami berjalan mengikuti jalan sambil menikmati lingkungan sekitar. Lingkungan di jalan ini tidak begitu ramai. Cukup sepi dan tidak banyak kendaraan berlalu lalang. Udara cukup segar, bahkan tidak ada polusi udara.Â