Ada sebuah ungkapan dari filsuf stoa, Epictetus. Katanya, "Bukan hal atau orang yang menggangu kita, tapi opini kita atas hal tersebut."
Seperti Nabi yang bersedih ketika mengira bahwa Allah tidak menginginkannya lagi menjadi seorang nabi, karena sudah enam bulan lamanya malaikat Jibril tak lagi berkunjung untuk menyampaikan wahyu. Lalu apa yang terjadi? Allah menepis dan menjawabnya melalui ayat ketiga surat ad-Dhuha yang tertulis begitu indah: "Tuhanmu tidak meninggalkanmu dan tidak pula membencimu."
Ketika kita bersedih, yang membuat sedih bertahan adalah karena kita menambahkan opini kita sendiri di dalamnya. Seperti ketika kita ditanya "Mengapa kamu gagal?", lalu kita menjawab "Saya gagal karena saya bodoh, karena tidak cukup menawan, karena bukan dari keluarga orang kaya", dan jawaban lain yang kita ada-adakan sendiri yang pada akhirnya justru membuat kita semakin bersedih. padahal boleh saja jawabannya akan sangat sederhana: saya gagal karena memang belum waktunya.
Seandainya kita memahami bahwa tidak ada perasaan yang bertahan selamanya, untuk apa kita terganggu dengan kesedihan yang sementara? - (Tulisan Ustad Imron Rosadi, MH)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H