Mohon tunggu...
Zuliyan M. Rizky
Zuliyan M. Rizky Mohon Tunggu... Penulis - Santri PP. Daarul Rahman, Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Islam Indonesia.

Orang biasa yang #KebetulanMenulis. Menggeluti isu-isu Studi Agama, Hubungan Internasional, dan Pendidikan.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Ingar Bingar Sepi Fourth of July

7 Juli 2020   07:06 Diperbarui: 7 Juli 2020   11:34 394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pertemuan AS-China di KTT G20 Osaka, Jepang 2019. Sumber: annafrica.news

Dilengkapi dengan slogan American Dream yang bermakna setiap etnis, ras, agama, dan warga negara dapat menggapai berbagai macam cita-citanya di Amerika. Namun munculnya kasus George Floyd telah membuka kotak pandora, bahwa kemajemukan di Amerika Serikat belumlah sempurna.

Selama 244 tahun berjalan, Amerika Serikat telah memiliki pengalaman yang panjang. Termasuk konflik dan persaingan baik perang maupun non-perang. Akhir-akhir ini Amerika terlibat konflik bilateral yang melelahkan. Yakni antara Washington D.C dan Beijing, serta Washington D.C dan Teheran. 

Sebelumnya sempat ada Pyongyang, namun setelah beberapa kali pertemuan intensitas antar keduanya tidak lagi mengkhawatirkan. Sudah sekian lama sejak Uni Soviet terakhir kali menjadi pesaing Amerika Serikat yang paling serius. 

Munculnya China dengan kebangkitan ekonomi signifikan serta Iran dengan kekuatan militer dan legitimasi yang menjanjikan menjadi arah baru hegemoni dunia di era modern.

Pertemuan AS-China di KTT G20 Osaka, Jepang 2019. Sumber: annafrica.news
Pertemuan AS-China di KTT G20 Osaka, Jepang 2019. Sumber: annafrica.news
Ketegangan antara Washington D.C dan Beijing bermula lewat perang dagang. Pertumbuhan ekonomi China signifikan menjadi kompetitor serius bagi Amerika Serikat. 

Ketegangan ini melebar ke berbagai isu seperti ancaman konfrontasi di Laut China Selatan, intervensi Amerika di status otonomi khusus Hongkong, hingga tuntutan tanggung jawab Amerika Serikat kepada China atas merebaknya virus Covid-19 yang meluas ke seluruh dunia. 

Sedangkan antara Washington D.C dan Teheran, kematian pimpinan elit militer Quds, Qassem Soleimani di Bandara Baghdad, Irak akibat serangan rudal Amerika menjadi pemicunya. Ketegangan antara Amerika dan Iran sempat memuncak bahkan berpotensi mencetus Perang Dunia ke-3. 

Namun pandemi Covid-19 menurunkan tensi ketegangan antar kedua negara. Walaupun begitu, permusuhan Amerika Serikat dan Iran tetap berlangsung. setidaknya surat perintah yang dikeluarkan Teheran untuk menangkap Presiden Donald Trump menandakan bahwa atmosfer panas tersebut belum usai.

Hingar-Bingar Fourth of July tidak benar-benar hilang. Amerika sudah cukup gaduh dengan berbagai macam konflik bilateral, disusul aksi massa Black Lives Matter yang bergelombang-gelombang. Dirgahayu Amerika Serikat ke-244 juga tidak terlalu sepi, bunyi sirene ambulan meraung-raung aktif di jalanan saat pandemi. 

Perselisihan, pelayanan, serta ketimpangan masih menjadi masalah utama berbagai negara, tidak hanya Amerika. Pelajaran di negeri orang dapat diadopsi oleh negeri sendiri. Seyogyanya setiap negara harus selalu berkembang, tanpa lupa melaksanakan refleksi diri. Happy Fourth of July!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun