KHALIFAH DALAM EKONOMI ISLAM
Perekonomian pada masa khalifah dasarnya itu meneruskan dasar-dasar yang sudah lama dibangun oleh Rasulullah Saw. Para khalifah terus mengembangkan sistem perekonomian yang lebih baru atau lebih modern dari yang Rasulullah aarkan kepada para khalifah atau para sahabat diantara lain sebagai berikut:
Kepemimpinan Abu Bakar As-shidiq r.a
Dimasa ini banyak permasalahan perkonomian terutama dalam pembayaran zakat, karena pada masa ini orang-orang banyak yang enggan untuk membayar zakat. Tetapi beliau tetap membangun lagi Baitul Maal dan meneruskan system pendistribusian harta.[1]
System pendistribusian harta itu untuk rakyatnya sebagaimana pada masa Rasulullah Saw. Pada masa Rasulullah Saw beliau juga mulai mempelopori system penggajian bagi aparat Negara dari Baitul Maal. Khalifah Abu Bakar mengikuti jejak Rasulullah Saw dalam membelanjakan pendapatan zakat. Dengan demikian beliau mendukung prinsip kesama-rataanya  atau berkaitan dengan ekonomi sepanjang pemerintahannya.[2]dan juga abu bakar as-shidiq tidak membedakan  status para sahabat entah oitu dari kalangan yang terhormat maupun dari kalangan bawah , seperti orang kaya , miskin , budak dan yang lainnya.
Kepemimpinan Umar bin Khattab r.a
Ketika Umar bin Khattab menjadi khalifah, beliau merampung pembebasan seluruh wilayah syam. Dimasa kepemimpinan Umar bin Khattab dipandang paling banyak melakukan inovasi dalam perekonomian. Salah satunya di dalam bidang  pertanian yang mengambil langkah-langkah besar dalam pengembangan bidang yaitu saluran irigasi yang terbentang hingga di daerah-daerah taklukan maupun daerah-daerah terpencil  dan sebuah departemen besar yang didirikan untuk membangun waduk-waduk dan distribusi air untuk menampung air yang akan di salurkan ke masyarakat.
Umar bin Khattab membangun Baitul Maal yang regular dan permanen di ibu kota. Dalam pemerintahannya, Baitul Maal berfungsi sebaagai pelaksana kebijakan fiscal negara islam dan khalifah merupakan pihak yang berkuasa penuh dalam harta Baitul Maal. Tetapi khalifah tidak diperbolehkan menggunakan harta Baitul Maal untuk kepentingan pribadi.
Ada suatu perbedaan dimasa ini dengan masa sebelumnya yaitu berbeda setiap masalah yang muncul pada realitas dikehidupan masyarakat muslim dimasa ini di jawab llangsung oleh wahyu, tetapi pada masa ini,, wahyu tidak turun lagi smentara realitas kehidupan terus berkembang pesat dan berbagai masalah bermunculan dari berbagai sector. Pada masa ini lahirlah sejumlah ijtihad baru dalam kaitan pengembangan berbagai subsistem, diantaranya subsistem ekonomi dan keuangan.[3]
Kepemimpinan Utsman bin Affan r.a
Pada masa Utsman bin Affan yang merupakan khalifah ketiga setelah wafatnya Umar bin Khattab. Khalifah Utsman bin Affan mengambil suatu langkah kebijakan tidak mengambil upah dari kantornya. Dalam hal ini beliau meringankan beban pemerintah dalam hal-hal serius bahkan menyimpan uangnya di bendahara negara. sikap itu membuat kesalah pahaman terhadap bendahara Baitul Maal, yaitu Abdullah bin Arqam.
Kebijakan lain yang dilakukan Utsman bin Affan yang berhubungan dengan perekonomian yaitu mempertahan system pemberian bantuan. Seperti dalam pengelolaan zakat, Utsman memberikan hak dan kewenangan menaksir harta yang dizakati kepada pemiliknya masing-masing. Utsman berpendapat bahwa zakat hanya dikenakan terhadap hart yang dimiliki seseorang dipotong seluruh hutang-hutang yang bersangkutan maka itu lah yang harus di zakati .[4]
Kepemimpinan Ali bin Abi Thallib r.a
Pada masa berikutnya Ali bin Abi Thalib yang merupakan khalifah keempat menggantikan Utsman bin Affan. Ali merupakan salah satu khalifah yang sederhana belia dengan suka rela menarik dirinya dari daftar penerimaan bantuan Baitul Maal atau khas negara. ada persamaan dari kebijakan ekonomi pada masa Ali dengan khalifah sebelumnya. Khalifah Ali memiliki keistimewaan dalam mengatur strategi pemerintahan. Seperti masalah administrasi umum yang tersusun secara rapi. Dan pada masa pemerintahannya juga mempunyai prinsip bahwa pemerataan distribusi uang rakyat yang sesuai dengan kapasitasnya.[5]
[1] Burhanuddin Abdullah, Ekonomi Islam, (Jakarta: PT RAJA GRAFINDO PERSADA, 2014), 101
[2] Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam (Yogyakarta: PT. DANA BHAKTI WAKAF, 1995), 163
[3] Ahmad izzan, Ekonomi Syariah, (Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA,2006), 10
[4] Heri sudarsono, Konsep Ekonomi Islam(Yogyakart:PT. EKONOSI, 2002), 198
[5] Adiwarman Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam , (Jakarta: Rajawali Perss, 2006), 178
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H