Dari awal, sistem pemilu kita didesain menggunakan treshold, inilah yang kemudian menyebabkan keterbelahan dari masyarakat, karena paksaan sistem yang membuat mau tak mau, Pencalonan hanya memunculkan 2 calon. Jika calon Presiden dan Wakil Presiden banyak, masyarakat tentu tidak akan terbagi menjadi dua kubu.
Menurut Ketua Lima Indonesia, Ray Rangkuti, menilai adanya presidential treshold sebagai syarat pencalonan tidak menyelesaikan persoalan pemilu dan politik yang ada saat ini seperti oligarki, politik dinasti, kaderisasi parpol dan minimnya jumlah calon. "Presidential treshold memperkecil munculnya calon pemimpin baru," dikutip dari (HukumOnline, 1/2/17).
Perbaikan Regulasi Sistem Pemilu Perlu dilakukan
Menjawab pesoalan-persoalan dalam Pemilu melalui wacana pengembalian Pemilihan Presiden atau kepala daerah ke Lembaga Legislatif tidak tepat sasaran. Persoalan tingginya cost politik disebabkan oleh politik elit yang menggunakan cara-cara tertentu untuk memperoleh dukungan termasuk dengan mahar politik. Penyelesaian praktik mahar politik bisa diselesaikan dengan beberapa langkah. Pertama, Melakukan tranparansi dan mencatat semua aliran dana kampanye partai politik; kedua, dengan membuat aturan tegas berkenaan menjanjikan, menerima, memberikan dan meminta mahar politik harus diproses hukum.
Kemudian, melakukan menghapuskan treshold sebagai prasyarat pencalonan. Sebab, adanya treshold menjadi pembatas bagi calon-calon potensial untuk maju. Adanya treshold juga menjadi penyebab munculnya keterbelahan publik karena hanya memunculkan 2 pasangan calon. Selanjutnya, keterlibatan perangkat negara seperti ASN, TNI dan Polri perlu penegasan sanksi.
Pencabutan hak politik masyarakat untuk memilih secara langsung Presiden, Wakil Presiden dan Pemilihan Kepala Daerah merupakan penghianatan proses reformasi yang telah bergulir
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H