Mohon tunggu...
Zulham Mahasin
Zulham Mahasin Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

..adalah seorang mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di Iowa State University, Amerika. Juga aktif sebagai tenaga pengajar pada Fakultas Pertanian Universitas Ichsan Gorontalo.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menakar Keberhasilan Kebijakan "Full Day School"

9 Agustus 2016   14:17 Diperbarui: 9 Agustus 2016   14:37 449
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemudian, juga yang perlu diperhatikan adalah keseimbangan kapasitas sekolah (dalam hal ini kualitas dan kuantitas guru) dalam mengakomodasi siswa dalam jangka waktu yang lebih lama dari biasanya. Memberikan wewenang bagi sekolah untuk menampung siswa sepanjang hari, perlu ada kepercayaan bahwa sekolah merupakan tempat interaksi positif yang tepat selain rumah. Beberapa video yang pernah viral di sosmed, kenakalan remaja bahkan bisa saja terjadi dalam lingkungan sekolah. Masalah bully misalnya. Tidak jarang bully itu juga terjadi didalam kelas dan luput dari perhatian aparat sekolah. Ini bisa terjadi akibat lemahnya pengawasan aparat sekolah yang mungkin saja disebabkan karena kurangnya personil. Memang dibeberapa tempat, rasio antara guru dan murid lebih timpang. Padahal rasio ini cukup menetukan kualitas sekolah sebagai sarana belajar yang menyenangkan. Di beberapa negara, satu kelas yang berisi kurang dari 20 siswa bisa diasuh oleh dua hingga tiga guru. Sementara beberapa sekolah di Indonesia, apalagi di desa-desa, tak jarang satu guru mengawasi dua kelas.

Selain itu, agaknya disparitas ekonomi keluarga juga akan mempengaruhi keberhasilan kebijakan ini. Jika Mendikbud mengatakan bahwa kebijakan ini akan menguntungkan bagi orang tua yang bekerja sehingga tidak dapat mengawasi anak-anaknya, maka persoalan kemudian adalah bahwa tidak semua keluarga memiliki masalah yang sama. Beberapa keluarga justru membutuhkan anaknya setelah jam sekolah. Cukup banyak siswa di Indonesia berasal dari keluarga tidak mampu, sehingga anak-anaknya mesti turut membantu ekonomi keluarga usai sekolah. Di daerah pedesaan, banyak anak-anak sekolah yang turun ke ladang membantu orang tuanya seusai sekolah. Tentunya, kebijakan FDS ini akan berkonflik dengan kepentingan keluarga yang tidak mampu tersebut.

Menakar persoalan-persoalan tersebut (dan mungkin juga persoalan-persoalan lain yang tidak dibahas disini), menerapkan FDS, sebaik apapun kegunaannya, perlu dikaji dengan hati-hati. Demikian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun