Jangan pernah bosan, ya.Â
Untuk terus membaca tulisan-tulisan ini. Meski abjad yang sama kueja berkali-kali, meski kata yang sama sering aku ulang, dan meski susunan kalimat serupa selalu kubongkar pasang.
Membaca tidak hanya diterjemahkan secara harfiah, membaca tulisan. Tetapi satu yang lebih penting dari itu, membaca kehidupan.
Misalnya membaca betapa bersahajanya pedagang somay keliling itu yang menepikan dagangannya ketika azan berkumandang.Â
Membasahi wajah, tangan, dan kakinya, lalu bersujud dan bersyukur kepada Tuhannya, sambil berucap betapa menenangkannya hidup ini.Â
Dengan kesederhanaan dan hati lapang yang ia miliki, ia telah mencukupkan dunia dalam hatinya.
Mari beralih ke halaman lain. Membaca seseorang bermobil mewah itu yang tak pernah sekali pun memakirkan mobilnya di halaman masjid. Waktunya ia habiskan untuk pertemuan-pertemuan penting dengan mitra bisnisnya.Â
Sedang mengingat Tuhan, menjadi prioritas ke sekian dalam hidupnya. Dengan ketiadaan rasa syukur dalam hatinya, dunia terasa sempit dan tak pernah memberi kata cukup.
Di halaman lain ada seseorang yang tersibukkan dengan pekerjaannya, sampai tak punya waktu untuk membersamai ayah ibunya. pun ia tak pernah merasa cukup dengan 'dunia'nya.Â
Di sampingnya ada yang kerja serabutannya justru membuatnya selalu bisa membersamai ayah ibunya, dan mencukupkan dunia dalam hatinya.
Dengan membaca, kamu akan mengetahui sudut pandang orang lain dalam memandang hidup dan kehidupan. Kamu dapat mengambil sedikit makna tulisan itu, lalu mewujudkannya dalam dunia nyata.
Kumohon, Tetaplah membaca meski melelahkan.
Tetaplah membaca meski menjemukan. Tetaplah membaca meski untuk paham maknanya, harus diulang-ulang.
Meski lambat, jangan pernah berhenti, membaca.
Ya?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H