Mohon tunggu...
Zulharto Susilo
Zulharto Susilo Mohon Tunggu... -

Ingatlah Apapun yang kamu hadapi saat ini. Semua akan berlalu semoga menjadi berkah dan rahmat untuk yang lain.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Transparansi dalam Pengadaan Alutsista

10 Januari 2016   15:07 Diperbarui: 15 Juli 2016   14:54 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia dikenal sebagai salah satu Negara terkorup di dunia berdasarkan sejumlah survey, terutama Corruption Perception Index TI. Salah satu sektor korupsi yang merugikan negara dalam jumlah besar adalah pengadaan barang dan jasa.

Modus korupsi dalam pengadaan :

  • Pemalsuan (Fraud)
  • Penyuapan (Bribery)
  • Penggelapan (emblezzlement)
  • Uang Komisi (commission)
  • Pemerasan (Extortion)
  • Pilih Kasih (Favoritism)
  • Penyalahgunaan Wewenang (Abuses of Discretion)
  • Bisnis orang dalam (Insider trading)
  • Nepotisme (Nepotism)
  • Sumbangan Ilegal (Illegal Contribution)

Meskipun Indonesia telah menerapkan aturan pengadaan barang dan jasa secara ketat, korupsi dalam pengadaan terus terjadi.Potensi Korupsi di militer :

  • Spesifikasi khusus dan produsen yang terbatas. Bahkan pada alutsista tertentu, hanya ada produsen tunggal.
  • Penggelaran pasukan untuk merespon peristiwa yang tidak diperkirakan sebelumnya seperti konflik.
  • Keterbatasan pendanaan. Umumnya produsen tidak hanya menjual produk, tetapi juga menyediakan skema pembiayaan seperti Kredit Ekspor.
  • Peran broker yang dominan dalam pengadaan senjata.Bahkan kebutuhan militer justru ditentukan oleh broker.
  • Aspek kerahasiaan dalam pengadaan alutsista.
  • Anggaran pertahanan tidak transparan. Anggaran dari APBN tidak menggambarkan seluruh kebutuhan militer karena faktanya ada kontribusi dari APBD dan bisnis militer.

Modus korupsi dalam pengadaan :

  • Proyek dibuat sedemikian sehingga tidak harus dilakukan tender tetapi penunjukan langsung. (syarat penunjukan langsung:spesifikasi khusus, rahasia, bencana alam,dsb).
  • Dephan tidak memiliki 'black list' kontraktor sehingga sering dirugikan.
  • Kontraktor atau broker harus memberikan 'servis' kepada Dephan.

Studi kasus 2: Pindad

  • Pindad sebagai salah satu rekanan Dephan harus memberikan uang pelicin atau suap.
  • Uang pelicin diadministrasikan dalam bentuk retensi pasar, marketing cost dan managemen cost.
  • ICW menemukan catatan tentang retensi pasar,marketing dan management cost sebesar Rp.8,84 M (2003) dan Rp. 38,22 M (2004).

Studi kasus: Pengadaan Mi-17

  • Kasus ini terungkap ketika uang muka sebesar USD 3,24 juta untuk pembelian 4 unit helikopter Mi-17 yang dibayarkan ke broker (Swift Air)ternyata tidak disetor ke produsen (Rosoboronexport).
  • Ada sejumlah kejanggalan di balik penunjukan PT Putra Pobiagan Mandiri(PPM). Banyak persyaratan yang tidak terpenuhi seperti perijinan untuk menjual Mi-17 dan surat keagenan dari principal.
  • Audit BPK menyatakan negara dirugikan sebesar USD 3,34 juta dari selisih antara harga supplier dan harga produsen.
  • Swift Air melakukan perbuatan kriminal karena memalsukan bank garansi yang diterbitkan oleh Bank Mandiri.

Rekomendasi :

  • Dephan harus mengumumkan daftar hitam broker pengadaan alutsista.
  • BPK harus mendapat akses untuk melakukan audit terhadap pengadaan alutsista. Audit BPK selama ini terbatas pada pengadaan umum.
  • Korupsi di militer sulit untuk dituntaskan karena prosedur peradilan militer menghambat proses penegakan hukum. Bahkan KPK juga akan mengalami kesulitan untuk melakukan penegakan hukum anggota militer aktif.
  • Adanya mekanisme untuk menghindari konflik kepentingan. Keberadaan broker alutsista karena peran personel militer. Adanya mekanisme komplain dan perlindungan saksi dalam pengadaan.

sumber gambar : www.braindonesia.blogspot.com

sumber isi : J. Danang Widoyoko (Indonesia Corruption Watch)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun